Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Good Looking. Gimana Menurutmu?

Ada apa dengan good looking? Simak dulu di sini

Kita semua pasti pernah dong punya satu teman yang bisa dibilang paling menonjol dalam geng kita. Memiliki paras cantik dan disukai banyak orang, ada juga yang memiliki paras pas-pasan pun kutu buku dan tidak terlalu dikenal banyak orang. Dari kedua teman tersebut sudah bisa dipastikan bahwa yang berparas cantik dan disukai banyak orang lah yang akan mendapatkan perlakuan spesial dari orang-orang. Nah, hal tersebut hanya merupakan contoh sederhana dari budaya Beauty Privilege, SoHip. Beauty Privilege adalah hak istimewa yang didapatkan orang-orang yang dianggap cantik atau menarik secara fisik berdasarkan standar kecantikan normative.

Advertisement

Secara tidak sadar, masyarakat kita melanggengkan budaya beauty privilege sejak kecil, bahkan hingga dewasa sekali pun.

Tanpa kita sadari, budaya Beauty Privilege ini sudah diterapkan sejak kita masih berada di bangku sekolah. Budaya tersebut masih tetap berlanjut sampai kita berada pada dunia kerja, bahkan mungkin lebih parah. Persyaratan rekrutmen pekerjaan pada sebuah perusahaan seringkali mencantumkan kata good looking atau berpenampilan menarik dalam menerima karyawannya. Hal tersebut membuat banyak orang merasa minder setiap melihat suatu lowongan pekerjaan. Seperti contoh di atas, mungkin kita pernah mendapati rekan kerja dengan paras rupawan yang diperlakukan lebih baik dibanding mereka yang berparas biasa saja. Banyak orang mengatakan dengan istilah "keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking". Untuk beberapa orang sebenarnya hal demikian tidak menjadi masalah. Namun, masih banyak yang menyepelekan dan apabila tetap dibiarkan takut jika terjadi diskriminasi, lookism dan rasisme.

Berbagai penelitian mengenai budaya beauty privilege sudah banyak dilakukan

Advertisement

Banyak penelitian yang membahas mengenai Beauty Privilege di dunia kerja ini, salah satunya penelitian yang berjudul Explaining Financial Andprosocial Biases in Favor of Attractive People (Dario Maestripieri, 2016), menunjukkan bahwa peluang mendapatkan kesempatan kerja bagi orang-orang yang memiliki penampilan menarik lebih besar daripada yang berpenampilan biasa saja. Mereka juga memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan kariernya melalui berbagai promosi, bahkan mendapatkan gaji lebih banyak. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa Beauty Privilege di dunia kerja bukan sekedar mitos. Temuan lainnya ada pada bidang hukum, menurut hasil penelitian lembaga riset hukum Australia bernama The Law Project pada 2017 menemukkan bahwa 120-205 persen terpidana yang berpenampilan tidak atraktif menerima dakwaan lebih lama dibanding terpidana yang memiliki penampilan atraktif.

Beauty privilege juga berkaitan dengan Lookism

Advertisement

Beauty privilege bisa dikatakan mendukung lookism, istilah lookism merujuk pada pemikiran dan kebiasaan yang diskriminatif dalam memperlakukan orang-orang yang dianggap tidak menarik, aneh dan tidak sesuai standar yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya, lookism ini adalah bentuk mengunggulkan orang yang tampak lebih favorit atau "enak dilihat", alih-alih menilai kemampuannya. Kemudian beauty privilege ini juga dihubungkan dengan istilah rasisme, kok bisa? Jelas bisa dong.

Dalam KBBI, rasisme atau rasialisme didefinisikan sebagai perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda, dan juga paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Kembali ke beauty privilege, ini ada karena adanya standar kecantikan, dan standar kecantikan yang beredar di masyarakat kita masih berpatokan pada penampilan fisik perempuan dan orang-orang Eropa yang identik dengan kulit putih, tubuh tinggi, dan langsing. Laporan dari US Sentencing Commission yang mengambil data dari tahun 2012-2016 menunjukkan bahwa 19 persen terpidana kulit hitam menerima dakwaan lebih lama daripada terpidana kulit putih. Laporan tersebut merupakan contoh kasus bahwa Beauty Privilege berhubungan dengan isu rasisme.            

Tidak bisa ditampik, memang secara general penampilan cantik atau tampan apalagi ditunjang dengan fashion style yang bagus dan rapi akan sangat menambah nilai plus pada penerimaan rekan kerja atau atasan terhadap kita. Manusia pada dasarnya juga suka melihat keindahan, jadi subjektifitas favour memang tidak bisa dihindari. Namun, sebenarnya ada hal lebih layak untuk jadi perhatian dalam menilai atau merekrut seorang karyawan, yaitu Kompetensi dalam pekerjaannya, latar belakang pendidikan, soft skill, hard skill, kemampuan berkomunikasi, dan cara bekerja dalam tim. Ironisnya, Beauty Privilege benar-benar nyata dalam memberikan kesempatan bagi sekelompok perempuan, tapi disisi lain juga membatasi perempuan-perempuan lainnya.

Asumsi tentang Beauty Privilege juga kerap kita temui di lingkungan sosial, contohnya seperti penjual tahu "cantik", penjual bakso "tampan", dan lain lain. Kadang itu yang membuat ramai warga dunia maya hingga viral di sosial media. Coba aja kalau penjual-penjual tersebut biasa aja, akankah seviral itu? Selain itu, saat kasus narkoba yang menyeret nama artis-artis seperti Jefri Nichol dan Jeff Smith yang masih membuat dirinya diterima banyak orang daripada yang menghujatnya. Berbeda dengan public figure yang berpenampilan biasa saja atau bahkan kurang menarik, mereka pasti akan mendapatkan banyak hujatan ketimbang dukungan moral dan pembelaan. Meskipun sebenarnya keduanya melakukan kesalahan yang sama.

Beauty Privilege memang memudahkan dalam menjalani sesuatu dan segala hal. Namun, tidak selamanya faktor fisik dan penampilan menjadi penilaian dari seseorang atau lingkungan sekitar. Orang lain juga melihat kita dari aspek-aspek lainnya, seperti kecerdasan, kepribadian, perilaku, dan kualitas diri. Hal itu yang pasti juga akan dibutuhkan dalam dunia kerja. Oleh karena itu, kita tidak perlu insecure dengan penampilan fisik kita, sembari mengembangkan kualitas diri, kita harus bisa dan belajar untuk menerima dan menghargai diri sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Kadang menulis, kadang bercocok tanam