#RemajaBicaraKespro-Tentang Sakit Hati: Hurt Heart dalam Penembakan Virtual

Curhatan Binta si penembak virtual


Hurt = sakit

Heart = hati


Advertisement

Sakit hati. Aku bukan orang yang berpengalaman dalam percintaan. Jangan tanyakan mengenai tata cara nge-date pertama kali padaku, aku sangat buta dengannya. Aku hanya ingin bercerita seuprit mengenai pengalaman hubungan virtual dan reality-ku, anak sekolah menengah pertama. Jadi… here we go! (Nama pada cerita adalah samaran)

Saat matahari mulai menarik selimutnya untuk segera pamit, Nio sahabat semenjak piyikku tiba tiba mengajakku untuk mencari es krim matcha favoritku. Ia menarik lenganku paksa tanpa menunggu jawabku karena tau aku pasti akan berkata, "Tunggu sebentar, aku tanya mama dulu." Tapi tak apa, aku tak marah dengannya karena dia berjanji ia yang akan memasang badan jika aku dimarahi. Katanya, "Jika mamamu ingin memarahimu, langkahi dulu aku!"

Aku selalu terkekeh. Sombong sekali seakan berani melawan mamaku yang seperti titan. Hingga sampai di kedai es krim yang berhiasan klasik kami memesan satu matcha dan satu cokelat. Kami menikmatinya bersamaan dengan senja yang juga menyaksikan kami. Saat esnya sudah habis dan hanya tersisa ice cone, ia kembali membuka mulut.

Advertisement

Besok aku akan pergi ke Jakarta, begitu katanya. Aku tak melarangnya. Aku bilang, "Ya sudah pergi saja, have fun ya! Kalau balik jangan lupa oleh-oleh." Aku tutup dengan candaan dan tanpa ada tawa balas darinya. Kami berjalan kembali ke arah semula tanpa ada yang membuka percakapan. Aku heran kenapa ia menjadi pendiam dalam seketika. Suasana sangat canggung. Aku benci suasana ini.

Hingga esok harinya, aku bangun jauh lebih pagi mendahului matahari di hari Minggu. Mamaku yang mendesak katanya Nio akan segera berangkat menyeberangi kota dengan benda roda empat yang sudah berkali-kali menginjak aspal. Aku menurut saja. Jujur saja aku sedikit kesal kenapa Nio harus pergi? Kenapa ia tak menetap saja? Lagi pula aku tak akan mencurinya dari kedua orang tuanya, begitu pikirku.

Advertisement

Aku menggunakan kaus putih biasa dengan celana legging hitam biasa. Aku hanya membawa sekantong keripik untuk kuberikan pada Nio agar ia bisa mengunyahnya saat di perjalanan. Saat itu aku berdecak kesal kenapa ia tak katakan dari jauh hari ia ingin pergi. Bukan karena aku sedih, tapi karena aku merasa aku bisa memberikan hadiah yang lebih layak.

Nio ternyata sudah berdiri di depan pagar bersama keluarganya. Mama dan papaku juga sedang berpamitan. Alhasil aku pun pura pura sedih saja kehilangan Nio biar tak dikira mati rasa, hahaha.

"Nio, aku kasih kamu keripik kesukaan kita ini. Jadi nanti kamu balik kamu harus kasih aku yang lebih ya!" Begitu ucapku tanpa pikir panjang. Ia berterima kasih, kami berbicara cukup banyak namun ia hanya menjawab dengan singkat tanpa senyum.

Setelah ia berangkat aku terus-terusan mengiriminya pesan. Mulai dari bertanya kabar keripik hingga sudah sampai di mana, semua ia balas dengan emot tersenyum meski aku tak tau apa ia benar benar tersenyum atau tidak. Mulai di sinilah hubungan virtual kami dimulai.

Hingga tiga bulan kami masih sering berhubungan dan bercerita, namun aku rasanya mulai merindukannya. Aku bertanya pada ibuku kenapa Nio tidak kembali. Ibu menjawab dengan entengnya, "Mereka sudah pindah, Binta. Mereka bukan liburan. Nio akan balik kapan saja, tapi tidak waktu dekat ini." Aku mematung dengan mata membulat. Menggerutu kenapa Nio tak bilang jika ia pindah bukan hanya liburan?

Aku sering melamun hingga beberapa hari. Aku juga berhenti berhubungan dengan Nio karena masih merasa kesal. "Kamu kenapa sih, Ta? Kok melamun terus?" Mama menepuk bahuku dan bertanya saat melihatku duduk di depan sofa sambil menatap TV dengan tatapan kosong. Aku katakan alasan aku sering melamun akhir akhir itu. Hitung-hitung Mama adalah tempat membuang unek-unekku pada Nio!

Mama dengen enteng berkata cari saja teman baru, lagipula Nio sekarang pasti sudah punya teman baru. Aku membentak kesal dan masuk ke kamarku. Aku menangis dan berpikir apa benar Nio sudah punya teman baru?

Sejak hari itu aku mulai sering kesal dan sensian. Bahkan mamaku bergosip dengan nenekku membicarakan sikapku yang mudah marah-marah dengan kalimat, "Mau menstruasi pertama kali, jadi memang agak sulit mengatur emosi. Kamu sabar ya Sa, jangan dibalas bentak," kata nenekku. Aku menyimak saja. Aku tau apa itu menstruasi dan pubertas, tapi aku hiraukan percakapan mereka.

Aku mengirimi Nio pesan yang berisi kekesalanku padanya. Tak lama ia membalas pesanku. "Kamu yang tidak mempedulikan perpisahan kita, Ta. Bukan aku yang jahat. Kamu yang terlalu menyepelekan segala hal dan membuat hal itu seakan akan baik-baik saja." Begitu kurang lebih isi pesannya. Hingga saat ini aku masih tak mengira anak kelas 7 SMP bisa mengetikkan hal seperti itu.

Aku tak tau mengapa meski ia berkata seperti itu kenapa aku hanya sedikit kesal. Malah aku semakin merindukannya. Dengan perasaan malu aku bercerita pada mamaku. Lalu mamaku tersenyum tipis dan menjelaskan, "Kamu sudah pubertas, Ta. Kamu sudah mulai menyimpan rasa pada lawan jenismu." 

Aku merenungkan kata kata mamaku. Apa benar aku menyimpan rasa pada Nio? Dan sejak kapan? Aku berdiri dari dudukku, memasuki kamar mandi untuk buang air kecil sebelum pergi tidur. Ternyata aku menstruasi.

Ini adalah menstruasi pertamaku. Tentu saja aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku bertanya pada Mama dan Mama mengajariku apa saja yang harus dilakukan. Yang paling menyeramkan adalah harus mencuci pembalut setelah digunakan. Aku juga diberi tau banyak peringatan lainnya yang membuatku harus menghafalkannya.

Mamaku lalu kemudian membahas tentang perasaanku pada Nio. Ia menyarankanku untuk jujur saja dan tanyakan apakah ia memiliki rasa yang sama atau tidak. Bukan agar kami berpacaran, namun agar aku dan Nio dapat saling jujur.

Malam itu juga aku mengiriminya pesan. "Nio, aku punya rasa denganmu. Bagaimana denganmu? Aku hanya ingin kita saling jujur." Begitu ucapku to the point. Aku berdebar, namun aku paksakan untuk tidur. Hingga esok harinya aku mendapat jawab, "Terima kasih Ta, tapi maaf untuk sekarang aku hanya menggangapmu teman. Tidak tau nanti, hehe." Begitu pesannya. Aku sedih dan sekaligus ia membuatku menunggu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE