Ternyata, Tidak Semua Kulina Bisa Berakhir dengan Tresna

Kita terbiasa bersama.

Advertisement

Mungkin karena kita berawal dari kampung halaman yang sama.

Kita terbiasa bersama sejak awal kuliah hingga akhir kuliah. Sering mengambil kelas yang sama. Sering satu kelompok di kelas. Aktif dalam organisasi yang sama. Lokasi KKN pun sama.

Selama kebersamaan itu, aku memperhatikanmu tanpa sadar. Semua orang tahu bahwa kau adalah teman yang baik. Aku pun berpendapat sama. Kau selalu menjadi sosok yang bertanggungjawab pada tugasmu. Kau selalu bisa diandalkan dalam segala urusan. Kau selalu ringan tangan membantu teman yang membutuhkan. Kau sopan. Humoris. Pandai berkomunikasi dengan banyak orang dari berbagai kalangan usia. Kau bahkan juga disukai anak-anak. Dengan semua kelebihanmu itu, barangkali tanpa sadar aku mengagumimu seperti banyak gadis lain di kampus kita.

Advertisement

Kita terbiasa bersama.

Orang-orang pun mulai sering menjadikan kebersamaan kita sebagai bahan candaan. Aku hanya tertawa sambil diam-diam menyembunyikan debaran aneh di dalam dada. Sementara kau hanya diam sambil tersenyum. Kau tidak pernah marah. Sikapmu padaku pun tidak pernah berubah sekalipun banyak teman yang terus menggoda. Kita tetap menjadi teman baik yang sering bertukar pikiran. Aku selalu sadar bahwa meskipun kau sangat ramah, kau selalu membangun sebuah dinding imajiner yang tidak bisa kulampaui. Kau tidak pernah membicarakan hal-hal pribadi kepadaku. Pembicaraan kita berkisar pada soal tugas kuliah, dosen, rencana skripsi, organisasi, teman-teman lain dan semacamnya.

Advertisement

Diam-diam, aku menyelipkan namamu dalam doaku.

Kita sungguh terbiasa bersama. Kita pernah pulang bersama dari lokasi KKN di bawah guyuran hujan deras, melewati sunyinya hutan jati di kiri kanan jalan. Ban sepeda motormu mendadak bocor dan aku merasa berdosa karena malah bersyukur, memikirkan waktuku yang bisa semakin panjang bersamamu. Kau dewasa dan menyenangkan seperti biasanya. Aku masih menyimpan sedikit harapan dalam hatiku yang tersembunyi, bahwa suatu hari, mungkin saja suatu hari perasaanku akan tersampaikan kepadamu.

Jika benar witing tresna jalaran saka kulina, bukankah seharusnya kau juga akan jatuh cinta kepadaku?

Waktu terus saja berlari.

Kita masih terbiasa bersama. Aku tidak pernah tahu apakah kau pernah sekali saja menyadari tentang apa yang kupunya untukmu. Bahwa tatapanku mungkin berbeda dengan gadis lain. Bahwa aku selalu senang mendengarkanmu berbicara. Bahwa aku selalu bersyukur pada setiap kesempatan yang kupunyai untuk bisa bersama denganmu. Tapi lama-lama aku sadar. Aku tidak boleh larut dalam harapan yang kupupuk sendiri. Aku harus membuka mata dan melihat kenyataan itu, bahwa kau tidak pernah sekalipun melihat ke arahku.

Kau memperlakukanku sama dengan teman perempuanmu yang lain. Kau memang baik pada semua orang. Kau tidak pernah berbagi masalah pribadimu denganku. Ketika kita berjalan bersama, kau selalu mengambil satu langkah lebih depan dibanding langkahku. Aku pun hanya bisa menatap punggungmu, punggung yang selalu bergerak menjauh tanpa membiarkanku menggapainya.

Pada suatu hari yang lain ketika kita kembali melewati hujan jati itu, aku benar-benar bersyukur karena hujan kembali turun hingga aku bisa menyembunyikan air mataku.

Aku menatap punggungmu dan entah kenapa, aku menangis.

Aku sadar, tidak semua hal bisa dipaksakan sekalipun ada kebersamaan. Salah satu hal itu adalah perasaan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya suka kopi, buku dan kamu. Iya, kamu, yang setia bertahan biarpun saya masih ngambekan.

CLOSE