Yuk, Kenali Jenis Pendidikan dan Pola Asuh yang Berhak Anak Dapatkan dari Kedua Orangtuanya

Peran lingkungan sangat besar dalam membentuk kepribadian seorang anak

Belakangan ini sedang ramai diberitakan mengenai anak pejabat pajak yang terseret kasus penganiayaan hingga membuat nama orangtuanya tercemar dan dicopot jabatannya. Dari satu kasus akhirnya merembet ke kasus lain. Sejak kasus ini muncul hingga sekarang mungkin banyak yang bertanya tanya, Anak pejabat kok kelakuannya kayak gitu ? Anak pejabat doyan flexing juga gara-gara anaknya, bapaknya jadi kena imbas. Sampai muncul meme di media sosial yang memparodikan keadaan pejabat di masa sekarang dimana isi memenya adalah seorang kepala keluarga yang adalah seorang pejabat sedang menasehati anggota keluarganya untuk tidak flexing karena takut tertangkap sebab harta yang didapat adalah hasil korupsi. Hihihi, ada-ada saja ya ulah netizen ini.

Eeeeeeiittss, tapi kali ini bukan mau membahas kronologi kasusnya apalagi memenya, ya. Kita mau bahas dari aspek lain yang juga disinggung oleh banyak orang. Yaps, tentang parenting. Kok bisa sih seorang anak yang sudah diberi fasilitas serba mewah masih saja berulah dan malah merugikan orangtuanya ? Tapi yang namanya manusia ya, tidak pernah puas.

 Hal apapun yang menimpa anak memang selalu dikaitkan dengan orangtua. Bagaimana orangtua mendidik akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian sang anak di masa depan. Menurut Sigmund Freud (seorang psikoanalisis),  tahap perkembangan kepribadian dimulai sejak masa emas atau biasa disebut golden age, yaitu saat usia 0-6 tahun. Apabila seorang anak mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang baik maka akan mengakibatkan anak memiliki kepribadian yang baik pada saat dewasa. Pendidikan didapatkan anak dari orangtua melalui 3 cara, yaitu:

  1. Modelling, orangtua sebagai role model, memberi contoh untuk anak-anaknya baik dari cara berpikir maupun berperilaku. Melalui modelling, seorang anak akan belajar bersikap proaktif ,memiliki respek dan kasih sayang.
  2. Mentoring, orang tua menjadikan dirinya sebagai mentor yang pertama bagi anak dalam menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam. Orang tua menjadi sumber pertama bagi perkembangan perasaan anak seperti rasa aman, dicintai. Terdapat lima cara dalam memberikan kasih sayang kepada anak yaitu:dengan mendengarkan serta ikut merasakan apa yang dirasakan oleh anak berbagi wawasan, pengetahuan, emosi dan keyakinan kepada anak memberikan penguatan, kepercayaan, apresiasi dan dorongan kepada anak mendoakan anak secara ikhlas serta memberikan pengorbanan kepada anak dalam hal ketersediaan waktu serta melayani kebutuhan anak
  3. Teaching, orang tua berperan sebagai seorang guru bagi anak-anaknya tentang hukum-hukum dasar kehidupan. Orang tua berusaha memberdayakan prinsip-prinsip kehidupan sehingga memahami dan melaksanakannya. Peran orang tua sebagai guru yaitu menciptakan concious competence yaitu anak mengetahui dan mengalami apa yang mereka kerjakan serta alasan mereka melaksanakan hak tersebut.

Sedangkan pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Seringnya orangtua hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik hingga lupa akan kebutuhan psikologis dan sosial yang juga dibutuhkan anak. Anak perlu memiliki daya bertahan dan berjuang untuk mempertahankan hidupnya, dan skill tersebut harus dilatihkan kepada mereka sejak dini.

Diane Baumrind membagi pola asuh menjadi 4 bagian besar. Simak baik-baik jenisnya, ya!

Advertisement

1. Pola Asuh Permisif

Photo by Parenting from the Heart

Photo by Parenting from the Heart via https://parentingfromtheheartblog.com

 Pola asuh permisif dapat disebut sebagai pola asuh yang toleran atau penuh kesabaran. Ciri-ciri gaya pengasuhan ini adalah memiliki beberapa aturan atau standar perilaku, aturan bisa tidak konsisten, jangan berharap terlalu banyak dari anak, dan terus mengasuh dan mencintai anak-anak. Efek dari gaya pengasuhan ini adalah bahwa anak-anak akan kekurangan disiplin diri, memiliki keterampilan sosial yang buruk, akan sangat menuntut dan merasa tidak aman (insecure)

2. Pola Asuh Otoritatif

How to Say No to Your Kids | Photo by Penny Pinchinmom

How to Say No to Your Kids | Photo by Penny Pinchinmom via https://pennypinchinmom.com

Gaya pengasuhan ini dikenal juga dengan pola asuh demokratis, di mana orangtua dana nak selalu bicara bersama untuk mendapatkan sebuah solusi bagi kedua pihak. Pola asuh seperti ini mendorong anak untuk berani berpendapat dan percaya diri. Anak merasa dihargai, karena orangtua terbuka mendengarkan pendapat anak. Ini juga yang kemudian merekatkan hubungan anak dan orangtua. Orangtua juga bisa mendorong anak untuk disiplin dan mandiri, serta mendidik anak bagaimana membuat pilihan terbaik. Banyak penelitian yang menyebutkan, bahwa tipe pengasuhan otoritatif adalah yang terbaik untuk diterapkan pada anak. 

Advertisement

3. Pola Asuh Otoriter

Photo by Empowering Parents

Photo by Empowering Parents via https://www.empoweringparents.com

Gaya pengasuhan ini ditandai dengan aturan orangtua yang kaku dan harapan tinggi untuk diikuti anak tanpa syarat. Karakteristik gaya pengasuhan seperti ini umumnya orangtua memiliki aturan yang ketat, sangat menuntut tetapi tidak responsif, dan tidak memberi anak-anak pilihan. Hati-hati, efek dari pola asuh ini dapat membuat anak-anak memiliki perilaku yang lebih agresif di luar rumah, mengalami kesulitan dalam situasi sosial, dan tidak percaya diri di sekitar orang lain. Bahkan, anak-anak yang terpapar gaya pengasuhan seperti ini berisiko tidak berprestasi di sekolah.

4. Pola Asuh yang Tidak Terlibat

Ignored | Photo by momjunction

Ignored | Photo by momjunction via https://www.momjunction.com

Pola asuh yang tidak terlibat atau pola asuh yang tidak diperhatikan adalah gaya pengasuhan yang paling berbahaya. Dalam gaya pengasuhan seperti ini, orangtua abai dan tidak memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, baik fisik maupun psikis. Orangtua berharap anak-anak bisa membesarkan diri mereka sendiri.

Orangtua dengan pola asuh ini cenderung hanya sedikit atau sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan atau diinginkan anak-anak mereka. Sebagian besar kasus ini terjadi, karena kondisi kesehatan mental orangtua atau penyalahgunaan zat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

I graduated from Setia Budi University majoring in Pharmacy. My researches about nanoformulation I interest with creating content, reading, and writing. The kind of books that I love is about self-improvement or romantic novel. You can follow my instagram account @ajeng.wnd, I reviewed book on it. I love writing articles. Some of my article posted by Hipwee. I usually write about lifestyle or other random things, as I wish. I'm talkative person but I'm an introvert. Previously, I had a part-time job at a pharmacy in Solo as a pharmacist assistant when I was in college. During this period, I have learned so much about the values of teamwork and commitment, how to win, how to work hard, how to concentrate and focus on goals, and how to balance my time and priorities. Additional experience in other fields such as an internship in a hospital and public health centers can increase my value to your company. I enjoy thinking, learning and working. I can bear work pressure. I have a huge passion for the development of the pharmaceutical world.

CLOSE