Terlalu Cepat Menyimpulkan; Sampe Gak Tahu Mana Sebab Mana Akibat

Terlalu cepat menyimpulkan. Terlalu mudah memvonis sesuatu.

Advertisement

Gak semua yang kita pikir itu benar. Apalagi menduga yang diperbuat orang lain itu salah. Lalu, kita mau bilang pikiran ita benar? Itu illmu dari mana kawan. Kasih tahu dong, biar saya juga bisa berguru.

Sekali lagi, kita terlalu cepat menyimpulkan.

Lalu kamu bilang sesuatu yang jelek itu musibah. Sesuatu yang baik itu anugerah. Belum tentuk kok. Karena kita gak pernah tahu apa yang akan kita dapatkan selanjutnya. Kita gak tahu apa yang akan terjadi sesudahnya? Mengapa terlalu cepat menyimpulkan. Lagi kuliah pengen cepat selesai, lalu bekerja. Setelah bekerja malah tersiksa. Pengen begini, pengen begitu tapi gaka ada yang bisa dihasilkan. Lalu bilang "belom jodoh". Lha, gak ada yang dikerjain tentu gak ada hasilnya kawan. Semuanya, paling mujarab bilang, "gak apa gak berhasil, yang penting sudah berusaha". Tapi dalam hatinya menyesal Emang udah sebesar apa usaha kita? Serem banget gak sih. udah terlalu cepat menyimpulkan, ditambah gak bersyukur lagi.

Advertisement

Maaf nih. Kayak yang lagi jomblo…. Iya jomblo. Kadang terlalu cepat menyimpulkan.

Baru papasan sebentar. Dan gak sengaja mata saling bertatapan. Hati langsung berbunga-bunga aja. Dalam hati, langsung bilang kayaknya cocok tuh cewek ama gue. Kayanya gue lagi jatuh cinta nih. Hahaha, cepet banget bikin kesimpulan.

Advertisement

Padahal gak kenal, ketemu di jalan, dikasih senyum. Langsung ke-geer-an. Lalu, bilang ke temennya, “kayaknya gue jatuh cinta ama cowok itu”. Dasar jomblo …. hehehe, suka terlalu cepat menyimpulkan.

Bagaimana mungkin kita bisa menyimpulkan sebuah buku dengan hanya membaca satu halaman saja. Sungguh, kita terlalu cepat menyimpulkan. Tentang apapun, tentang apa aja yang terjadi pada diri kita.

Ya, kita emang suka kecepetan. Nyimpulin apa aja. Mungkin gak cuma jomblo sih. Orang banyak juga suka gak sabaran. Akhirnya, bikin kesimpulan sendiri. Mungkin itu udah sifat manusia kali ya. Kata orang udah dari sono-nya. Gak tahu sono yang mana ?

Orang tua juga suka terlalu cepat menyimpulkan. Memvonis anaknya begini, begitu. Pernah denger ucapan begini gak? “Udah, gak usah banyak alasan. Kamu pasti main ke tempat itu lagi ya”. "Pasti kamu belum belajar ya, dasar anak susah diatur". Begitulah, orang tua yang suka "nyalahin" anaknya. Terlalu cepat menyimpulkan.

Gubernur yang menggusur warga Kampung Pulo di bantaran kali, kita bilang tidak berpihak pada rakyat. Presiden yang menaikkan harga BBM, kita bilang gak becus mimpin negara. Terus, apa lagi yang mmau kita simpulkan tentang apa aja yang terjadi di dekat kita. Memang gak ada yang salah, tapi bisa jadi itu juga baru "gejala awal" atau hiptesis kata orang pinter. Lalu, kenapa terlalu cepat menyimpulkan.

Kita, memang terlalu cepat menyimpulkan.

Sungguh, di balik lembar musibah bisa jadi tersimpan berkah yang tiada tara. Dan sebaliknya, di balik anugerah yang melekat juga ada cobaan yang besar. Semuanya butuh proses panjang, gak bisa terlalu cepat disimpulkan. Namanya juga HIDUP, gak bisa dinilai secepat kilat, gak bisa keburu-buru divonis jelek atau baik. Karena HIDUP bagaikan lembaran-lembaran buku yang telah ditulis-Nya.

Saat terjadi bencana, ratusan orang meregang nyawa. Lalu kita bilang, “Ya Tuhan, mengapa Engkau menurunkan cobaan ini?”. Padahal, masih ada ratusan juta manusia yang tetap hidup di sampingnya. Terlalu cepat menyimppulkan, kita sering seperti itu. Hingga gak bisa lagi bedain mana sebab, mana akibat? Kita makin kehilangan akal sehat, bahkan moral karena terlalu cepat menyimpulkan.

Ya, kita memang sering terlalu cepat menyimpulkan.

Apapun. Dan soal apa aja. Gak ditegur dikit, udah bilang sombong atau lagi marah. Dapat kerjaan yang belum pernah, udah bilang mana sanggup, gak bisa. Tetangga beli sesuatu, mikirnya macam-macam. Sombong-lah, kebanyakan duit-lah. Emang kalo tetangganya kalo beli apa-apa mau lewat mana, kan jalan ke rumahnya cuma itu doang. Lagian mikirin amat sih ….

Saking lemahnya kita sebagai manusia. Kita jadi terlalu cepat menyimpulkan. Belum jelas, belum tahu banyak, belum dikaji, udah disimpulin. Gak bisa bedain mana sebab mana akibat, kita buru-buru nyalahiin orang. Memvonis jelek, memvonis gak becus, dan vonis lain-lainnya. Sungguh, apa yang ada di pikiran kita itu belum tentu benar? Kalo begini caranya, makin pucing makin gak ada yang beres.

Kawan, gak semua bisa disimpulkan. Karena itu baru proses awal. Bisa pahit di depan manis di belakang. Atau sebaliknya, bisa manis di depan pahit di belakang.. Gak semua yang kita lihat, yang didengar, yang kita rasakan bisa disimpulkan. Gak usahlah semua hal disamaratakan. Hanya dengan takaran otak atau akal kita. Karena, tidak semua kejadian bisa dihubung-hubungkan, lalu disimpulkan secara subjektif. Kamu itu subjektif banget sih ….

Terkadang, kita perlu membiarkan suatu gejala atau kejadian tetap berdiri sendiri-sendiri. Sehingga kita bisa belajar dan mengambil hikmahnya. Emang, siapa yang bilang warna langit itu biru? Perasaan kita aja kali yang bilang gitu. Sungguh, manusia tidak tahu warna langit yang sesungguhnya?

Jadi, kita gak boleh nyimpulin gitu?

Enggak lha yauw. Boleh-boleh aja kok. Dan sah-sah aja. Apa sih yang susah dari menyimpulkan. Apalagi kalo udah terang-benderang. Cuma kita juga perlu hati-hati, agar tidak terlalu cepat menyimpulkan. Karena kesimpullan yang salah itu berbahaya.

Kata Emha Ainun Najib, manusia suka terburu-buru. Terlalu cepat menyimpulkan orang lain bersalah. Lupa ya, kalo kebenaran itu sesungguhnya tersembunyi di beberapa sisi. Bisa di sisi kamu, di sisi saya, di sisi mereka. Atau di sisi kebenaran itu sendiri.

Sudahlah, gak usah terlalu cepat menyimpulkan. Nambah kisruh, nambah beban dan makin jadi gak beres. Santai saja, sambil bersabar. Karena “Some beautiful paths can’t be discovered without getting lost – Beberapa jalan yang indah tidak dapat ditemukan tanpa tersesat terlebih dahulu.”

Makanya, jangan terlalu cepat menyimpulkan. Apalagi memvonis orang. Orang ini baik, orang itu jelek. Nasib begini baik, nasib begitu buruk. Karena semua yang terjadi adalah rangkaian proses. Tidak mungkin ujuk-ujuk. Tinggal masalahnya, mau atau tidak, kita menerima keadaan saat ini. Menerima realitas yang kita alami hari ini. Lagi pula, apa yang kelihatan baik hari ini belum tentu baik untuk esok. Apa yang dirasa buruk hari ini, belum tentu buruk untuk esok.

Sungguh, memang beda tipis. Antara orang yang terlalu cepat menyimpulkan dengan orang sok tahu ….. Awass ya jangan menyimpulkan tulisan ini, baca aja itu sudah cukup. Gaknperlu disimpulkan, orang cuma tulisan doang hehe. Ciamikk sekali.

#BelajarDariOrangGoblok

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pekerja alam semesta yang gemar menulis, menulis, dan menulis. Penulis dan Editor dari 28 buku. Buku yang telah cetak ulang adalah JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, dan Antologi 44 Cukstaw Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis". Konsultan di DSS Consulting dan Dosen Unindra. Pendiri TBM Lentera Pustaka dan GErakan BERantas BUta aksaRA (GeberBura) di Kaki Gn. Salak. Saat ini dikenal sebagaipegiat literasi Indonesia. Pengelola Komunitas Peduli Yatim Caraka Muda YAJFA, Salam DAHSYAT nan ciamik !!

CLOSE