Peluk dan Cium untuk Bapak

Kamu pasti sudah tahu, darimana kamu lahir. Kamu juga pasti tahu, di dalam perut siapa kamu dikandung, menghabiskan waktu selama kurang lebih sembilan bulan lamanya, bermain di dalam sana. Kamu sudah tahu ‘kan siapa yang sedang kamu bicarakan? Tapi ada yang juga sama pentingnya dengan Ibu, orang yang sedari tadi kamu pikirkan itu. Orang hebat yang selalu menjadi peneman atau yang ditemani Ibu. Itulah Bapak, orang tuamu selain Ibu.

Kamu mungkin berkeyakinan bahwa Bapak adalah orang terkeras yang kamu kenal. Orang tergalak yang kamu kenal lebih dulu. Kamu bilang seperti itu, tatkala kamu melihat Bapak begitu keras dan galak di hadapanmu saja. Tapi percayalah, tidak demikian adanya.

Bapak memang bukan orang yang mengandungmu selama lebih kurang sembilan bulan itu. Bapak juga bukanlah orang yang harus berjuang antara hidup dan mati ketika melahirkanmu. Tapi, ingat akan satu hal penting, bahwa di darahmu, mengalir darah Bapak yang begitu kental.

Bapak juga bukan orang yang selalu menemani dan menjagaimu setiap waktu. Ia harus kerja di luar sana, guna menafkahi keluarganya, dan kamu termasuk di dalamnya. Maka percayalah, di tiap langkah kakinya, terdapat namamu sebagai penyemangat harinya.

Kamu mungkin merasakan pelukan Bapak kalah jauh hangatnya dengan pelukan Ibu. Tapi satu yang kamu tidak tahu, pelukan Bapak tidak sehangat dan seerat Ibu, sebab cintanya terhadapmu. Bapak takut tangan dan tubuhnya tidak sanggup melepaskanmu.

Jangan heran bila kamu juga jarang melihat dan mendengar Bapak menangis. Alasannya sederhana, Bapak hanya ingin terlihat kuat di depan buah cintanya. Supaya tidak ada rasa ragu untuk kamu berlindung di raganya, ketika kamu merasakan tidak aman.

Ketika kamu berada di luar rumah, Ibu sering menelponmu, sekadar bertanya kabar. Tapi keseringan itu terjadi karena Bapak yang mengingatkan Ibu untuk sesering mungkin menanyai kabar kamu.

Di malam hari, ketika orang rumah sudah tertidur semua. Bapak, yang padahal sudah lelah bekerja seharian, dan keesokan paginya harus kerja lagi, ia akan tetap terjaga pada malamnya. Bapak bahkan tak peduli meski harus berjinjit, pelan-pelan masuk ke dalam kamarmu, kemudian dengan penuh hati-hati mendekatimu yang tengah tertidur pulas. Untuk apa Bapak mendekati kamu? Bapak hanya ingin melihat wajahmu, sembari mendoakanmu pula. Hingga kecupan lembutnya mendarat pada halusnya keningmu. Bahkan sering pula Bapak melakukan hal bodoh sebelum meninggalkan kamarmu. Apa itu? Di depan pintu sebelum Bapak keluar, ia kembali menatap indahnya wajah kamu yang sedang tertidur pulas, dan tak jarang, air mata keluar dari matanya, seiring dengan Bapak yang keluar dari kamarmu.

Saat kamu sakit, Bapak sangat marah betul kepadamu. Bapak selalu berkata “Jangan main hujan-hujanan!” atau, “Jangan jajan sembarangan!” atau juga, “Kalau disuruh tidur siang, iya tidur! Jangan main terus!”. Kamu biasanya lari menjauh dari Bapak, dan mengharapkan perlindungan dari ibu. Kamu harus tahu satu hal lagi, bahwa di balik amarahnya itu, terselip sebuah kerisauan pada keadaan kamu.

Bahkan ketika kamu benar-benar dalam keadaan sakit parah, sehingga kamu harus berada di rumah sakit dengan waktu yang tidak menentu, Bapak akan selalu setia menemani kamu selepas Shubuh. Menjengukmu, sebelum Bapak berangkat mencari nafkah di pagi hari yang gelap itu. Bahkan setelah kerjapun, tak peduli sudah berapa banyak tenaga yang terbuang sedari tadi, Bapak akan dengan cepat menghampiri kamu yang masih tertidur sakit di sudut kamar rumah sakit. Ketika dokter menghampiri kedua orang tuamu, dan memvonis kamu mengidap sebuah penyakit yang tidak biasa sekalipun, ekspresi Bapak tidak bersedih. Bapak tetap diam saja, sedangkan Ibu menangis tersedu-sedu. Tapi tahukah kamu, Bapak adalah orang pertama yang keluar dari kamar itu, kemudian menangis begitu kencang di luar sana. Tanpa ada rasa malu, Bapak menangis sejadi-jadinya, ia tidak memperdulikan orang disekitarnya lagi.

“Ya Allah, ambilah nyawaku, jangan Kau ambil nyawa anakku. Bahkan kalau perlu, angkatlah rasa sakit anakku, dan tumpahkan rasa sakitnya kepadaku saja, biar aku yang menanggung sakit anakku ini. Aku mohon, sembuhkanlah anakku” doanya untuk kamu.

Ketika Allah menunjukan kuasanya, dengan menyembuhkan penyakitmu, Ibu dengan senangnya sujud syukur sembari mengucapkan Alhamdulillah. Sementara Bapak, ia hanya tersenyum kecil pada kamu. Tapi tahukah kamu, Bapak keluar dari kamarmu, dan segera menuju mushola rumah sakit itu. Usai shalatnya, Bapak mengucapkan doa yang begitu panjangnya, dan mengeluarkan segala tangisan yang sedari tadi disimpan, bahkan beberapa kali Bapak bersujud dengan waktu yang lama.

Ketika posisi bertukar, Bapak yang sakit, kemudian kamu dalam keadaan sehat. Tetap saja, Bapak tidak memperlihatkan tangisannya. Justru Bapak selalu memberikan senyum terindahnya kepada kamu, anak yang ia perjuangkan. Satu alasan kenapa Bapak justru tersenyum, karena ia tidak mau melihat kamu menangis dan ikut merasakan penderitaannya.

Bapak memang demikian sikap dan sifatnya. Sosok yang begitu kuat dilihat oleh mata kamu. Padahal Bapak hanya sebisa mungkin untuk tidak menangis di depan kamu. Bapak juga terlihat oleh matamu begitu tegas. Bapak selalu tegas, walaupun hati kecilnya selalu saja ingin memanjakan kamu.

Keringat yang dihasilkan karena kerasnya Bapak bekerja, merupakan butiran cinta agar bisa melihat kamu tumbuh dan kembang dengan baik, serta menjadi seorang manusia yang berbahagia di masa kini dan masa depan. Terkadang atau mungkin sering Bapak membentak kamu dan memberikan aturan begitu ketat, tapi percayalah, itu menyiratkan cinta Bapak guna bisa melihat anak-anaknya tidak terluka sedikitpun.

Tidak jarang penampilan biasa atau bahkan lusuh yang ditampilkan Bapak, serta tidak adanya baluran parfum di badannya, sebab Bapak lebih memikirkan bagaimana caranya supaya bisa mengumpulkan uang sebanyak mungkin guna menyekolahkan kamu setinggi mungkin. Karena hanya satu impiannya, menjadikan kamu orang hebat, yang bahkan jauh melebihinya.

Bahkan setelah kamu menjadi orang yang berhasil, dan terkadang melupakan Bapak. Tidak sedetikpun Bapak melupakan kamu, percayalah itu. Bapak selalu memberikan senyum khasnya, penuh cinta dan kasih, serta rindu yang menggebu-gebu. Di tiap sujud dan doanya, Bapak tidak akan melupakan nama kamu. Meskipun nama kamu tidak terucap keras dan lantang, tapi yakinlah, ia menanamkan kuat-kuat doa untuk kamu di hatinya, hingga tidak ada satu orangpun yang bisa mencabutnya.

Ketika kamu juga harus pergi meninggalkan Bapak dan hidup bersama pasangan hidupmu, Bapak adalah orang yang akan tersenyum senang dan sedih ketika melihat kamu duduk manis di pelaminan. Sulit untuk bisa tersenyum senang sambil sedih, tapi Bapak bisa melakukan hal itu, karena kamu. Hingga akhirnya Bapak benar-benar harus melepas kamu, doanya pada kamu tidak pernah terhenti,

“Ya Allah, waktu berlalu begitu cepat. Buah hatiku yang aku besarkan dengan perjuangan tak kenal waktu, kini sudah harus pergi meninggalkanku. Ya Allah, terima kasih atas waktu yang berlalu begitu cepat. Dan sekarang, tugasku menjadi seorang Bapak sudah selesai. Tapi satu pintaku untuk mengakhiri tugasku sebagai Bapak, berikanlah kebahagian untuk anakku dan pasangannya hingga ajal memisahkan kami semua” tangis kencang Bapak menutup doanya yang begitu sederhana itu.

Cinta Bapak kepada kamu sama besarnya dengan Ibu. Maka sudah seharusnya, diraganya juga tersedia surga bagimu. Oleh karena itu, sampai kapanpun, tetaplah setia dengan rasa hormat dan sayang kepada Bapak. Jangan pernah putus mendoakan Bapak, iya.

Kedudukan Bapak memang kalah dengan Ibu: Ibu, Ibu, Ibu, baru Bapak. Tapi posisi keempat tersebut tidak menyulutkan sikap dan sifatnya untuk tetap menjadikan kamu, buah hatinya, berada pada posisi pertama di hatinya.

Sudahi membaca tulisan ini, segera berbicara dengan Bapakmu. Sebelum datang kata “berpisah”, sebelum penyesalan menghampirimu, sebelum tangis karena perasaan penuh bersalah membasahi mukamu, dekap dengan erat tubuh ringkihnya. Peluklah dengan rasa cinta dan kasih yang tidak pernah kamu berikan kepada siapapun. Cium tangan dan kaki sucinya. Ucapkanlah kalimat sederhana namun terdengar jelas ditelinganya, “aku cinta Bapak”. Dan bila Bapakmu sudah tidak ada, ucapkanlah doa terbaik untuknya. Berdoalah sebaik dan sebanyak mungkin untuknya, karena pasti Bapakmu sedang mendengar dan tersenyum di sana. Percayalah, Bapakmu di sana juga tetap punya satu mimpi, melihat kamu bahagia dan sukses.

Kutulis dalam keadaan mengingat-ingat wajah Bapak, meingingat-ingat seberapa banyak uban Bapak, mengingat-ingat masa kecilku dengan Bapak. Iya, kutulis ini sembari mendengarkan lagu dari Elfa Singer yang didaur ulang oleh Payung Teduh, yang berjudul Masa kecilku . Meski tangisku bisa habis, tapi cintaku kepada Bapak takkan pernah habis. Peluk dan cium dariku, anak yang terus Bapak sebut namanya dalam doa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Universitas Mataram | Penggemar Manchester United | Aktif di Twitter | Penulis Buku: Jomblo Ngoceh