Berawal dari Kondangan, Berakhir di Pelaminan

Kalau ngomongin cinta, rasanya hampir tiap orang punya cerita. Beberapa di antaranya bahkan berakhir dalam kisah yang bahagia.

Perjalanan cinta seseorang itu seringkali unik. Bahkan kerapkali tak terduga. Ada yang tanpa pacaran tiba-tiba menikah. Ada pula yang pacaran bertahun-tahun tapi kandas di tengah jalan.

Dari situ kita belajar, bahwa cinta dan jodoh itu memang dua hal yang berbeda. Tak ada yang tahu seseorang itu apakah jodoh kita atau bukan.

Satu-satunya cara untuk membuktikan adalah dengan memperjuangkannya. Kalau kamu mencintai seseorang dan kamu tidak menikah dengannya, bisa jadi dia bukan jodoh kamu.

Sebaliknya, meskipun kamu tidak pernah pacaran dengannya, tapi kamu bisa menikahi sang pujaan, kemungkinan besar dialah jodohmu.

Berawal dari kondangan

Kisah saya menemukan jodoh adalah di usia kepala dua. Kisah itu bermula saat menghadiri acara pernikahan seorang teman. Dia menikahi seorang gadis pilihannya di Kuningan Jawa Barat.

Sebagai teman dekat, saya ikut mengantar sang mempelai bersama teman-teman yang lain dari Jakarta dalam satu rombongan.

Di sana, saya mendapati ada seorang perempuan yang memikat perhatian. Setelah ditelusuri, perempuan itu ternyata satu rombongan. Dia duduk di kursi belakang mobil yang kami tumpangi.

Maklum saja, selama perjalanan kami memang tidak saling mengenali. Apalagi kami berangkat saat hari sudah larut malam. Saya pun tidak terlalu banyak berbincang. Tidak pula berani menoleh ke belakang.

Parasnya baru terlihat dengan jelas saat hari sudah terang. Saat dia sedang berfoto dengan mempelai. Tidak rela rasanya mata ini lepas memandang.

Berakhir di pelaminan

Sekembalinya ke Jakarta, mulailah saya bergerilya. Menanyakan profil lengkap si dia. Yang pertama kali kutanyakan tentu saja teman saya yang baru menikah itu. Ternyata, dia teman sekamar istrinya.

Setelah informasi dirasa cukup, mulailah saya memberanikan diri untuk taaruf. Tahap perkenalan menuju proses pernikahan.

Kukirimkan CV ke murobiyahnya (pembimbing/guru ngaji perempuan) melalui surat elektronik. Setelah disetujui, kami saling bertukar CV. Merasa cocok satu sama lain, barulah kami melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu nadzor.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, saya yang saat itu sudah pindah ke Bandung, segera meluncur ke Jakarta.

Di sanalah kami dipertemukan untuk pertama kalinya. Dengan perantara murobbiyah-nya tentu saja.

Dalam taaruf, nadzor ini bertujuan untuk memperdalam informasi yang sebelumnya telah disampaikan melalui CV. Sama seperti tahap wawancara saat melamar kerja.

Mulai dari rencana pernikahan, pekerjaan, hingga bagaimana menjalani rumah tangga ke depan, semua dibahas dan ditanyakan.

Cukup lama saya menunggu. Hingga di suatu waktu, saya mendapatkan kabar, bahwa dia setuju. Ya. Dia akan menikah denganku.

Begitulah kisah cintaku, bagaimana dengan kamu?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Passionate in Media and Communication