Musyawarah dan Mufakat Lewat Media Sosial

Menghentikan Perang Media Sosial dengan Musyawarah dan Mufakat

Dari satu patah katah atau sebuah kalimat ujaran kebencian atau penghinaan saja, bisa menimbulkan efek domino atau viral, yang semakin memanas antara yang membenci dan dibenci atau yang menghina dan yang dihina. Bayangkan saja hanya permintaan singkat dari orang yang tidak membenci, yaitu: suara Adzan agar dikecilkan volumenya, ditanggapi dengan kebencian yang amat besar, sehingga berbuntut panjang sampai yang bersangkutan divonis pengadilan 1, 5 tahun penjara.

Apalagi kata-kata yang lebih menyakitkan daripada permintaan volume Adzan dikecilkan, bila dipidana semuanya karena ulah para provokator di media sosial, maka akan timbul terus menerus kegaduhan yang berkepanjangan, antara yang setuju dan tidak setuju dengan vonis pidana yang dijatuhkan.

Oleh sebab itu sebaiknya bila ada ulah para provokator, sebaiknya kita bermusyawarah dan bermufakat untuk mencegah kita terburu-buru ikut arus skenario provokator tersebut. Sebagaimana provokator berhasil gunakan media sosial untuk mengadu domba dua belah pihak. Kita juga bisa gunakan media sosial untuk mendamaikan dua bela pihak, yang diadu domba tersebut, dengan cara bermusyawarah dan bermufakat.

Memang para provokator sangat licik dan selalu mencuci tangan seolah-olah bukan mereka yang menjadi penyebab langsung dan tidak langsung dari setiap konflik yang mereka rekayasa. Oleh sebab itu sebagai pemrakarsa dalam mengadakan musyawarah dan mufakat untuk mendamaikan kedua bela pihak, yang terlibat dalam perang media sosial, kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Agar kita tidak terjebak dan tersandera alam salah satu pihak pembenci atau yang dibenci. Kita harus bertindak seperti katalisator yang mempermudah reaksi musyawarah dan mufakat, dengan menurunkan suhu konflik yang amat tinggi dan tekanan konflik yang amat kuat.

Sebenarnya kita mempunyai Lembaga Permusyawaratan dan Permufakat Tertinggi Rakyat, tetapi jarang sekali Lembaga ini mau terlibat dalam membantu terjadi musyawarah dan mufakat antara dua kubu yang terlibat dalam perang media sosial. Malah mantan Ketua MPR dan Ketua MPR sendiri justru memanfaatkan media sosial untuk memprovokasi kubu benci pemerintah (KBP), sehingga berhasil mengadu domba KBP dengan kubu pro pemerintah (KPP).

Oleh sebab itu kitalah yang harus merintis musyawarah dan mufakat antara KBP dan KPP di tingkat terbawah secara online, sehingga kita bisa menyampaikan hasil musyawarah dan mufakat tersebut ke tingkat tertinggi, yaitu: MPR agar segera diadakan penghentian perang media sosial yang sudah tidak berhasil dicegah oleh ILC. Karena dalam acara ILC tidak berhasil dicapai musyawarah dan mufakat antara KBP dan KPP.

Demikianlah ide waras saya untuk para pakar media sosial yang bersedia memanfaatkan media sosial untuk mengadakan musyawarah dan mufakat antara dua kubu yang sudah diadu domba oleh para provokator, agar bisa menghentikan perang media sosial sehingga tidak terjadi kegaduhan berkepanjangan yang berpotensi memecah belah NKRI.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini