Menjadi Dewasa Itu Bebas Menentukan Pilihan Sendiri: Antara Merantau Untuk Menggapai Impian atau Menemani Orang Tua Menua Bersama

Menghadapi realitas kedewasaan dalam menentukan pilihan hidup yang menempatkan impian dan kewajiban.

Sewaktu kecil, aku kira menjadi dewasa itu berarti memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang kita inginkan, mendapatkan ini dan itu yang sebelumnya dianggap belum cukup umur untuk memilikinya. Tapi ternyata, setelah menjadi dewasa bukan hanya kebebasan seperti yang kita harapkan yang kita dapatkan, tapi juga tentang kebebasan untuk menentukan pilihan diantara pilihan-pilihan rumit yang datang dengan konsekuensinya masing-masing.

Advertisement

Nggak jarang pilihan-pilihan itu memaksa kita untuk memilih seperti ibaratnya terjung payung dari pesawat padahal kita takut ketinggian atau dipaksa untuk berenang dari tengah laut ke tepian untuk menyelamatkan diri, padahal kita tidak bisa berenang. Aku sadar bahwa menjadi dewasa berarti, kita bebas untuk memilih pilihan, ya tapi nggak ada jaminan pilihannya itu akan selalu menyenangkan, karena biasanya malah semakin mengekang kita.

Salah satu pilihan yang sebelumnya nggak pernah aku bayangkan akan menjadi permasalahan kedewasaan yang akan aku hadapi adalah ketika aku harus memilih impianku atau memenuhi baktiku kepada orang tua. Beranjak dewasa, ada banyak mimpi yang ingin aku gapai. Seperti merantau ke luar negeri, hidup mandiri di tempat baru yang aku tahu nggak akan mudah tapi tetap ingin aku rasakan, menjalani kehidupan sendiri dengan memiliki kendali penuh atas diri sendiri. Tapi tanpa disadari, seiring berjalannya waktu, dengan kesibukan yang aku jalani untuk memenuhi kepuasan sendiri, ada orang tua yang juga turut menua.

Aku ingat sekali, dulu sewaktu masih duduk di bangku SMP, aku pernah bilang ke keluargaku bahwa aku punya mimpi untuk tinggal di Seoul. Kala itu, mereka semua tertawa mendengar pengakuan impianku. Karena katanya aku nggak mampu. Bahkan sepupuku yang keluarganya lebih kaya dari keluargaku kesulitan untuk membiayai kehidupan di luar negeri. Apalagi aku yang berasal dari keluarga sederhana dan terlebih anak bungsu yang sudah kehabisan masa jaya ayahnya. Tapi terlepas dari semua pandangan remeh itu, aku tetap optimis dan mengusahakan yang terbaik untuk bisa menggapai impianku itu.

Advertisement

Sekarang aku sudah lulus kuliah. Sebagai seseorang yang senang belajar dan berada di kampus, aku ingin meneruskan studi S2 di luar negeri, di universitas yang sudah menjadi incaranku sejak dulu. Tapi semakin besar impianku, semakin besar pula rintangannya. Apalagi kalau sudah berhubungan dengan orang tua, semua ambisi impian itu luluh menjadi titik kecil yang terkubur di hati dalam-dalam.

Seiring bertambah umur, orang tuaku semakin membutuhkan bantuan anak-anaknya. Selain finansial, orang tuaku butuh teman untuk menemani mereka setiap hari. Hanya untuk sekedar bercerita, menemani makan, atau hanya sekedar untuk mencarikan barang yang hilang atau membantu menjembatani obrolan ibu dan ayah yang semakin nggak nyambung karena pendengarannya. Sedangkan anak-anaknya yang lain alias kakak-kakakku sedang berjuang di perantauan untuk membantu ekonomi keluarga. Berkali-kali ibu dan ayahku bilang,

Advertisement


Nggak usah jauh-jauh ya, nanti ibu sama ayah gimana? Sama siapa? Nggak mau jauh-jauh sama ade!


Kadang aku ingin bilang,


Lho, aku kan juga punya mimpi.


Tapi rasanya nggak tega, karena mungkin mereka juga dulu punya mimpi besar tapi harus mengalah demi kita anak-anaknya. Walaupun memang kita tidak pernah minta untuk dilahirkan, tapi bukankah seharusnya kita bersyukur karena telah diberikan kesempatan untuk merasakan hidup di dunia ini?

Di sisi lain, aku juga yakin bahwa semua hal yang terjadi di hidup aku, baik manis dan pahitnya, apa yang aku dapatkan dan apa yang belum aku dapatkan, semuanya sudah direncanakan dengan baik oleh Tuhan. Semua pasti ada alasannya dan pasti akan mendapatkan kebaikannya tersendiri. Jadi aku benar-benar menyerahkan semua hal ini ke sang pencipta.

Jadi tentang pilihan antara merantau demi menggapai cita-cita, atau menemani orang tua menua, untuk saat ini aku sedang menjalani pilihan kedua. Tapi tidak menggugurkan harapan ku untuk suatu saat aku bisa menggapai impianku untuk merantau ke luar negeri. Aku yakin, suatu saat aku bisa melewati tembok pembatas yang disebut takdir itu. Toh bahkan dalam agama sendiri, ada takdir yang bisa diubah, kan. Yang penting terus berusaha maksimal dan berdoa, serta ikhlas menjalani semua ini.

Setiap orang dihadapkan dengan berbagai macam pilihan yang kadang bukan pilihan-pilihan yang diharapkan, tapi itulah hidup. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Terkadang kita dihadapkan dengan hal-hal yang sulit dan nggak enak. Itu semua bertujuan untuk mendewasakan kita. Lalu setelah dewasa bagaimana? Ya tetap menjalani hidup yang terus akan memberikan kita pilihan-pilihan sulit, rintangan yang beragam. Bedanya, semakin dewasa kita menjadi semakin siap mengahadapi semua hal yang menantang dan tentunya lebih mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk kita. Setidaknya seperti itu harapannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Just a jurnal of Dina's ordinary days. Stay be yourself, love yourself, and be kind to everyone!

CLOSE