Hei, Aku Pamit Bukan Karena Kalah Berjuang tapi Sadar Bukan Aku yang Kamu Inginkan

Aku pamit bukan kalah berjuang

Melalui kehadiranmu aku semakin yakin jika diriku belum sepenuhnya layak untuk diperjuangkan. Lewat hadirmu yang tiba-tiba itu kamu merubah sunyiku menjadi riuh. Sepiku menjadi beriak. Hey…kamu yang datang membawa warna yang berbeda. Memukau dengan pikiranmu yang luas. Seolah dirimu paham, wanita sepertiku bukan menjadikan fisik sebagai penilaian utama.

Advertisement

Hariku yang hening berubah lebih hiruk. Aku mencoba mengikuti alurnya. Beradaptasi dengan ‘kebisingan’ yang ada. Namun euforia ini tak selamanya berjalan dengan baik. Aku menemukan celah untuk kembali pada kesendirian.

Bukan karena lelah bertarung. Namun banyak hal yang tidak bisa dipaksakan. Aku menyerah bukan lelah bertahan. Sebab aku sadar hatiku perlu diselamatkan sebelum terluka dan berdarah. Aku pamit bukan untuk kembali mengulang. Namun meninggalkan yang tak mungkin untuk kuraih. Kamu dengan segala pemikiranmu rasanya tidak sepaham dengan prinsipku.

Aku lelah mengalah dan menjadi pihak yang selalu kalah. Aku paham posisi laki-laki adalah menjadi seorang pemimpin, tapi haruskah senyaring itu kau mendengungkannya? Bukan tak menghormati jalan berpikirmu tapi lebih dari itu aku menilai kamu paling egois.

Advertisement

Aku bukan wanita berilmu seperti yang ada dalam ekspektasimu. Bukan pula wanita soleha yang akan mengamini setiap keputusanmu. Aku juga ingin didengar. Pendapatku juga ingin dihargai. Bukan sikap acuh tak acuh seolah hanya suaramu yang layak untuk didiskusikan.

Aku wanita penghujung zaman. Yang masih belajar untuk menjadi wanita alim. Masih ada sedikit kebiasaan dimasa lalu yang melekat padaku. Aku ingin menjadi diriku sendiri. Tak usah menuntutku untuk menjadi wanita shalih, namun bimbing aku dengan penuh kelembutan untuk menjadi alim. Bukan terus memaksaku menerima setiap kehendakmu.

Advertisement

Sebelum kita terlalu jauh melangkah. Aku tak ingin perbedaan ini jadi penghambat pun tekanan bagiku. Aku tak ingin mempertaruhkan hal-hal yang besar untuk perkara ketakutan-ketakutan yang kecil.


Aku juga punya prinsip. Punya pegangan dalam memilih. Dan kamu sudah melewati batas dari kewajaranku.


Cukup sampai di sini. Aku tidak dapat menyalahkan opinimu.

Semuamanusia berhak memiliki pendapatanya sendiri. Kamu dengan pendirianmu dan aku dengan keyakinanku.bDan apa yang kita pegang ternyata tak sejalan.

Aku tidak ingin memaksa sesuatu yang jelas terlihat rumit.

Sebelum jadi ‘bumerang’ yang  menyakitkan. Aku putuskan untuk mundur dari proses yang tengah kita jalani. Semoga kamu bertemu dengan seseorang yang bisa mengikuti setiap ‘mau’mu yang sejalan dengan pemahamanmu.

Aku pamit dari diskusi panjang kita tentang pernikahan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penyuka Arunika - Penikmat Swastamita

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE