Melihat Perilaku Mengakhiri Hidup dari Sisi yang Lain

Begitu kompleks, jauh lebih kompleks dari yang kelihatannya

Dua hari yang lalu, tepatnya tanggal 2 September 2021, netizen di Twitter ramai membicarakan berita mengenai peristiwa seorang mahasiswa tingkat akhir di Kota Malang yang ingin mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari jembatan. Beruntung, aksi nekat tersebut berhasil digagalkan oleh sejumlah polisi.

Advertisement

Diketahui, mahasiswa tersebut sedang mengalami depresi karena ia sedang mengalami sejumlah permasalahan berat, baik itu dalam kehidupan pribadinya maupun akademis. Sayangnya, ada beberapa netizen yang malah menjadikan peristiwa tersebut sebagai candaan, bahkan berkomentar mengolok-olok mahasiswa tersebut. Meskipun demikian, banyak juga orang yang memberikan dukungan, baik kepada mahasiswa itu maupun orang-orang yang sedang mengalami hal yang sama agar tetap semangat menjalani hidup.

Sebetulnya, mengapa seseorang bisa berpikiran untuk mengakhiri hidupnya?

Mengakhiri hidup adalah salah satu bentuk respon seseorang ketika dihadapkan dengan permasalahan yang begitu berat dan tidak kunjung terselesaikan. Mengakhiri hidup juga bisa disebabkan karena adanya trauma, depresi, perasaan tidak berharga, tidak disayangi, kesepian, mengalami kegagalan berulang, ditinggalkan oleh orang tercinta, dan sebagainya.

Advertisement

Perilaku menyakiti diri sendiri, salah satunya adalah mengakhiri hidup, dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan perasaan tidak nyaman di dalam hatinya, atau bahkan mengakhirinya. Mengakhiri hidup seringkali dianggap sebagai solusi atau pilihan terakhir ketika merasa sudah buntu dan dihadapkan dengan keputusasaan, padahal bukan.

Bagi orang yang tidak memahami, mengakhiri hidup seringkali dijadikan sebagai bahan olok-olok karena menganggap bahwa orang tersebut bermental lemah, tidak agamais, tidak bersyukur, kurang ibadah, dan sebagainya. Mereka menganggap bahwa mengakhiri hidup adalah hal yang sangat rendah dan dinilai bodoh.

Advertisement

Padahal, mengakhiri hidup sebenarnya bukanlah sebuah proses yang sederhana. Mengakhiri hidup adalah sebuah proses yang kompleks, melibatkan pertimbangan panjang, melalui proses dari stres yang terakumulasi, bisa sampai bertahun-tahun lamanya.

Orang yang mengakhiri hidup sebenarnya bukan ingin mati, mereka hanya ingin dimengerti.  Mereka membutuhkan bantuan, perhatian, dan kasih sayang. Bukan olok-olok atau cemoohan.

Kecenderungan mengakhiri hidup sebaiknya dideteksi sedini mungkin sebelum terlambat. Ada beberapa gejala yang dapat menjadi tanda bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk mengakhiri hidup, beberapa di antaranya adalah selalu ingin menyendiri, menghindari interaksi, menyakiti diri sendiri, tidak merawat diri, bahkan yang paling ekstrem, yaitu mulai membicarakan tentang kematian. Jika seseorang yang kamu kenal menunjukkan gejala di atas, ada baiknya kamu dekati dia dan tawarkan bantuan. Sedikit perhatian dapat begitu berarti baginya.

Kalau kamu pernah atau bahkan sedang punya pikiran untuk mengakhiri hidup, jangan malu untuk menceritakan masalahmu ke orang yang kamu percaya. Kalau pun tidak bisa, mencari bantuan pada profesional seperti psikolog atau psikiater juga tidak ada salahnya. Sayangi dirimu, ya.


Orang yang mengakhiri hidup sebenarnya bukan ingin mati, mereka hanya ingin dimengerti.


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang mahasiswa tingkat akhir yang lagi skripsian. Suka berbagi informasi seputar kesehatan mental dan komunikasi interpersonal, serta hal-hal lain yang masih relevan. Lebih suka menuangkan isi kepala ke dalam tulisan karena lebih enak aja gitu.

CLOSE