Meghakimi Orang Ke-Tiga Terlalu Kejam. Ketahui Dahulu Alasannya, Itu Lebih Bijak!


Sometimes, love come to right person on wrong time, and love come to wrong person on a right time. There is no choices, but just let your heart to decide it. And I decide to let my heart broken cause love him on wrong time


Siapa yang mau jika menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan percintaan? Terutama bagi seorang wanita. Tidak ada yang pernah mau menjadi orang ketiga. Pun sama denganku. Aku memegang prinsip utama untuk saling mencintai hanya dengan satu lawan jenis. Namun prinsipku goyah karena kehadirannya.

Semua ini bermula dari perbincangan ringan di Whatsapp yang kemudian berlanjut dalam perbincangan panjang membahas apapun. Mulai dari membahas pekerjaan, hobi, hingga akhirnya membahas tentang kehidupan keluarga masing-masing. Semuanya terasa nyaman dan begitu mengalir.

Kenyamanan itulah yang membuatku semakin tertarik pada dia. Sosok laki-laki bersahaja yang gigih dan selalu bersemangat. Sebenarnya sulit sekali membuatku jatuh hati pada seorang laki-laki. Tapi ternyata tidak berlaku pada laki-laki satu ini. Semua yang ada pada dirinya seolah sempurna dan sesuai dengan semua kriteria calon suamiku. Ah… cinta benar-benar membutakanku. Hingga akhirnya perbincangan kami pun semakin menunjukkan ketertarikan satu sama lain.

Aku tidak mungkin merespon terlalu jauh jika dia tidak menunjukkan kode dan respon yang sama. Berulang kali aku hanya menunjukkan respon seadanya bahwa aku menyukainya. Namun ternyata, dia menunjukkan respon lebih. Aku semakin bingung dibuatnya. Hari-hariku dibuatnya berwarna dan penuh senyuman. Oh Tuhan, benarkah ini namanya jatuh cinta?

Hingga suatu malam, dalam perbincangan ringan saat dia sedang tugas di lapangan, Aku memberanikan diri untuk bilang bahwa aku menyukai dan sayang padanya. Entah darimana kekuatan itu terkumpul. Tapi pada prinsipnya aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja. Hanya sebatas agar dia tahu. Karena sebenarnya dalam posisi saat itu, Aku sudah mengetahui bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan wanita lain yang saat ini tengah menjadi pacarnya. Tapi terserah dia pikirku, aku hanya ingin mengungkapkan saja. Begitulah, hingga akhirnya kalimat : "Aku sayang kamu" pun terucap dari bibir mungilku.

Dia kaget. Aku pun kaget. Dalam percakapan itu pun aku bilang bahwa ini hanya perasaanku saja. Tujuanku hanya untuk kamu tahu. Dan Aku pun sadar posisimu sekarang. Jadi terserah kamu. Akan tetapi ternyata respon dia diluar dugaanku. Dia pun mengatakan bahwa perasaan yang sama juga dia rasakan saat ini. Dia juga ingin menyayangiku, sama seperti aku menyayanginya. Namun dia sadar dengan posisinya saat ini. Sehingga konsekuensinya adalah apakah aku mau menjalin hubungan dengannya dalam posisi dia saat ini? Singkatnya apakah aku mau menjadi selingkuhannya?

Prinsip "jalanin dan nikmatin saja hubungan ini", menjadi pondasi awal hubungan kami. Layaknya orang berpacaran pada umumnya, kami pun menjalani hubungan ini. Setiap hari kami bertemu dan menjalani aktivitas bersama. Wajar, karena kami satu office. Sehingga mau tidak mau akan bertemu setiap hari. Tetapi, waktu akhir minggunya bukanlah dijalani denganku. Melainkan dengan pacarnya.

Setiap weekend, Dia dan pacarnya jalan ke berbagai tempat kemudian di posting di media sosialnya. Hal tersebut benar-benar menyakitkan hatiku. Bagaimana tidak, aku tidak pernah mengalami hal yang dia lakukan dengan pacarnya. Memang setiap hari kami bertemu, tapi moment untuk bersama tak banyak. Dan semua orang hanya tahu kami hanya teman biasa. Begitulah pola weekendku hampir sekitar 5 bulan menjalani hubungan dengannya. Menangis adalah rutinitasku pula setiap minggunya.

Berulang kali aku mencoba untuk mengatakan apa yang ku rasakan. Berulang kali pula dia mengatakan bahwa postingan tersebut adalah kebutuhan netizen di medsosnya, dan itu adalah konsekuensi dari hubungan aku dengannya.

Hari-hari berlalu begitu cepat. Hubungan ini sudah berjalan hampir setengah tahun. Dia pun mulai menunjukkan perubahan yang signifikan, Mulai dari respon chat-nya yang sangat lama, respon chat yang seadanya seperti tidak ada ketertarikan untuk berbincang, dan sikap menghindarnya yang terus-terusan dia tunjukkan. Aku pun mencoba untuk mengkonfirmasi apakah benar dia menghindar namun dia bilang dia hanya bersikap sama seperti sebelum-sebelumnya. Tidak ada perubahan. Saat itu, aku masih bisa menerima dan berlapang dada serta membiarkan saja sikapnya itu.

Hingga sampai pada satu hari, dimana Aku melihat screen wallpaper-nya sudah berganti dengan foto pacarnya. Apalagi dengan profile picture di account linenya, yaitu foto mereka berdua. Sakit sekali rasanya. Dulu dia pernah bilang bahwa dia tidak akan menyakiti hatiku dan akan menjaga perasaanku. Saat awal dekat dengannya, screen wallpaper-nya memang foto mereka bersama, namun karena Aku bilang bahwa perasaanku sakit saat melihatnya, dia pun menggantinya.

Tak berhenti dengan wallpaper itu, puncaknya adalah obrolan serius yang ku mulai ketika Aku sudah tidak sanggup lagi menahan gejolak didadaku. Aku pun mulai mengonfirmasi satu per satu pertanyaanku. Dari sekian banyak pertanyaan, hal yang paling menyakitkan adalah ketika dia mengatakan bahwa Aku bukanlah Pacarnya. Berbeda dengan Aku yang selama ini menganggap dia adalah pacarku. Dia bilang bahwa pacar itu adalah orang yang kau temukan saat sama-sama free dan kemudian bilang "Mau gak jadi pacarku?" Begitu katanya. Lalu ku tanya bagaimana denganku. Dia diam cukup lama. Hingga akhirnya air mataku mulai hangat membasahi pipiku.


Kamu itu special dan berharga bagiku. Andaikan saja aku bertemu denganmu di saat aku sudah siap dan aku tidak bersama dengannya, Aku pasti sudah menikahimu


Ada secercah harapan yang ku baca dari tuturnya tersebut. Dan Aku masih berharap bahwa dia masih menyimpan aku dalam ruang hatinya. Aku pun memutuskan untuk bertahan lagi dengan hubungan ini.

Tapi pilihanku pun goyah. Setelah untuk sekian kalinya ku temukan berbagai kebahagian yang menyelimuti kebersamaannya dengan pacarnya, sedangkan aku tidak. Entahlah, apakah ini hanya perasaanku saja atau tidak. Tapi dalam hubungan ini aku terlalu banyak mengalah pikirku. Aku hanya mengharapkan ia adil jika dari awal dia sudah memutuskan untuk bersama-sama menjalani hubungan ini. Tapi nyatanya, banyak kerikil tajam yang ku lalui.

Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Teringat salah satu percakapan kami dulu. Dia pernah berkata:


Aku tidak tahu apakah aku akan bertahan, kamu bertahan, kita bertahan, kamu yang mundur, aku yang mundur, atau kita yang sama-sama mundur. Yang jelas, kalau kamu mau kita jalani hubungan ini. Sampai batas waktu dimana mungkin takdir akan menjawab semuanya


Dan mungkin inilah batas waktu itu.

Aku memang mencintainya dengan tulus. Baru kali ini Aku mencintai laki-laki sebegitu dalamnya dan sebegitu bodohnya. Berhari-hari aku menangis setelah mengambil keputusan tersebut. Dan Dia hanya mengucapkan maaf sebanyak-banyaknya dan tetap akan berusaha membuatku nyaman dengannya. Dia masih menyisipkan kalimat:


Aku tidak pernah tahu bagaimana kelanjutan hubunganku. Mungkin saja besok aku putus dengannya, mungkin bulan depan atau entah kapanpun itu. Dan mungkin pada saat itu, aku akan kembali padamu. Makanya aku memilih menjalani hubungan kita apa adanya. Karena aku tidak tahu siapa jodohku. Jika takdirku adalah kamu, aku pasti akan kembali padamu.


Tuhan, sakit benar rasanya. Aku tidak tahu apakah mengikhlaskan seseorang yang kau cintai akan sesakit ini. Selama ini aku berusaha untuk menjadi pasangan yang terbaik untuknya. Namun sepertinya semua sikapku seakan ditentang dan dibuat salah oleh semua orang.

Menjadi seorang selingkuhan bukanlah pilihan yang kuinginkan dari awal. Aku hanya memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku dan membiarkan semuanya berjalan apa adanya. Namun sepertinya, baik dia dan lingkunganku, tak ada yang mendukung. Aku memilih bertahan sejauh ini, karena aku masih berusaha untuk menjaga komitmenku padanya. Setidaknya sampai sejauh ini, aku masih menjaga komitmenku untuk tetap menyayangi dia. Namun ternyata, tak ada respon lebih atau tak ada jawaban dari semua harapanku.

Dia pun mulai mengabaikanku perlahan-lahan. Aku pun mulai berjalan tanpa menoleh lagi padanya. Percuma. Percuma menyayangi orang yang sepertinya hanya setengah hati menyayangimu. Aku percaya pada rencana Tuhan bahwa dia akan mempertemukan dengan orang yang lebih baik setelah penantian panjang ini.

Untuk kalian semua, jangan pernah menyalahkan seseorang yang memilih menjadi orang ketiga dalam hubungan seseorang. Jangan menghakimi dia, tanpa mengetahui alasan sebenarnya. Orang ketiga bukan orang jahat. Ada keputusan hebat yang ia buat sehingga ia memutuskan untuk menjalani hubungan tersebut dan membuat dia bertahan. Lalu siapa yang salah? Periksa saja dahulu kesalahanmu sendiri sebelum menyalahkan orang lain.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

B types. Dieters. La tahzan innallaha ma'ana