Duka Sepak Bola Jadi Refleksi Atas Karakter Generasi Muda di Negeri Ini

Turut berduka atas wafatnya supporter bola PERSIJA, Haringga Sirila dalam Laga Big Match PERSIB Vs Persija. Duka mendalam pasti dirasakan oleh keluarga korban, dan seluruh lapisan masyarakat sangat menyayangkan kejadian yang bukan kali pertama ini terjadi. Sangat disayangkan memang, ajang yang harusnya dijadikan saling mengokohkan persaudaraan justru berujung kematian.

Semua kalangan menyalahkan si tersangka, yang ternyata masih terbilang muda. Menghujat tanpa jeda, tanpa memberi ruang untuk menilik kebelakang. Tempat kejadian perkara ternyata terjadi dikeramaian, dan disaksikan puluhan orang. Lalu kenapa tak ada yang mencoba melerai atau memisahkan? Mungkin keinginan itu ada, namun apa daya kalah dengan rasa takut akan jadi korban selanjutnya mengalahkan jiwa kemanusiaan mereka. Karena memang sebagai mahluk, kita dianugerahi insting untuk menyelamatkan diri. Jadi stop saling menghujat, mari kita bermunajat dan meniti apa yang salah dengan pribadi-pribadi saat ini?

Pendidikan peradaban itu dimulai dari rumah, dan orangtua adalah sang inspirator atau imitiatornya. Kenapa inspirator atau imitiator? Karena anak-anak adalah peniru ulung. Meraka akan lebih bisa menerima dan mencerna apa yang mereka lihat daripada apa yang kita ajar. Lalu apa kaitannya dengan fenomena terbunuhnya supporter bola kemarin? Jika dilihat dari video yang beredar, para tersangka adalah pelajar yang masih dibawah umur. Usia yang notabenenya masih sibuk mencari jati diri,dan mudah sekali tersulut emosi.

Individu-individu yang belum menemukan "Siapa Aku? " ini mudah sekali digiring, untuk hal-hal yang menurut mereka keren dan memicu adrenalin. Lalu apa yang perlu diperbaiki, agar hal seperti ini harapannya tidak terjadi lagi sebagai orang tua, mari kita bantu anak-anak kita untuk belajar memanage emosi? Minimal kita memberi contoh kita memiliki menajemen emosi yang baik. Contohnya, jika kita sedang marah dengan pasangan, jangan jadikan anak juga sebagai tempat pelampiasan. Karena hal yang paling ditakutkan, anak nantinya akan menjadikan orang lain sebagai tempat melampiaskan emosi mereka juga.

Menajemen emosi ini sangat penting sekali dibekali, bahkan dari usia dini. Karena ketika kita dalam kondisi emosional terpicu oleh suatu hal, akan sulit sekali berpikir secara rasional. Dan para tersangka pun, pada saat emosi sedang normal paham bahwa apa yang mereka lakukan tidak bermoral dan pasti berujung sesal.

Selanjutnya adalah pendidikan karakter. Kita sebagai orang tua saat ini semakin berlomba meyekolahkan anak di usia dini, padahal yang terpenting adalah pendidikan karakter yang didapat dari orang tua sebagai teladannya. Karena anak adalah refleksi dari diri kita. Mari kita berjuang, memahat teladan bagi mereka untuk sebaik-baikanya masa depan.

Dan yang terpenting dan paling utama adalah, mengajarkan anak mencintai Tuhan. Salah satunya dengan cara bersyukur atas pemberian Tuhan sekecil apapun itu. Mari ajak mereka mensyukuri setiap moment kehidupan yang terjadi. Kalah menang dalam sebuah kompetisi itu pasti, namun jauh dari itu ada banyak hikmah yang harus dipelajari dan nikmati sebagai proses pembentukan pribadi yang mawas diri dan lebih bijak dalam mensikapi. Cintai anak-anak kita dengan segala keunikannya, agar mereka merasa berharga lalu tak lantas menjadi santapan empuk kenakalan remaja yang di luar sana.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini