Tentang Rasa yang Sudah Tidak Bisa Dipaksa

Sebenarnya aku pun sudah paham arti dari memperjuangkan seseorang. Awalnya aku tak ingin melakukan ini, tapi tak tahu mengapa semangat ini datang tanpa aku inginkan. Kamu, ya kamu adalah sebuah alasan mengapa aku berani mengambil resiko yang berat "memperjuangkan sebuah komitmen yang tersusun rapi dengan ekspektasi kita akan bahagia dengan segala cinta yang kita punya."

Advertisement

Seiring waktu berjalan, aku menemukan arti dari sebuah keyakinan. Ketegasan diri untuk bertahan pada satu pilihan. Sebuah pilihan yang tak seharusnya aku pedulikan begitu dalam kala itu. Namun, lagi-lagi sang waktu yang merubah segalanya. Dan aku pun terjatuh, pada suatu rasa yang mengharuskan aku untuk bertahan dan memperjuangkan komitmen ini entah sampai mana.

Aku mulai ya? Memperjuangkan hubungan ini adalah sebuah hal yang sudah aku pikirkan matang-matang. Dengan berbagai rasa takut gagal atau kisah yang mengenaskan di waktu lalu terus saja membayangiku, tapi mudah saja aku lawan tanpa aku pernah sedikitpun berpikir "mengapa tidak berkaca dengan kisah yang lalu?"

Saat itu kau sakit. Aku hanya ingin menjengukmu, membawakanmu beberapa buah dan makanan sehat untukmu, ikut merasakan suka cita menyambut kesehatanmu. Tapi kau melarang. Kau tahu? Aku hanya ingin terlihat ada dan peduli. Tidak, aku tidak berlebihan.

Advertisement

Tak sekalipun terlintas dibenakku bahwa ini adalah sesuatu yang percuma. Mungkin saja Tuhan ingin aku lebih giat lagi. Bodoh ya? Hingga akhirnya kegaduhan di kepala dan rasa letih dalam hatiku tak bisa lagi aku sembunyikan. Kok malah berjuang sendiri?

" Kamu capek? Yaudah diakhirin saja, ya?

Advertisement

Kalimat seperti itu nggak bisa dengan mudah dilakukan sebagaimana layaknya aku memilih untuk memperjuangkan kita kala itu. Entah mengapa namamu yang selalu aku perbincangkan pada Tuhan dalam doa kini aku merasa Tuhan telah menjawab tapi dengan jawaban yang lain. Jawaban yang mengharuskan aku untuk berhenti memperjuangkan sesuatu yang nggak seharusnya aku lakukan.

Rasanya seperti berhadapan dengan pistol di depan mata, yang sebentar lagi peluru itu akan dengan cepat menembus kepala, lalu hancur. Atau pergi berbalik arah menghindari serangan peluru, tapi malah hancur juga karena peluru menembus punggungku.

Dan benar saja, dengan adanya kenyataan saat ini benar-benar mampu memutuskan kebahagiaan dalam diriku, dengan sekejap. Nelangsa setengah mati tapi Tuhan yang baik menjawab do'aku. Mungkin memang harus begini jalannya, harus bisa ikhlas dan sadar bahwa kau terlalu jauh untuk aku gapai.

Tenang saja, kau tak usah lagi resah akan segala keluh kesahku setiap hari. Biarkan saja kita berjalan sebagaimana baiknya kita saat ini.

Aku pergi ya?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

The Best Future Wife Is A Teacher :) Call me syfa and visit my Blog ;)

CLOSE