Kesenian Jathilan, Memperkenalkan Nilai Sejarah Kota Yogyakarta Melalui Tarian

Kesenian jathilan

Kesenian  Jathilan  merupakan  salah satu  bentuk  kesenian  rakyat  yang  tumbuh dan berkembang di  daerah Yogyakarta.

Kesenian rakyat ini sudah ada sejak  zaman  penjajahan  Belanda dan  terus berkembang sampai  masa  setelah kemerdekaan  hingga  sekarang.  Di Yogyakarta dan Jawa Tengah, ada beberapa tempat yang melestarikan Kesenian Jathilan melalui wadah/sanggar kesenian. Salah satu wadah/sanggar  Kesenian  Jathilan  ada  di Desa  Kaligintung,  Kecamatan Temon, Kulon Progo.

Sanggar  Kesenian  Jathilan yang berada di Desa Kaligintung Kecamatan Temon bernama Sanggar Kesenian Jathilan Wahyu  Turonggo.  Di  bawah  asuhan Budihardjo, sanggar ini berdiri  dari  tahun 1980-an  hingga saat  ini.  

Namun  demikian, sanggar  Kesenian  Jathilan  ini  perlu mendapat  perhatian  khusus  terkait dengan pengembangannya.  Hal  tersebut  karena sanggar Kesenian Jathilan Wahyu Turonggo memiliki dana yang besar untuk mencukupi kebutuhan sanggar, seperti pembaharuan kostum,  pembelian  peralatan  sanggar,  dan pelatihan  Kesenian  Jathilan yang menghasilkan kreasi dan inovasi yang baru.

Tarian  ini  mengisahkan  tentang latihan  perang  yang  dipimpin  Pangeran Mangkubumi  yang kemudian  bergelar  Sri Sultan Hamengku Buwana I yang bertahta di Kasultanan Yogyakarta untuk menghadapi pasukan  Belanda.  

Versi  ini  secara  rasional juga  dapat  diterima.  Sebagai  dasar  yang dapat digunakan untuk membuktikan adalah ketika  menyaksikan  pentas  jathilan Turangga  Budaya ketika ditampilkan  di kawasan  Candi  Prambanan,  seperti  tampak ada adegan ketika para prajurit menangkap buruan di hutan dan membakarnya sebelum dimakan.  

Bisa  jadi  tarian  jathilan  muncul sebagai  hiburan  para  prajurit  perang  yang letih,  lelah, dan lapar  di  pelosok-pelosok desa, kemudian  mereka berburu  hewan dan berpesta sambil menari-nari.

Setelah mereka kembali  dari medan  pertempuran  ke kehidupan  normal,  mereka  rindu pada  kesenian  ciptaan mereka itu  dan  kemudian mengemasnya  untuk  disajikan  di  wilayah pemukiman  secara  berkeliling  (Rohmat Djoko Prakosa, 2006:78-82).

Pembelajaran  sejarah  melalui  kesenian dalam  meningkatkan  pemahaman terhadap nilai-nilai lokal sejarah  memiliki  keterkaitan  erat antara  kesenian  dan  upaya  meningkatkan pemahaman terhadap  nilai-nilai  lokal.

Melalui  pembelajaran  sejarah,  guru dapat menanamkan  pemahaman terhadap nilai-nilai lokal masyarakat setempat. Dalam ilmu sejarah, terdapat kajian-kajian yang menjadi sub ilmu. Salah satunya adalah sejarah lokal yang  memiliki  keterkaitan  dengan penanaman nilai-nilai lokal.  

Kesenian Jathilan  Wahyu  Turonggo  memiliki  nilai-nilai  lokal  yang  perlu dilestarikan  dan ditanamkan  pada  masyarakat,  terutama generasi  muda.  Upaya  penanaman pemahaman terhadap  nilai-nilai  lokal tersebut  perlu  dilanjutkan  dengan  upaya peningkatan pemahaman. Supaya nilai-nilai lokal  tersebut  mampu  menginternalisasi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis