Surat dariku, Si Pengidap Depresi: Aku Kesepian, Aku Sendirian.

Mewakili mereka yang mengalami depresi tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkannya.

Tulisan ini dibuat untuk mewakili mereka yang mengalami depresi, tapi tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan isi hati mereka. Mungkin masing-masing orang mengalami fase depresi atau pemicu yang berbeda, tapi setidaknya tulisan bisa mewakili sedikit dari apa yang mereka rasakan. Semoga…

Advertisement

Jiwa ini terasa sendu. Gelap, takut, bingung, marah, kecewa, sedih, kesepian, tidak punya semangat, tidak punya tujuan. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku bisa jatuh ke lautan gelap dan dingin ini?

Pertanyaan demi pertanyaan terus menghujaniku. Aku sendiri tidak tahu jawabannya apa. Mata ku ini sembab. Air mata tak henti-hentinya keluar sebagai bentuk yang mewakili isi hatiku. Bisikan-bisikan negatif itu seperti radio yang berputar, masuk ke telingaku, dan merasuk hingga ke hatiku. Sampai kata itu muncul.

Mati.

Ya, aku ingin mati. Sepertinya itu satu-satunya solusi yang dapat aku pikirkan. Tapi bagaimna caranya? Bagaimana caranya mati tanpa harus menyakiti diri sendiri, tanpa harus melawan takdir? Tidak ada kan.

Advertisement

Aku kesepian. Aku sendirian. Tidak ada yang membantu ku melewati ini. Merasa ditinggalkan orang-orang terdekat. Keluarga, teman, sahabat kemana mereka semua. Aku ingin bercerita. Aku ingin didengarkan bukan dihakimi atau dinasihati. Tapi kenapa setiap aku mulai ingin bercerita, mereka justru menghakimi dan memberi ku banyak nasihat. Awalnya ku turuti ucapan mereka. Sayangnya itu sama sekali tidak membantu.

Oh ya, mereka juga sering bilang seperti ini,

Advertisement


"Kamu itu gak bersyukur!"

"Lu kurang bersyukur deh. Coba lihat sekeliling lu yang hidupnya lebih susah dari lu."

"Hah? Depresi? Gue lebih depresi dari lu."

"Masa sih lu depresi? Ah ngarang lu!"

"Ibadah lu kurang kali. Gih sana berdoa sama Tuhan."

"Percuma dong lu berdoa tapi masih kayak gini aja. Rukiyah aja  ya."


Perih. Hati ku tertusuk dan tersayat-sayat mendengar ucapan mereka. Kata-kata itu bukannya memberi ku semangat atau melegakan pikiranku, tapi justru semakin menenggelamkan ku ke dalam laut gelap dan dingin. Mereka tidak mengerti! Bahkan bagi mereka depresi itu tidak nyata. Sesuatu yang tabu. Seharusnya aku sudah bisa menebak apa yang akan mereka katakan, ya kan?

Ketika mereka menyuruh ku berdoa, aku ingin sekali berteriak di hadapan mereka. Berdoa adalah hal utama yang pasti aku lakukan

Mereka tidak tahu bahwa orang yang mengalami depresi seperti ku ini, sudah banyak berdoa. Memohon petunjuk kepada Tuhan. Bertanya kepada Tuhan kenapa aku seperti ini. Ya bisa dikatakan ibadah ku jauh lebih rajin dibandingkan mereka, orang normal.

Aku kehilangan semangat hidup. Hobi yang biasanya bisa memberiku semangat, terasa … hambar. Bangun dari tempat tidur ini saja rasanya berat. Aku hanya bisa berbaring di tempat tidur ini. Merenung. Melamun. Menangisi hidup ku yang tidak ada artinya ini. Hidup ku yang menyedihkan ini.

Di luar matahari bersinar terang. Memamerkan cahaya kuning keemasannya. Hari baru, harapan baru, semangat baru bagi mereka, orang normal. Aku benci matahari dengan sinarnya yang menusuk-nusuk kulit ku. Aku lebih suka langit mendung, hitam, dingin, dengan petir, dan hujan lebat. Aku suka itu. Tapi suasana itu tidak ada diganti dengan cahaya menyakitkan itu. Selembar gorden sepertinya tidak cukup untuk menghalau sinarnya. Ah, seharusnya aku memasang berlapis-lapis kain supaya tidak terkena paparan sinar matahari. Kenapa tidak turun hujan saja sih?

Lihatlah. Alam semesta pun seperti tidak bisa memahamiku.

Ya Tuhan, cepatlah akhiri ini semua. Aku sudah lelah dengan hidupku ini. Atau setidaknya kirimkan seseorang yang bisa membantu ku melewati ini semua. Tolong aku …

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE