Ketika Jari Jemari Lentik Menjadi Pedang yang Tajam, Menjadi Pembunuh Tersembunyi

Kebebasan yang seyogyanya mengekspresikan perasaan justru menjadi ajang ujaran kebencian

Beberapa hari yang lalu saya memutuskan untuk menonaktifkan semua akun media sosial milik saya dan saat itu juga saya merasa hidup menjadi lebih tenang sebagai korban cyber bullying. Saya benar-benar menikmati waktu tanpa semua sosmed. Saya pernah merasakan kekejaman dunia cyber. Bagaimana sebuah kata mampu membunuh seseorang, bagaimana sebuah kata mampu membuat seseorang seolah berada dalam lorong gelap tanpa ujung dan hanya seorang diri.

Advertisement

Pada zaman milenium dan abad 21 seperti sekarang kemajuan teknologi sudah menjadi hal yang lumrah, begitu pun dengan kebebasan dalam berpendapat. Kita hidup pada zaman demokrasi di mana kebebasan dijunjung tinggi dan masuk ke dalam salah satu hak asasi manusia yang diagungkan dan dihormati oleh setiap manusia hidup. Dengan kata lain setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya tanpa tekanan maupun intimidasi dengan catatan bebas bertanggung jawab. 

Pendapat yang disampaikan harus bisa dipertanggung jawabkan baik secara moral dan norma masyarakat maupun dimata hukum. Seperti yang tertuang dalam pasal 28 ayat E UUD 1945 "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat." Kebebasan berpendapat juga diperjelas dalam UU No. 9 tahun 1998. Bahkan dunia pun menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat seperti yang tertuang dalam pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas." 

Begitu juga dengan UU Pers tahun 1999 yang menjamin kebebasan berpendapat melalui media cetak maupun elektronik. Namun, sepertinya kebebasan justru menjadi kebablasan. Kebebasan yang diharapkan memberi ruang yang nyaman dalam berekspresi justru berubah menjadi tempat penuh ujaran kebencian dan sumpah serapah. Kebebasan yang seyogyanya mampu memberikan angin segar dalam berekspresi dan mengekspresikan perasaan justru menjadi ajang adu jemari lentik dan ujaran kebencian.

Advertisement

Media sosial yang tumbuh bak cendawan dimusim penghujan bahkan tidak mampu menyaring semua sampah hujatan, cacian, dan sumpah serapah dari oknum pengadu domba. Mungkin banyak orang yang belum mengetahui bahwa impact dari cyber bullying sama mengerikannya dengan bullying di dunia nyata.

Kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang tidak peduli ras, suku, bangsa, maupun agama. Perbedaan pendapat dalam suatu forum diskusi adalah hal yang wajar sebagai manusia yang beradab dan bermoral tidak seharusnya menghakimi, mengintimidasi maupun menekan pendapat orang lain yang ada hanya meluruskan pendapat yang menyimpang. Namun, kenyataannya tidak hanya diforum diskusi nyata tetapi juga di dunia maya, berbeda berarti musuh. Orang dengan mudahnya memerangi orang lain hanya karena perbedaan pendapat. Suatu kebenaran justru lebih banyak mendapat umpatan dan sumpah serapah. Sementara berita bohong dan penyimpangan justru mendapat banyak dukungan. Tidak ada lagi batas antara tolerir dan intolerir.

Advertisement

Saya bahkan sering mengalami cyber bullying dalam setiap forum diskusi dunia maya hanya karena mencoba meluruskan pendapat yang menyimpang ataupun karena pendapat saya berbeda dari mayoritas. Saya benar-benar merasakan bagaimana tajamnya jari-jari lentik para keyboard warrior. Saya tahu benar bagaimana rangkaian kata dapat mengubah persepsi saya tentang definisi manusia yang sesungguhnya. Manusia yang seharusnya memiliki moral dan hati nurani menjelma menjadi manusia robot tanpa perasaan dan unggah-ungguh maupun sopan santun.

Beberapa kali saya merasakan ketakutan saat ingin membuka akun sosmed saya hingga saya memutuskan untuk menonaktifkan semua akun sosmed selama hampir seminggu. Hasilnya, saya kembali merasakan bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya. Berinteraksi dengan lingkungan sosial. Tidak perlu lagi membaca ujaran kebencian dan provokasi. Lebih banyak waktu untuk melindungi mental dari kalimat-kalimat menyakitkan. Saya benar-benar menikmati dunia yang sesungguhnya dan ilmu yang sebenar-benarnya.

Cyber bullying bukanlah kasus yang dapat dengan mudah untuk dilacak sekalipun telah terbit UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Namun, tetap saja tidak ada jaminan pelaku cyber bullying ditangkap dengan mudah. Sekali lagi ada banyak kepalsuan dan kebohongan dalam dunia maya banyak oknum tak bertanggung jawab, provokator, pengadu domba yang bersembunyi dibalik akun-akun bodong tanpa identitas.

Sekali lagi kebebasan bukanlah hal yang dapat dirayakan hingga kebablasan. Hargai hak-hak orang lain, hormati privasi orang lain. Hindari menghakimi orang lain hanya karena perbedaan pendapat. Jangan jadikan media sosial sebagai ajang mengadu domba dan provokasi. Jangan jadikan media sosial sebagai tempat sampah bagi ujaran kebencian, hujatan, dan sumpah serapah. Sebab, setiap individu memiliki mekanisme koping yang berbeda. Jangan sampai sebuah kata membunuh satu nyawa tak bersalah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang penikmat hujan sekaligus pecinta dunia literasi. Bagiku hidup adalah sebuah buku...

CLOSE