Alih-alih Bikin ‘Sekolah Ibu’, 3 Hal Ini yang Sepatutnya Dipahami Pasangan Baru Agar Jauh dari Perceraian

unggahan Hengky Kurniawan tentang sekolah ibu

Ilmu memang sepatutnya jadi hal yang selalu dijunjung tinggi, baik di bangku sekolah maupun kelak saat kamu sudah berumah tangga. Tak peduli pekerjaan apa yang kelak dilakoni, terus belajar adalah hal yang sewajarnya dilakukan agar kemampuan meningkat dan wawasan senantiasa bertambah.

Nah, baru-baru ini sebuah unggahan seputar ‘belajar’ dari Hengky Kurniawan Chova, mantan selebritas yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Bandung Barat di akun Instagram pribadinya menggelitik para warganet. Dalam unggahan tersebut, beliau menjabarkan tentang tingginya angka perceraian di wilayah Bandung Barat sehingga membuat pemerintah setempat mencetuskan ide ‘Sekolah Ibu’ bagi para istri. Menariknya, unggahan tersebut dianggap warganet terlalu memojokkan kaum Ibu, seolah hanya Ibulah satu-satu pemegang peranan penting dalam kesinambungan suatu rumah tangga. Padahal, dalam suatu rumah tangga perceraian bisa dipicu oleh hal lain yang lebih kompleks. Yuk simak ulasan Hipwee kali ini, tentang hal apa saja yang dibutuhkan para istri dan suami untuk jauh-jauh dari kata perceraian~

Unggahan Hengky Kurniawan berisi ide pembentukan Sekolah Ibu bagi warganya di tahun 2019 mendatang mendapat respons yang cukup beragam

Gagasan ‘mulia’ untuk menyekolahkan para Ibu via www.instagram.com

Niatan beliau memang baik, yaitu menekan angka perceraian. Namun yang banyak disayangkan warganet adalah eksekusinya yang dirasa kurang tepat sasaran. Benarkah hanya dengan mengadakan ‘Sekolah Ibu’, masalah dalam rumah tangga bisa ditekan?

Sekilas niatannya memang positif, namun konsep ‘Sekolah Ibu’ banyak diprotes warganet karena terkesan terlalu memojokkan kaum istri sebagai satu-satunya sosok yang butuh ‘disekolahkan’

Beberapa komentar netijen via www.instagram.com

Ide yang dicetuskan dianggap terlalu seksis karena hanya menyudutkan satu pihak yaitu ‘Ibu’. Mungkin bisa beda cerita kalau program yang dicetuskan nggak hanya mengusung satu pihak melainkan kedua pihak, misalnya ‘Sekolah Pasutri’. Selain itu, ada pula yang menganggap alih-alih memberikan ‘sekolah’ setelah menikah, alangkah lebih baik lagi kalau diperingatkan dan digembleng sebelum menikah, jadi sudah siap benar dengan segala pahit manis pasca menikah.

Nggak salah sih, menerapkan aturan baru kalau memang berimbang. Toh, ilmu memang wajib selalu ditimba tak terbatas sudah menikah atau belum. Masalahnya, haruskah para Ibu saja yang mendapat ‘ilmu’ tambahan ini?

Sudah menikah ya tanggung jawab dengan semua risiko dong! via www.pexels.com

Tanpa bermaksud mendiskreditkan pihak mana pun, harus diakui ilmu memang bisa diraih di mana saja. Akan tetapi pendidikan formal dan informal memang sedikit banyak dapat membantu memperluas wawasan seorang calon istri atau suami. Oleh karena itulah, setiap orang sepatutnya didorong untuk dapat menimba ilmu setinggi-tingginya, entah suami atau istri yang nantinya mungkin akan memilih bekerja di rumah saja sebagai ibu rumah tangga. Jika masing-masing sudah siap dan paham benar fungsi serta risiko pernikahan sih harusnya ide seperti ‘Sekolah Ibu’ ini nggak begitu dibutuhkan lagi.

Alih-alih hanya mencetuskan ‘Sekolah Ibu’, ada baiknya para calon menikah mendapat peringatan ekstra pra menikah agar siap hadapi segala permasalahan yang bakal dihadapi nantinya

Yakin sudah siap belum? via www.pexels.com

Banyak yang merasa kalau faedah kelas pra nikah kebanyakan terlalu umum dan bisa didapatkan di luar kelas pra nikah, seperti anjuran untuk saling mencintai, trik memanejemen keuangan dan sebagainya. Akan lebih berfaedah kalau setiap pasangan yang ingin menikah diberikan peringatan keras atas kesiapan mereka mengarungi bahtera rumah tangga. Siap saling menerima kekurangan masing-masing nggak? Siap sabar menghadapi ke-halu-an pasangan nggak? Siap menghempaskan ego masing-masing dan siap komitmen nggak lirik kanan kiri lagi nggak? Kesiapan berkorban untuk melayani dan mencintai satu sama lain, itu yang lebih dibutuhkan dari sekadar Sekolah Ibu.

Bimbingan pasca menikah juga perlu nih. Bisa dilakukan dari lembaga-lembaga agama sesuai keyakinan yang dianut atau membuat yayasan khusus untuk mendukung tiap keluarga

Jangan ragu lakukan konseling pernikahan! via www.crosswalk.com

Jika dibutuhkan, mungkin bimbingan pasca menikah akan lebih berfaedah bagi kedua belah pihak. Ingat, pernikahan bukan semata dimainkan oleh satu peran saja. Istri dan suami sama-sama punya andil menjaga kesinambungan rumah tangga. Kamu pun nggak rela kan kalau bolak balik disuruh ngalah, padahal pasangan enak-enakan menerapkan aturan yang menguntungkan dirinya sendiri? Kalau nggak bisa dikomunikasikan berdua, pihak ketiga yang profesional mungkin dibutuhkan untuk menjembatani hal ini. 

Terakhir, kesadaran kedua belah pihak yang paling dibutuhkan, untuk mengarungi bahtera rumah tangga sepenuh hati dan siap dengan segala risiko yang ada

Ayah kece adalah ayah yang peduli dan mempertahankan rumah tangganya JUGA, bukan cuma IBU! via unsplash.com

Hal terpenting dari semuanya adalah komitmen dari kedua belah pihak. Mau seberat apa pun cobaan kalau memang sama-sama berkomitmen melengkapi kekurangan dan kelebihan pasangan sih harusnya nggak ada kata perceraian. Idealnya belajar cara menghadapi pasangan yang baik bukan cuma dilakoni oleh istri, tapi juga suami. Belajar berkomunikasi dengan anak bukan cuma tanggung jawab istri tapi juga suami.

Menikah memang nggak ada simulasinya. Sekali sudah nyemplung pun, kamu nggak bisa dengan mudah kembali ke posisi awal tanpa meninggalkan jejak apa pun. Oleh karena itu, pikir-pikir lagi deh sebelum menikah karena menikah itu rumit, sulit dan jauh dari sekedar ena-ena doang. Ingat, setelah pesta resepsi selesai digelar, para pasangan pengantin harus siap dengan segunung tanggung jawab yang menanti. Ya kalau nggak siap, mending tahan dulu deh nafsunya. Idealnya sih seperti ini. Setuju?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An avid reader and bookshop lover.