Selengkap Apa pun di Kota, Rumah Tetap Menjadi Pemenangnya

Sudah hampir 2 bulan lamanya saya mencari ilmu di Kota Surakarta atau orang lain menyebutnya dengan Kota Solo. Sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang mempunyai julukan The Spirit of Java. Julukan tersebut mengandung arti bahwa Solo merupakan jiwanya jawa yang tidak bisa dilepaskan dari Budaya Jawa. Solo dikenal sebagai kota yang aman dan murah. Hal itu membuat orang tua saya memilih kota ini sebagai salah satu kota tempat saya mencari ilmu. Awal bulan Agustus, saya sudah diharuskan untuk berada di Solo untuk mengikuti rangkaian acara PKKMB. Tanpa bermodal pengalaman jauh orang tua, saya memberanikan diri merantau ke Kota Solo. Walaupun hanya 2 jam dari kampung halaman, tentu saja ini merupakan pengalaman pertama merantau dan jauh dari orang tua karena selama SD, SMP, dan SMA saya tidak pernah mondok di Pondok Pesantren.

Advertisement

Ketika kecil yang saya pahami tentang merantau yaitu seorang suami yang pergi meninggalkan anak dan istrinya untuk bekerja ke luar kota, ke luar pulau, ataupun ke luar negeri. Namun, saat ini saya mengerti bahwa istilah merantau bukan hanya istilah untuk orang pekerja saja melainkan juga bisa untuk mahasiswa. Mahasiswa rantau yaitu orang yang meninggalkan kampung halamannya dan harus berjauhan dari orang tuanya karena sedang menempuh proses pembelajaran di suatu institusi pendidikan.

Setelah bertemu teman yang juga merantau, ternyata ada beberapa tipe mahasiswa perantau yang saya ketahui. Pertama, mahasiswa yang pulang seminggu sekali karena jarak tempuh ke rumah yang terlampau dekat. Ini seperti yang saya lakukan karena jarak dari kost ke rumah hanya 2-3 jam. Kedua, mahasiswa yang pulang kampung sebulan atau dua bulan sekali. Hal ini karena jarak rumah yang lumayan jauh dan tarif perjalanan yang dibutuhkan untuk pulang pergi juga tergolong mahal. Ketiga, mahasiswa yang pulang kampung hanya akhir semester atau setahun sekali karena jaraknya ke rumah sangat. Bahkan, ada juga mahasiswa yang hanya diperbolehkan pulang kalau sudah lulus karena mahalnya ongkos perjalanan.

Hidup jauh dari orang tua memang tidaklah mudah. Awalnya mungkin pernah berpikir akan merasa bebas atau bisa main kapan pun karena tidak ada pengawasan dari orang tua. Akan tetapi, hidup jauh dari orang tua menuntut kita untuk belajar mandiri. Dulu jika ingin makan sudah disediakan di meja makan, tetapi sekarang harus keluar untuk mencari makan. Jika malas keluar mencari makan tentu saja akan kelaparan di kost. Kemudian, yang sebelumnya ada yang mencucikan baju kini harus mencuci baju sendiri. Apalagi ketika sedang sakit, yang sebelumnya ada Ibu yang merawat kita kini kita sendirilah yang mencari cara supaya bisa sembuh.

Advertisement

Merantau atau menjadi anak kost akan belajar bagaimana cara memanajemen keuangan. Kita perlu mengetahui kebutuhan apa yang menjadi prioritas untuk dibeli sehingga jatah bulanan dari orang tua cukup untuk keperluan kuliah, makan, mandi, dll. Bukan hanya mengenai mengatur keuangan saja, tetapi juga harus pintar mengatur waktu. Biasanya ketika di rumah selalu ada yang mengingatkan waktu untuk makan, ibadah, belajar, dan tidur. Akan tetapi, ketika jauh dari rumah haruslah mengatur waktu sendiri.

Menjadi mahasiswa perantauan juga perlu untuk beradaptasi. Tidak jarang mahasiswa yang mengalami culture shock. Tantangan yang dihadapi yaitu sulit beradaptasi pada awal perkuliahan, sulit mengatur keperluan sehari-hari, belum terbiasa dengan aturan yang berlaku di lingkungan sekitar, dan bertemu teman baru dengan latar belakang yang berbeda-beda. Fase beradaptasi saat mengalami culture shock merupakan bagian dari pengenalan lingkungan baru yang meskipun membutuhkan waktu, namun jika kita dapat bertahan dan menikmati prosesnya maka akan menjadi pengalaman hidup yang berharga di masa depan.

Advertisement

Di kota orang ini, selalu berpikiran untuk pulang padahal rasanya belum lama meninggalkan rumah. Bukan karena nyaman atau tidaknya, tetapi menurut saya tidak ada tempat senyaman rumah sendiri. Walaupun disuguhkan indahnya kota Solo dan orang-orang baik di sekeliling saya, masih merasa rindu terhadap suasana rumah yang selalu terlintas dipikiran. Rindu dengan suasana kampung halaman yang sunyi dan sejuk. Dengan pulang mungkin dapat menumbuhkan semangat baru dan tentunya menjadi obat rindu.

Rumah merupakan tempat ternyaman yang menjadi tujuan akhir untuk pulang. Rumah yang juga menjadi tempat istirahat ternyaman. Tempat dimana penghuninya selalu menebarkan kasih dan sayang. Walaupun tidak pernah memandang rumah mewah atau sederhana, tetapi disitulah tersimpan banyak kisah yang tak ternilai. Dimana pun dan sejauh manapun kita pergi, menurut saya rumah tetap menjadi pemenangnya. Terdapat juga pepatah yang mengatakan sejauh apapun kita melangkah, rumah adalah tempat kita kembali.

Dari sini saya memperoleh pengalaman dan pembelajaran jika hidup itu tidak hanya soal senang saja. Kadang perlu untuk membiasakan diri dengan sesuatu yang tidak kita sukai. Awalnya memang merasa tidak nyaman, tetapi seiring berjalannya waktu pasti akan terbiasa juga. Dengan jauh dari orang tua dan hidup di kota orang adalah suatu fase untuk membentuk diri menjadi lebih dewasa. Merantau merupakan proses yang sedang kita perjuangkan untuk mencapai apa yang diinginkan. Di tanah ini, semoga perjuangan dapat dilakukan sebaik-baiknya sehingga dapat pulang dengan mewujudkan harapan dari orang tua.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Pendidikan Kimia UNS

CLOSE