Apakah Kita Hanya Diam Saat Orangutan Terpinggirkan?

Orangutan terancam punah, lantas bagaimana kita menyikapinya?

Orangutan merupakan satwa yang hidup di Indonesia tepatnya di daerah Sumatera dan Kalimantan. Orangutan sendiri diklaim telah memiliki kesamaan DNA dengan manusia sebesar 97%. Orangutan biasa hidup di hutan tropis dan daerah rawa-rawa. Di Indonesia sendiri orangutan terbagi ke dalam dua jenis, yakni orangutan Borneo atau nama latinnya "Pongo pygmaeus" dan orangutan Sumatra dengan nama latinnya "Pongo abelii". Berbicara perihal makanan yang dikonsumsi oleh orangutan itu sendiri yaitu buah-buahan, daun-daunan, kulit, bunga, madu dan serangga. Meski dikabarkan bahwa orangutan mampu hidup selama 45 tahun, namun dengan kondisi yang ada saat ini tentu kondisinya diragukan.

Dewasa ini orangutan seakan terpinggirkan, mereka dijual, diburu, hingga dibunuh. Hal ini terlihat dari menurunnya populasi orangutan yang ada di Kalimantan. Hal ini juga ditegaskan dengan adanya laporan riset bertajuk "First Integrative Trend Analysis for A Great Ape Species in Borneo" pada bulan Juli lalu yang dilakukan oleh Truly Santika bersama 46 ilmuan dari beberapa universitas, The Nature Conservancy (TNC) dan lembaga lainnya.

Faktor yang mendasari perihal menurunnya populasi orangutan adalah semakin menyusutnya habitat alami orangutan dan adanya perburuan yang semakin besar. Soal menyusutya habitat terjadi karena wilayah hutan yang notabene habitat mereka telah berubah menjadi kawasan perkebunan, hutan tanaman, pertambangan dan pembangunan infrastruktur-infrastruktur baru. Serta semakin merambaknya perkebunan sawit dan karet.

Dengan rusaknya habitat orangutan, praktis orangutan akan keluar dari habitat asli mereka yang secara langsung mereka bakal kehilangan makanan mereka. Hal ini akan memacu orangutan mencari makan di ladang warga, di perkebunan warga dan bahkan masuk ke pemukiman warga. Sehingga warga akan berfikiran bahwa orangutan adalah hama yang harus dimusnahkan. Alhasil, orangutan diburu dan dibunuh secara sadis seperti di mutilasi dan ditembak beberapa kali dengan senapan angin. Sebuah situasi yang sangat ironis tentunya.

Sejatinya orangutan adalah satwa yang kuat. Hal ini terlihat dari beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2006 dan 2009 saat terjadi musim kemarau, orangutan masih dapat bertahan hidup. Begitu juga di tahun 2007 saat terjadi kebakaran hutan, di mana makanan orangutan banyak yang musnah, sehingga mereka beralih memakan makanan lain yakni daun, kulit, batang dan akar. Namun mereka tetap mampu bertahan hidup. Permasalahnnya kini tinggal soal habitat. Di mana kita sebagai manusia yang paling berperan di dalam perusakan habitat orang utan itu sendiri. Oleh karenanya sudah sepantasnya kita untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.

Kerjasama berbagai pihak untuk melindungi habitat orangutan seperti ini sebenarnya telah dirintis sejak beberapa tahun lalu demi kelestarian orangutan di Indonesia yaitu dengan cara membangun Bentang Alam Wehea-Kelay yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Orangutan. Kemudian beberapa pihak yang berkewajiban juga telah melakukan pelepas liaran kembali orangutan pasca kembali dari trauma mereka.

Tak hanya itu, kita juga dapat berperan aktif dalam kelestarian orangutan yakni dengan cara tidak memelihara orangutan di rumah, hal ini mengingat bahwa orangutan bukan satwa peliharaan. Serta tidak mengkonsumsi daging orangutan. Selanjutnya adalah turut berperan dengan cara memberikan donasi kepada lembaga-lembaga yang peduli pada pelestarian orangutan. Tak berhenti disitu, kita harus fokus bersama di dalam menangani penyebab pembunuhan orangutan dan tak lupa untuk memberikan edukasi bahwa tindakan membunuh orangutan adalah perbuatan yang sangat tidak pantas.

Dan tak lupa perlu penegakan hukum yang efektif dan tegas. Semua itu demi kelangsungan hidup orangutan di masa mendatang. Tentu kita tidak ingin anak cucu kita hanya melihat orangutan melalui gambar di museum-museum seperti kondisi kita saat ini yang melihat Dinosaurus hanya lewat gambar-gambar di buku dan melihat fosil-fosilnya di Museum.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Alumni Univeritas Negeri Semarang, program studi Sastra Inggris. Hobi membaca, menulis dan bermain futsal.