Surat Resign Sebagai Bucin: Terima Kasih! Sekarang Aku Akan Lebih Mencintai Diri Sendiri

Surat resign sebagai bucin

Maafkan aku kurang menjagamu. Seharusnya aku belajar untuk menghargai diri sendiri sebelum mulai mencinta. Aku sadar kurang mencintai diri sendiri. Terlalu naif jika kau saja sudah cukup untukku.

Advertisement

Aku menaruh harapan dan siap bertahan lalu patah hati. Aku lupa, setiap patah hati sama saja. Sama-sama membentuk sebuah album yang bernama Kenangan'. Menggoreskan warna kelabu berdebu di dinding kamarku.

Pernahkah aku mengatakan ini padamu?


'Kau terlalu tenggelam dalam duniamu. Aku bahkan tak mampu menolongmu keluar dari dalamnya kau menenggelamkan diri. Menyiksa diri. Melupakan ada seseorang yang menantimu pulang.'


Advertisement

Sepertinya tidak. Jadi baca saja tulisanku ini.  Surat Pengunduran Diriku;

Patah hati tidak pernah sesakit ini sebelum mengenal yang namanya cinta pada lawan jenis. Yang ku tahu patah hati itu hanya karena mainanku rusak, dulu. Patah hatiku sesederhana itu. Kamu berhasil memodifikasinya. Selamat!

Advertisement

Apa sekarang kau senang? Kau baru saja berhasil meremukkan hati anak gadis orang. Membuatnya terpesona dan mengikatnya dengan rindu sepanjang hari. Sekali lagi, Selamat!

Haruskah aku mengirimkan sebuah hadiah? Mungkin sebuah bolpoin akan cocok. Agar kau dapat menuliskan namaku di lembar harimu. Menjadikannya narasi meski di ruang sempit. Lebih dari itu aku tahu bolpoin akan sangat membantumu?

Aku akan memberimu suatu fakta menarik.

Sesuai data penelusuranku jumlah penduduk di dunia mencapai angka 7, 53 M berdasarkan Badan Statistik Amerika Serikat pada tahun 2018. Banyak yah. Mirisnya, duniaku seperti berputar di poros matamu saja. Anganku berada di tanganmu tetapi anganmu berada jauh meninggalkanmu. Kau melepasnya pada angin. Bodoh.

Apa kamu ingin mendengar lelucon?

Kamu dipenuhi kenangan bersamanya. Aku berbunga dalam mimpi menjadi bagian dari kenanganmu. Dalam mimpi saja. Kenyataannya aku tak mampu menjadi bayangan. Pemeran pengganti. Ban serep. Ataupun sebagai Wakil dalam sebuah birokrasi.

Garing. Dan, faktanya..

Menjadi semua itu bukanlah anganku.Hari ini aku ingin hilang. Memungut kembali sisa-sisa patahan hatiku. Merawatnya dan mencintai diriku sendiri. Berharap waktu akan menutup lukaku. Berjalan di serpihan kaca tajam berharap tidak melukai itu sungguh mustahil bukan? Aku hanya orang biasa yang terbiasa mencintai bukan dicintai.

Tenang…aku akan tetap mengenangmu sebagai buaian yang pernah mengisi datarnya hidupku. Sudah cukup aku mematahkan hati sendiri demi menatap matamu bisu. Kebisuan bisa menyakiti lebih dalam lebih dari yang kau kira. Aneh bukan?

Hadiahku? Tentu saja penyesalan. Terlambat menyadari mencintai seseorang yang tak ingin dicintai itu pekerjaan sia-sia. Aku tak ingin berakhir menjadi Budak atas nama Cinta. Hei! Perbudakan sudah lama dihapuskan dan dijamin oleh konstitusi. Aku berhak memilih dan dipilih ?


Tidak percaya? Mari kuceritakan.


Di masa lalu orang-orang membutuhkan perjuangan keras yang menggila hanya untuk dibebaskan sebagai seorang budak. Liberte, Egalite, Fraternite. Sepanjang sejarah dipenuhi perjuangan yang berdarah-darah. Aku tak ingin menghidupkan kembali perbudakan dengan nama lain atas nama 'CINTA'.

Kau tahu tiga indikasi perbudakan atas nama cinta?

Pertama, Bodoh. Setiap kesalahanmu adalah benar dan aku hanyalah seorang hamba yang akan selalu memaafkan semua perbuatanmu. Semua yang ada pada dirimu adalah benar dan aku tidak memiliki daya upaya terhadap perbuatanmu. Aku memaafkan semuanya.

Kedua, Egois. Meskipun pelbagai suku, bangsa, ras, bahasa mewarnai aku akan tetap memandangmu. Tatapanku hanya tertuju padamu. Kekuranganmu tak terlihat di mataku. Kamu sempurna. Aku percaya itu. Yang lain? Ke laut aja!

Ketiga, Tidak Tahu Malu. Penolakan yang kau lontarkan tidak membuatku patah arang. Bingung, jalan mana yang akan aku tempuh untuk kembali. Sikap tidak tahu maluku selalu membawaku kembali padamu. Menerima semua sikapmu. Memakan mentah semua jenis penolakanmu. 

Hebat bukan?

Coba tebak aku sekarang berada di titik mana? Bodoh? Egois? Tidak tahu malu? Atau justru ketiganya?

Senang mengenalmu, Vague. Ini penutupan dari Surat Pengunduran Diriku.

Bahwa benar karena kau, aku meragukan banyak hal. Ragu apa mungkin aku bisa mendapatkan bahagiaku bersamamu. Ragu kau dapat mencintai aku sebaik ibuku. Ragu apa kau telah mencintai dirimu sendiri. Ragu aku adalah yang terbaik di antara yang terbaik.

Jangan berkecil hati karena aku pernah berada di titik 'bodoh' karena kau. Tetapi tidak cukup bodoh untuk tetap tinggal di sisimu. Aku mengerti, tidak setiap perasaan harus berbalas. Bukankah sekarang aku sudah cukup cerdas? Itu karenamu. Terima Kasih!

Lewat mencintai diri sendirilah aku belajar menjadi seorang manusiawi. Menjadi gila untuk orang lain sungguh tak manusiawi. Aku belajar banyak darimu. Aku seorang murid yang cepat belajar. Sungguh!

Oh ya! Aku hampir lupa!

Sampaikan salamku pada seseorang yang akan menerima kau dan bertahan untukmu. Ceritakan padanya bahwa pernah ada aku yang tak suka merugi karena cinta. Yang melepasmu untuk berjumpa dengannya di masa depan. Katakan jika ia berhutang padaku karena aku merelakanmu pada saat cinta tumbuh subur di hatiku.

Bahagiamu masih bahagiaku. Tetapi hidupku adalah hidupku. Hatiku adalah hatiku. Ada yang lebih berhak mengatur ke mana hati ini akan berlabuh dan menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Jikapun aku memiliki waktu yang cukup untuk itu.

Selamat bersenang-senang. Nikmati waktumu. Temukan apa yang membuatmu bahagia. Segalanya telah berlalu. Sedangkan aku, biarkan aku bangun dari mimpiku. Hidup dalam nyataku hingga waktu akan menjawab semua misterinya.

Semoga saja kau berhasil bertemu dengannya. The One. Selamat berbahagia, Vague!



With pleasure,

Aku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Trying my best?

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE