Pengalaman Seorang Introvert Menjadi Sales, Kepribadian Jangan Sampai Membatasimu~

Apa yang dirasain seorang introvert ketika harus menjalani pekerjaan sebagai Sales?

Sebagai fresh graduate yang termasuk ke dalam golongan yang buta akan dunia kerja, benar-benar buat aku ngerasa nggak punya arah masa depan yang jelas. Jalan di depan kelihatan abu-abu. Yang aku tau pokoknya setelah lulus kuliah, langsung kerja di perusahaan besar, dan gaji besar. Mau posisi apa terserah yang penting cocok dengan background jurusan aku yaitu Agribisnis.

Advertisement


Barulah setelah lulus aku sadar, ternyata dunia kerja itu amat-sangat luas, dan nggak gampang untuk mewujudkan impianku itu kalau cuma mengandalkan ijazah S1, sekalipun punya IPK cumlaude.

Tanpa adanya pengalaman kerja, dan soft skill lain, rasanya kayak cangkang yang kosong.


Dari luar mungkin kelihatan bagus, tapi setelah di buka ternyata isinya nggak seberapa. Ketika menyadari hal itu, aku bukan main kalang-kabut mencari petunjuk tentang dunia kerja ini. Ternyata selama ini pikiran dan wawasan ku sangat sempit. Setiap kali mau apply kerja di perusahaan yang buka lowongan kerja, pasti selalu dihadapkan dengan persyaratan yang aku nggak bisa penuhi. Ujung-ujungnya, nggak jadi apply. Kalaupun nekad tetap apply, jawabannya udah pasti ditolak. Kemungkinan untuk lolos administrasi aja itu kecil banget.

Advertisement

Sadar ternyata jalan masa depanku sulit, akhirnya setiap ada lowongan kerja yang buka, mau posisi apapun selama aku bisa memenuhi persyaratan yang diajukan, aku apply. Prinsipku waktu itu yang penting dapat kerja dan punya pengalaman kerja, supaya CV ku jadi lebih berbobot. 

Seteleh sekian purnama, akhirnya aku dapat pekerjaan di salah satu cabang perusahaan telekomunikasi yang ada di kota ku sebagai seorang Sales. Pekerjaan ini sifatnya proyek bukan tetap. Jadi selama proyek masih jalan, berarti aku masih kerja, dan proyek ini berjalan selama 3 bulan. Deskripsi pekerjaannya nggak banyak sih. Cari nomor pelanggan yang belum 4G, trus upgrade ke 4G kalau mereka bersedia, buat report harian. Target, udah pasti ada. Ya, namanya juga Sales ya. Gaji tergantung dari tercapai atau nggaknya target. Kalau target tercapai, atau melebihi target berarti gajinya besar ditambah dengan insentif, dan sebaliknya.

Advertisement

Singkat cerita, aku jalani pekerjaan ini selama 3 bulan sesuai dengan yang dijanjikan. Awalnya sulit banget buat aku jalani. Mungkin karena aku orang introvert yang kurang suka basa-basi atau berkata-kata yang manis sama orang asing dimana dalam pekerjaan ini aku harus melakukan itu supaya bisa menarik pelanggan yang mau kartunya di upgrade ke 4G. Alhasil, target nggak tercapai, dan cuma dapat gaji seadanya. Capek? Jangan ditanya lagi.

Rasanya nggak sebanding dengan semua rasa capek itu. Belum lagi uang bensin untuk keliling nyari pelanggan atau mengunjungi pelanggan ke rumahnya. Trus kenapa nggak resign aja? Seperti yang aku ceritain di awal, perjuangan ku untuk dapat satu pekerjaan itu nggak gampang. Banyak air mata, tenaga, uang, dan pikiran yang dikeluarkan, jadi ketika dapat pekerjaan aku nggak mau nyerah gitu aja meskipun keadaannya sulit.

Aku yakin bisa melewati ini, dan betah dengan pekerjaan ini. Ditambah lagi atasan ku yang sangat baik. Beliau nggak pernah menuntut ku harus mencapai target, atau marahin aku ketika target nggak tercapai. Akhirnya aku terusin pekerjaan ini sampai kontrak selesai. Normalnya orang bakalan sedih ketika kehilangan pekerjaan, atau kontraknya selesai, tapi nggak denganku. Aku justru ngerasa sebaliknya. Luar biasa lega. Sedih ya tetap ada, karena harus balik lagi jadi pengangguran, tapi rasa lega dan senang itu lebih dominan.


Aku sadar, ternyata aku nggak cocok dengan pekerjaan ini.


Pekerjaan yang menuntutku harus berada di lapangan, keliling menawarkan barang atau jasa, mencari pelanggan. Bulan pertama aku masih mikir, "Oh mungkin belum terbiasa. Lama-lama pasti terbiasa dan enjoy kok sama pekerjaan ini." Tapi ternyata aku salah besar. Semakin aku paksa, semakin besar tekanannya terhadap psikologis ku. Setiap pagi, aku sama sekali nggak semangat, selalu dirundung rasa bingung. Otak cuma mikir,

"Hari ini mau keliling kemana lagi?"

"Dapat pelanggan atau nggak?"

"Kalau nggak dapat gimana? Apa yang mau dilaporin?"

Begitu terus selama 3 bulan. Belum lagi perasaan nggak enak karena selalu nyusahin orang-orang terdekat untuk bantuin aku mencapai target atau seenggaknya hari itu dapat 2 atau 3 pelanggan yang kartunya berhasil ku upgrade, supaya ada yang buat dilaporin. Stress banget rasanya sampai nggak tau lagi udah berapa kali aku nangis berdoa supaya diberikan kemudahan menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan dikasih pekerjaan yang lebih baik lagi sesuai dengan passion ku.

Selain fisik yang capek, ternyata mental ku juga capek. Aku yang terlalu memaksakan diri untuk menyelesaikan pekerjaan ini tanpa sadar justru membuat alam bawah sadar ku merekam ini sebagai kejadian traumatis. Bukannya pekerjaan ini buruk. Nggak sama sekali! Aku bersyukur diberi kesempatan untuk kerja di posisi ini. Sayangnya posisi ini nggak cocok dengan ku yang introvert ini. Mungkin bakalan jauh lebih mudah kalau aku punya kepribadian yang ekstrovert, atau orang yang memang suka berinteraksi dengan banyak orang, senang di lapangan kali ya.

Setiap kali aku ingat tentang gimana susahnya perjuangan buat terus bertahan dengan pekerjaan ini, menghadapi pelanggan yang komplain tentang perusahaan yang mana aku sama sekali nggak tau apa masalahnya, ditolak, bahkan dicuekin pelanggan, dan kenangan lainnya, hati ku rasanya sakit, dan cepat-cepat aku alihin ke yang lain supaya nggak kepikiran lagi. Sebagian orang yang baca ini mungkin mengangggap aku lebay. Terserah, tapi memang ini kenyataan yang aku rasain.

Tapi bukan kehidupan namanya kalau nggak ngajarin kita sesuatu. Dari pengalaman ini, aku belajar buat lebih menghargai pekerjaan, terutama dalam bidang penjualan dan posisi sebagai Sales, karena berhadapan langsung dengan pelanggan itu benar-benar nggak gampang. Kita dituntut harus professional dan mengesampingkan urusan, mood pribadi. Butuh mental yang kuat untuk siap kerja di lapangan.

Terakhir dan paling penting aku belajar dan berhasil nemuin passion ku sendiri. Passion itu ternyata sebegitu pentingnya. Walaupun pendapat ini masih kontroversial, karena ada sebagian pendapat yang tidak setuju kalau passion itu penting. Tapi buat aku pribadi, itu penting banget. Pesan ku untuk teman-teman mahasiswa, atau yang baru mau kerja, semakin cepat kalian nemuin passion kalian, semakin mudah kalian untuk dapat pekerjaan. Jadi tentuin dulu passion kalian dimana, terus pikiran matang-matang. Langkah selanjutnya tentuin gimana caranya buat mencapai passion kalian itu, apa aja yang dibutuhin. Terakhir kerja keras untuk mencapainya diiringi dengan doa.

Sekian cerita dariku. Semoga ada manfaat yang bisa kalian dapatkan. Terima kasih udah mau baca ceritaku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE