Susahnya Jadi Penyabar di Zaman Sekarang. Buka Suara Dikit, Eh Dibilang Baperan~

Menjadi penyabar

Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk sabar. Sabar untuk menunggu untuk menerima kado saat ulang tahun. Sabar untuk menunggu buka puasa di bulan Ramadan. Sabar untuk menunggu orang terkasih pulang. Bentuk sabar itu banyak dan tentunya semakin kita besar sabar seharusnya menjadi bagian dari diri kita. 

Advertisement

Dengan latihan yang begitu panjang, bukannya sabar seharusnya menjadi bagian dari diri kita? Saat kita sedang gelisah, melatih sabar bisa jadi solusi. Atau, menentukan bersikap sabar saat harapan kita tidak terpenuhi? Untuk yang nomor dua, sabar pasti ada batasannya. Alasan? Banyak banget! Mulai dari lelah terus terintimidasi dan harapan yang tak kunjung berubah. 

Siapa sih yang nggak mau hidup dengan rasa nyaman, dihormati, dan merasa kalau dirinya memiliki derajat yang sama dengan makhluk lain di muka bumi? I am. I think that is the greatest joy in the world. Realita kadang tidak selalu manis. Itu terbukti kok. Kita berusaha untuk sabar karena tahu berlaku menyebalkan hanya akan mempersulit masalah. Untuk apa menjadi pribadi yang pendendam? Itu kalo kata si sabar yang ada di dalam diri kita yang berbisik setiap kali ingin mengeluarkan semua populasi kebun binatang dari mulut. 

Worth it? Sayangnya, mereka selalu punya alasan untuk menjadikan diri mereka korban. Padahal kita tahu bahwa ia yang harusnya merasakan itu. Mereka merasa superior dengan segala hal yang mereka miliki. Hasilnya? Lelah dengan terintimidasi. Pelan-pelan melupakan sabar karena jera. Jera menjadi orang yang tidak dapat melawan karena layaknya berbicara dengan dinding.

Advertisement


Negatif banget? Bukannya hidup harus positif?


Oh! Jangan salah. Menjadi pribadi yang sabar itu selalu positif dalam hidup. Selalu sigap dalam memberi bantuan, berbicara seperlunya, dan berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi orang-orang sekitar. Apa hubungan antara menjadi sabar dengan melakukan semua itu? Ia bukan seorang pleaser, tapi ia tahu bahwa itu adalah aset terbaik baginya karena percaya bahwa terlalu banyak yang tidak sabar untuk melihat bagaimana ia bisa membuat hidup orang lain lebih baik dengan keberadaannya.

Advertisement

Ironis? Tentu si sabar tidak melihatnya sebagai semua tragedi. Melainkan, berharap bahwa orang lain bisa melihat bahwa itulah arti hidup. Lelah? Terlalu lelah untuk dideskripsikan betapa lelahnya melihat orang lain dengan kesombongan merasa bisa membuat orang-orang tunduk padanya. 


Jadi tetap harus menjadi pribadi yang sabar? Nggak ada ruginya kok. Anggap saja kesabaran itu melatih dirimu untuk menjadikan kamu sepenuhnya sebagai seorang makhluk hidup. 


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE