Kepergian Ayah Membuat Hidupku Berubah Drastis. Yang Dulunya Dimanja, Kini Harus Sekuat Baja

kepergian ayah membuatku harus sekuat baja


Kehilangan sosok Ayah adalah patah hati terhebat yang aku rasakan, di saat aku masih duduk di bangku 4 SD.


Advertisement

Namaku Margaretha. Aku merupakan anak ke 6 dari 6 bersaudara yang ditinggalkan oleh Ayah untuk selama-lamanya, di saat umurku belum terlalu dewasa untuk menerima kenyataan pahit itu. Semenjak Ayah pergi meninggalkanku, kehidupanku berubah drastis. Aku yang dulunya sering dimanja oleh Ayah, dimana segala keinginanku selalu diturutin. Aku mau ini mau itu, segalanya Ayah wujudkan hanya untuk membuatku bahagia. Hingga pada suatu waktu semuanya berubah, hancur seketika begitu saja.

Setelah kepergian Ayah dalam hidupku, aku enggan pergi ke sekolah dalam waktu 1 bulan. Aku merasa hidupku benar-benar tidak adil untuk dijalani. Apalagi, kepergian Ayah membuat mamaku harus menjadi tulang punggung keluarga. Dimana, mamaku harus mengurus kami berenam, seorang diri dengan gaji pas-pasan.

Aku yang melihat mama menjadi tulang punggung keluarga, merasa sangat sedih dan gak pernah bisa ngebayangin, gimana kalau yang mamaku rasain terjadi ke aku, pastinya tidak akan sanggup aku menjalani kehidupan ini. Tapi, lagi-lagi aku menyadarkan diri dan juga hatiku, bahwa semua ini terjadi sudah kehendakmu Tuhan. Aku menguatkan hatiku, di saat itu juga menjadi sekuat baja hanya untuk membuat mamaku semangat dan pelan-pelan menghilangkan kesedihan yang ada dihatinya.

Advertisement

Di saat aku masih terlalu kecil untuk merasakan pahitnya ditinggal oleh Ayah dan belum terlalu mengerti apa-apa mengenai perjuangan hidup, disitu aku melihat perjuangan mamaku membesarkan kami berenam hingga semuanya bisa sarjana.

Masih kuingat, sebuah momen ketika aku sudah menginjak masa SMA, mamaku menginginkanku untuk masuk ke salah satu sekolah swasta termahal di Medan. Pada saat itu, aku enggan untuk sekolah di sana, karena keinginan terbesarku sebenarnya adalah masuk ke sekolah musik. Tapi, karena keuangan mamaku enggak memungkinkanku untuk bisa masuk ke sekolah musik, akhirnya aku pun memilih untuk sekolah di sekolah swasta pilihan mamaku.

Advertisement

Ketika aku sudah memilih untuk sekolah di Medan, ada perasaan sedih yang aku rasakan saat itu. Karena aku harus jauh dari mamaku, meninggalkan kampungku, Garoga Tapanuli Utara dan harus merantau di Medan. Setelah lulus SMA, aku memilih untuk kuliah di Universitas Swasta di Jakarta yang uang kuliahnya masih termasuk murah, karena aku enggak lulus perguruan tinggi negeri. Dan di Jakarta, aku tinggal di rumah saudara. Mulai di sinilah petualangan hidupku yang paling berat dimulai.

Aku yang memiliki komitmen ingin mandiri dan berjuang di kota Jakarta, kota yang baru pertama kali kuinjak dan belum memiliki banyak pengalaman di dalamnya, memilih untuk menahan segala keluh kesahku sendirian dan enggak pernah mau untuk menceritakannya ke mama, tentang bagaimana tertekannya aku berada di rumah saudara yang masih merupakan bagian terdekat keluarga.

Aku memilih memendamnya sendiri, karena tidak mau mamaku menjadi sedih dan kepikiran tentangku di sana. Namun pada suatu waktu, disaat aku telponan dengan mamaku, aku enggak kuasa menahan tangis dan perasaan sakit yang ada di hatiku. Dan ketika mamaku mendengar tangisku yang begitu pecah kala itu, mamaku bertanya apa yang terjadi kepadaku dan apa saja yang aku alamin selama berada di kota Jakarta itu. Aku hanya menjawab,


"Ma, I am fine.'


Walaupun pada kenyataannya, aku nggak sekuat apa yang aku katakan ke mamaku. Setelah lulus kuliah, aku mulai bekerja. Pendapatanku dari hasil bekerja memang belum terbilang banyak, tapi aku masih tetap mau berjuang di kota Jakarta ini dengan tetap memegang teguh komitmen yang udah aku buat dari dulu yaitu membahagiakan mamaku.

Ketika aku sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, aku pun mengumpulkan sebagian hasil gajiku dalam beberapa bulan bekerja dan membuat rencana kemarin untuk pulang melihat mama di sana. Namun, rencanaku gagal karena saat ini seluruh dunia sedang terkena wabah corona. Jadi, aku memilih untuk tetap tinggal di Jakarta dan menjalani hari-hari kosongku yang begitu menyedihkan.

Aku begitu sedih, karena rencanaku untuk bisa pulang melihat mama tidak terwujudkan dan kerinduanku untuk berziarah ke makam Ayahku belum terlaksana dalam waktu yang dekat ini. Semoga, wabah corona ini cepat berakhir, agar aku bisa pulang bertemu mamaku dan juga berziarah ke makam Ayahku. Dan semoga, Tuhan mendengar segala kesedihan yang aku alami saat ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka menulis, suka travelling, sama suka makan. Kalau suka kamu, emang boleh?

Editor

une femme libre

CLOSE