Dear Ayah, darimu Saya Belajar Tentang Sebenar-benarnya Patah Hati dan Merawat Luka

Belajar merawat luka

Bapak satu sosok cinta pertama bagi putrinya. Gambaran lelaki tangguh yang tidak pernah mengeluh. Terlihat kokoh tapi tetap menyimpan luka. Luka yang dengan indahnya ia sembunyikan dalam senyum tegar dan tawa renyahnya. Luka yang mungkin saja tersamarkan dalam lelucon receh yang selalu ia lontarkan.

Advertisement

Tawa yang selalu memecah setiap kesunyian yang membisu. Aku bahkan tak pernah melihatnya menangis. Yang kulihat hanya senyum cerah dan wajah lucu miliknya. Hingga pada suatu hari, aku mulai mengadu padanya. Masa-masa dimana aku mulai tumbuh menjadi gadis dewasa. Masa di mana aku mulai merasakan pahitnya kehidupan. Masa di mana aku terlalu sering menangis.

Bahkan untuk satu hal konyol yang bernama patah hati. Kekonyolan yang saat ini mungkin akan membuatku tertawa terbahak-bahak seiring dengan sel-sel otakku yang mulai terbentuk dan menyatu. Aku pernah mengeluh pada ayah tentang ketidakadilan, tentang rasa pahit dan sesak yang semakin sering kurasakan. 

Aku pernah bertanya, "Apa yang lebih berbahaya dari luka?"

Advertisement

Lalu ia menjawab, "Adalah luka yang tidak terlihat. Ketika yang kamu inginkan adalah menangis sekeras mungkin atau berteriak hingga suaramu serak. Namun, yang justru terjadi adalah kamu tersenyum dalam luka. Kamu mungkin berpikir ingin menjadi seorang brengsek yang bisa dengan gampang dan tanpa dosa memaki siapa saja yang membuatku kesal. Namun, lidahmu kelu kau tak sanggup untuk bicara dan semua berakhir dengan kamu menangis dalam diam. Hingga menangis pun kamu merasa tak pantas."

Lalu aku bertanya, "Bagaimana ia sembuh?" "Bahkan tubuhpun memiliki mekanisme penyembuhan luka. Ia perlu proses yang panjang dan mungkin melelahkan. Kamu harus menghadapi fase inflamasi yang menyakitkan dan mungkin lukamu akan memerah atau bahkan bernanah karena infeksi sekunder."

Advertisement

Dari fase inflamasi kau akan berlanjut ke fase proliferasi dimana tubuh akan memulai aktivitas pembentukan fibroblast atau benang-benang halus epitel baru untuk menutup lukamu. Dan fase akhir dari perjalanan sebuah luka kau akan mengalami fase maturasi dan remodeling atau fase dimana jaringan epidermis baru yang sepenuhnya terbentuk hingga lukamu tertutup.

Untuk semua fase yang sangat melelahkan itu terkadang tidak bisa kau lalui sendiri. Kau butuh berkunjung ke dokter agar lukamu tidak semakin parah dan dapat mengering sesuai proses alami tubuh. Dokter mungkin akan memintamu untuk kontrol dan merawat lukamu 3 hari sekali.

Jika diperlukan dokter mungkin akan meresepimu sejumlah obat, seperti antibiotik untuk melawan bakteri agar lukamu tidak infeksi hingga bernanah dan membusuk. Ada juga analgetik agar rasa nyeri pada lukamu berkurang. Terkadang pil steroid juga diperlukan untuk mencegah peradangan. 

Namun, bukan berarti tidak ada bekas, setiap luka pasti menyisakan jaringan parut. Sama seperti perasaan saat ia terluka karena kecewa, putus asa ataupun amarah. Butuh waktu dan proses yang panjang untuk menyembuhkannya. Semua tergantung setiap individu, bagaimana ia akan memperlakukan lukanya.

Entah ia membiarkan luka itu membusuk dan bernanah atau ia akan merawatnya hingga kering. Setiap individu memiliki manajemen penyembuhan luka masing-masing. Namun, jangan terlalu dipaksakan biarkan ia sembuh sesuai fasenya. Melewati setiap proses dengan penuh kesabaran. Biarkan ia sembuh secara alami, biarkan waktu yang membantumu menyembuhkan luka itu.

Tak peduli berapa lama ia akan kembali pulih, entah itu satu minggu, satu bulan, satu tahun atau 10 tahun. Tak peduli berapa lama kamu menunggu untuk sembuh. Satu yang pasti, kamu harus tetap hidup dan bertahan dalam luka yang mengerikan.

"Yang terpenting, belajarlah untuk memaafkan dan menerima dengan ikhlas. Sedalam apapun luka itu, suatu saat ia pasti akan sembuh," jawabnya sambil tersenyum.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang penikmat hujan sekaligus pecinta dunia literasi. Bagiku hidup adalah sebuah buku...

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE