Kelangkaan Budaya Mengantre

Mengantre adalah cerminan budaya kedisiplinan suatu masyarakat. Sayangnya saat ini masih jauh dari cerminan yang baik. Mengantre, dari katanya saja kita sudah lama salah dalam mengejakannya.

Advertisement

Mengantre sudah menjadi budaya yang seharusnya turun temurun dan tak lekang dimakan oleh waktu namun seiring berjalannya waktu budaya yang menjadi kebiasaan ini seolah pudar terkikis oleh kids jaman now dalam generasi milenial yang selalu dimanjakan oleh kecepatan.

Memang perkembangan teknologi di era serba cepat ini yang membuat segalanya kini serba cepat adalah hal yang baik, namun tanpa kita sadari perlahan hal ini pun mengubah kebiasaan emosional kita. Yang tadinya sabar menjadi sedikit terburu-buru karna sudah biasa dimanjakan oleh kecepatan. Sehingga budaya mengantre pun perlahan jadi memudar.

Kini banyak slogan-slogan yang menyerukan budayakan antre, mengapa?
Karena memudarnya budaya ini memang nyata dirasakan oleh banyak masyarakat.

Advertisement

Contoh besar yang menurut saya amat mengganggu ialah di lampu merah. Banyak sekali pengendara yang tidak sabaran menunggu lampu menjadi hijau sehingga tetap jalan walaupun lampu menunjukkan lampu merah. Hal ini yang justru membuat kacau lalu lintas, padahal jika bersabar sedikit saja mungkin lalu lintas tidak akan jadi kacau.

Berawal dari keegoisan kecil seperti ini yang akhirnya jadi merugikan masyarakat banyak. Memang benar peribahasa,

Advertisement

"Karna nila setitik jadi rusak susu sebelanga."

Terbukti dari hal ini dimana keegoisan segelintir orang saja dapat merugikan banyak pihak. Kekacauan di lalu lintas ini mungkin terjadi karna kurang tegasnya peraturan yang mengurusi soal lampu merah. Masih sepelenya lampu merah di mata masyarakat yang membuat pelanggaran yang dianggap "kecil" ini berulang kali dan masih saja terjadi.

Namun bukan berarti pemerintah hanya berdiam diri menanggapi hal ini, kita tetap harus mengapresiasi tindakan pemerintah dalam hal ini. Salah satu contohnya ialah dalam pemasangan cctv di beberapa lampu merah yang menurut saya sudah cukup efektif. Dimana cctv ini dapat membuat beberapa pelanggar jadi takut untuk melanggar karna khawatir akan terekam di cctv.

Namun itu saja masih belum cukup, menurut saya seharusnya kita sebagai warga masyarakat saling peduli untuk mengingatkan sesama pengguna jalan raya sekalipun kita tidak kenal dengan pengguna jalan raya lainnya. Mengapa? Karena menurut saya sanksi sosial masih menjadi jurus paling ampuh untuk membuat seseorang yang melanggar menjadi jera.

Namun tak hanya di jalanan saja, di tempat-tempat kecil seperti toilet pun masih minim kesadaran masyarakat akan pentingnya mengantre. Tata cara kita mengantre selama ini masih salah. Seharusnya kita tidak menunggu persis di depan pintu toilet melainkan mengantre di belakang jajaran toilet. Mengapa seperti itu? Karena cara mengantre seperti itu orang yang terlebih dahulu antre akan dapat menggunakan toilet terlebih dahulu.

Berbeda dengan cara yang banyak dipakai di masyarakat dimana orang yang menunggu di depan pintunya lah yang bisa masuk terlebih dahulu. Cara ini bisa dibilang tidak adil untuk orang yang datang terlebih dahulu. Sama halnya dengan di lift dan kereta. Dalam dua hal tersebut saya rasa masyarakat kita masih jauh dari kata baik dalam mengantre.

Mengapa? Masih banyak orang yang ingin buru – buru dan mementingkan diri sendiri, padahal di dua tempat tersebut seharusnya kita mementingkan orang yang terlebih dahulu turun dibanding yang ingin naik. Hal kecil seperti inilah yang sebenarnya perlahan merusak moral bangsa. Tanpa kita sadari hal kecil ini telah mencerminkan ketidakdisiplisinan masyarakat kita yang belum baik.

Jika hanya satu atau dua orang saja ya tidak masalah, tapi kenyataannya kan ini terjadi pada jutaan populasi di negeri kita ini. Mengapa saya sangat prihatin terhadap permasalahan ini? Karena kembali pada opini saya tadi, kurang sabarnya masyarakat dalam mengantre mencerminkan buruknya kedisiplinan warga negeri kita ini.

Mengapa kedisiplinan menjadi tolak ukur? kita ambil contoh negara Jepang, mereka dari hal kecil seperti menyebrang saja sudah sangat disiplin. Mereka sabar mengantre menunggu lampu merah untuk menyebrang. Bayangkan dari hal sekecil itu saja mereka sudah sadar akan pentingnya bersabar dan berdisiplin otomatis bisa berdampak pada keseharian. Kedisiplinan tersebut dapat terbawa ke dalam etos kerja mereka, ibadah mereka, dan kegiatan mereka lainnya.

Maka dari itu saya pribadi tidak heran, Jepang yang dulu dua kota besarnya yaitu Hiroshima dan Nagasaki dibombardir habis oleh sekutu kini menjadi salah satu poros ekonomi dan kemajuan teknologi dunia. Hal ini tak terlepas dari tindakan mereka setelah dibom habis oleh sekutu.

Pemerintah pertamanya ialah selamatkan guru terlebih dahulu. Mengapa? Karena pemerintah Jepang sadar bahwa guru dapat mengubah mental dan perilaku penerus bangsa mereka. Dari hal dasar dalam bidang pendidikan itulah mindset dan perilaku masyarakat dapat berubah. Karena yang mencerminkan baik buruknya suatu masyarakat ialah perilaku masyarakat itu sendiri.

Maka dari itu saya menekankan dibutuhkannya kesadaran dalam hal berperilaku disiplin dari hal kecil seperti mengantre. Saya pribadi menjamin jika disiplin bangsa Indonesia sudah baik, maka korupsi, penipuan, dan kasus-kasus yang merugikan masyarakat lainnya akan musnah dari tanah air kita tercinta ini.

Mari kita tingkatkan kedisiplinan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE