Cinta tidak Buta, Cinta butuh Logika

Saat itu, 28 Mei 2012 tiba-tiba handphone bergetar pertanda ucapan ulang tahunku yang ke -19. Kulihat dengan seksama siapa pengirimnya. Yah, itu benar anak kelas satu Sekolah Menengah Atas. Tinggal di sebelah rumah yang tidak berjarak lagi. apa ucapannya?

Advertisement

"Selamat ulang tahun mba, semoga panjang umur, sehat, tambah cantik, tambah sayang sama aku. Mau kado apa? Coklat mau?".

Kujawab simple dengan mengamini doanya dan mengucapkan terimakasih. Kulihat pesan sudah terbaca olehnya dan adapun balasannya

"Ternyata kita cuma beda 3 tahun doang, berarti masih ada kesempatan. Siti Khodijah dengan nabi Muhammad saja beda 15 tahun bisa kok".

Advertisement

Hatiku berdesir apa sebenarnya maksudnya?

Yap, perkenalkan aku hanya seorang anak lulusan Sekolah Menengah Pertama yang merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dan menjadi sosok beruntung karena bisa melanjutkan kesetaraan SMA dan sekarang sedang kuliah semester ke -6.

Advertisement

Setelah lama berselang, kusadari dia adalah anak cerdas, tampan, dan anak tunggal. Setiap menit ada pesan darinya yang mengode bahwa dia mempunyai rasa. Kuhiraukan pesannya, kubalas dengan nada acuh, karena saat itu aku cuma berpikir ia masih labil. Tak hanya pesannya yang selalu menghiasi layar handphone, bahkan saat kubuka pintu garasi rumah untuk sekedar mengeluarkan motor, ia pun pasti menoleh dari terasnya. Yang kadang salah sangka bukan aku yang keluar melainkan majikanku. Baginya sudah cukup pengorbanannya untukku yang tak membuahkan hasil.

Dan singkat cerita dia menjalin hubungan dengan seseorang yang aku mengenalnya. Dia perempuan yang seumuran dengannya. Pernah kusarankan nama perempuan itu untuknya. Karena aku tahu perempuan itu sangat menginginkannya. Akan tetapi dia menolaknya dengan alasan tidak suka dengan perempuan Jakarta. Tapi bagiku ya sudahlah. Mungkin itu yang terbaik baginya daripada harus menungguku dengan ketidakpastian.

Kulihat wajahnya amat sumringah setiap malam Minggu. Penuh acara dengan pacarnya, selalu membanggakan pacarnya di depanku. Dan tidak pernah menebar kode suka kepadaku lagi.

Dua tahun kemudian, tanpa sengaja bertemu di suatu acara komplek dan diapun terlihat lesu. Mendekat ke arahku dan berkata "Mbaa, kalau aku putus dengan dia (pacar), mau gak kamu jadi pacarku?". Sedikit kaget mendengarnya, saat kutanya mengapa bisa seperti itu, dia hanya menggeleng pertanda tidak ingin memberitahuku alasan sebenarnya. Oh Tuhan, skenario apalagi yang kau ciptakan untukku, setelah aku putus dengan pacarku, dan dia kembali lagi.

Aku tidak ingin menyakiti hatinya lagi, kujawab setiap chat-nya, kuberi saran saat dia meminta, bahkan dia ingin tes SBMPTN pun, dia meminta aku menyemangati. Alhasil saat aku pulang kampung di waktu lebaran, kudengar kabar dia masuk di salah satu PTN favorit yang khas dengan jargon "We are The Yellow Jackets". Tak ketinggalan pula kukirimkan ucapan selamat. Dia hanya menjawab "Terimakasih Mba, seneng ya orang yang disayang udah kuliah".

Dalam hati hanya berbisik, aku seperti ini belum berarti suka, aku hanya kagum. Untuk mencapai level suka, harus mempertimbangkan seribu asa. Siapa saya? Dari mana saya? dan seribu pertanyaan lainya untuk diriku sendiri. Setelah lebaran usai, sebagai pembantu sudah kodratnya harus kembali, yang sebenarnya sudah pasti dinantikan olehnya yang tidak sabar pamer kelolosannya masuk PTN favorit tersebut. Yang sempat kubohongi bahwa aku akan alih kredit kampus dan tidak kembali ke Jakarta lagi.

Dengan mengirim sticker nangis dan menulis chat memakai huruf besar dia memintaku kembali. Malam ini ada banyak chat yang intinya dia harus ninggalin rumah karena posisi kampus yang jauh. Dia selalu bertanya apakah aku sedih dia tak ada, gak ada yang menghiasi hariku lagi, haha kujawab "enggak". Sebenarnya aku tahu itu ungkapan sedihnya dia. Tak perlu berlarut- larut terlalu enak, aku mulai menegaskan statement bahwa dia bisa mencari yang lebih dari aku.

"Kamu pinter, ganteng, punya segalanya, punya banyak teman perempuan yang jauh lebih cantik dari aku, cobalah berpaling dariku yang serba kurang karena kamu bisa mendapatkan yang lebih"

"Aku maunya kamu, dan aku udah ngrasa kamu lebih dari apapun, aku hanya mencari seseorang yang buat aku survive nantinya, yang bisa diajak susah dari 0" Jawabnya.

Terdengarlah cerita tentang kami ke salah seorang ibu komplek, dan dengan sengaja dia bertanya kepada teman sesama pembantu apakah saya ada hubungan dengan cowok ini, pembantu yang sok kecantikan dan segudang kata kasar lainnya. Aku pernah cerita apa yang terjadi kepadanya tentang apa yang dikatakan orang kepadaku. Hanya saja aku agak berjaga jarak setiap dia mendekat. Karena tidak ingin dia ikut memikirkannya.

Tak hanya sampai di situ, seorang ibu menyalahkanku atas putusnya dia dengan pacarnya dulu. Dan yang lebih menampar hati ketika si ibu ini bertanya tentang keadaan rumahku di kampung, dia menyuruh berkaca diri tentang siapa aku dan siapa si laki-laki ini. Rasanya dunia sudah mulai runtuh. Aku yang selama ini berpedoman bahwa manusia sama di mata Tuhan, hanya saja yang membedakan amal kita selama hidup di dunia menjadi berubah bahwa hidup penuh perhitungan antara kaya dan miskin.

Tidak semua orang berpikiran sama sapertiku. Kuhapus airmataku, kuusap rambut basahku karena terkena airmata yang terus menetes, oh Tuhan, inikah cinta yang kata penyair buta?

Liburan semester ganjil pun tiba. Malam sebelum dia pulang, ia sempat mengirim chat bertuliskan apakah aku kangen dengannya, kujawab tidak, tidak dan tidak. Sampai hari pun dia pulang ke rumahnya, dia tersenyum, kubalas senyum itu dengan kalimat spontan bahwa aku ada cerita yang bikin aku nangis tak berujung. Masih sama seperti 4 tahun yang lalu, iapun nyengir sambil berkata "Jangan ghibah mba, udah 2016 loh, kan dosa" Ujarnya. Dengan wajah serius, akupun menjawab "Ini bukan tentang siapa-siapa, ini tentang aku yang ada hubunngnnya denganmu". Tanpa nafas dia langsung bilang "iya".

Setelah kuceritakan semua, dia hanya tertunduk sedih dan bilang "Ya ampun, sakit banget, udah jangan sedih, mereka kan mikir kalau aku kaya banget padahal enggak, gak boleh bilang gitu kaya dan miskin, semua sama" jawabnya.

Semenjak kejadian tersebut, aku lebih jaga jarak meskipun panggilan sayangnya masih ada selama 4 tahun ini. Bukan menghindari takdir, tetapi lebih bisa menempatkan. Sekarang dia sedang diam karena aku terlalu lama menjelaskan mengapa aku heran dengan dia? bukan negatif akan tetapi lebih ke arah kagum yang mengapa dia begitu mencintaiku? apa yang dia lihat dariku, kuakui untuk menjadi sepasang dengannya tidaklah mudah.

Andai saja dia di posisiku sekarang sebagai seorang pembantu, menerima ataupun menolaknya masih tetap dianggap salah. Kutelan pil pahit perkataan orang tentangku. Akan tetapi, sudah kubilang kepadanya, bahwasanya kalaupun jodoh, kemana pun kita dan siapapun kita Tuhan pasti memberi jalan lain untuk bersatu.

Cinta tidaklah buta, Cinta perlu Logika. Ada saatnya kita harus berfikir, berserah dan kadang berontak.

#Roman #Fakta

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

<p>Penikmat tape, pengadu malam</p>

CLOSE