Rasanya nggak berlebihan kalau kita bilang Twitter adalah belantara tempat orang adu argumen. Kadang sehat, seringnya sekadar saling serang. Kalau sudah di puncak emosi, undangan-undangan untuk ribut di dunia nyata bisa jadi mampir ke kolom mention atau direct message (DM).
Contohnya, seperti yang baru-baru ini terjadi, SoHip. Jagat Twitter heboh dengan berita aktor Jefri Nichol yang memilih menyelesaikan masalah dengan cara “gelut” dengan seorang pengguna Twitter lain yang melontarkan komentar kasar. Kejadian seperti ini nggak cuma sekali terjadi, lo. Sebelumnya, ada juga beberapa pengguna Twitter yang saling menantang satu sama lain. Ada yang beneran ketemu, ada juga yang “malu-malu” dan memilih buat nggak muncul.
Jangankan gelut beneran, adu argumen pakai kalimat aja kadang terasa sangat menguras energi. Sayangnya, semakin ditanggapi, semakin terbawalah kita untuk menjawab lagi. Lalu, bagaimana caranya supaya kita nggak mudah ter-trigger? Bagaimana menarik diri dari argumen tanpa ujung kalau sudah terlanjur? Simak yuk tips berikut ini!
1. Walau sedang dikuasai oleh emosi, wajib hukumnya untuk tetap bisa berpikir secara rasional
Ketika dalam keadaan lelah dan banyak pikiran, seseorang cenderung akan menjadi lebih sensitif dari biasanya. Kalimat sepele apa pun akhirnya bisa menyinggung dan membuatnya kehilangan kontrol akan dirinya. Padahal, ada aja orang yang sengaja memancing untuk membuat orang lain sebal. Ia akan melontarkan kalimat menjengkelkan hanya untuk melihat reaksimu, pokoknya apa pun yang berlawanan. Semakin kamu sebal, semakin dia puas.
Ada juga tipe orang bebal yang hanya mempercayai pendapatnya yang benar tanpa peduli walau diberi data seperti apa pun. Dalam kondisi ini artinya ia nggak bisa berpikir secara rasional. Menanggapi orang yang nggak berpikir secara rasional juga termasuk melakukan hal nggak rasional, lo. Maka, sebaiknya lekaslah sadar dan lakukan hal paling masuk akal, yaitu menarik diri.
2. Mulailah untuk berempati. Jika memungkinkan ajukan pertanyaan ini
Dilansir dari Psychology Today, ternyata salah satu penyebab orang terlibat dalam adu argumen hingga bertengkar adalah karena kurangnya rasa saling memahami dan empati. Saat tidak melibatkan empati, maka seseorang akan menjadi lebih protektif terhadap dirinya sendiri serta menghakimi orang lain.
Cobalah untuk memosisikan dirimu di kaki orang lain. Coba pahami apa yang kira-kira sedang dialaminya hingga memiliki pendapat yang sedemikian rupa. Hal ini akan membantumu untuk memahami situasi dan mengontrol reaksi.
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!
Ingat bahwa memahami kondisi orang lain bukan selalu berarti kamu setuju!
Jika argumen ini terjadi antara dirimu dan seseorang yang kamu kenal, maka pertanyaan seperti kenapa hal ini perting untuknya dan apa yang membuatnya berpikir demikian, bisa kamu tanyakan.
3. Melampiaskan emosi yang masih “mentah” bukanlah ide yang bagus, praktikkan menenangkan diri
Tahaaan…/ Illustration by Hipwee
Marah adalah sebuah bentuk emosi, tapi hati-hati dengan cara melampiaskannya kalau nggak mau menyesal nantinya. Ketika merasakan kondisi diri sedang memanas karena emosi sebaiknya kamu nggak langsung memberikan reaksi. Menurut psikolog Anastasia Satriyo M Psi. Psi., ketika sedang marah, maka kita perlu menenangkan diri dulu sejenak. Kita bisa melampiaskan emosi tersebut ke hal-hal yang lebih positif sebelum adu pendapat dengan orang lain, misalnya dengan berjalan kaki atau bahkan bersih-bersih.
Jika kamu sedang beradu argumen dengan orang yang dikenal, usahakan untuk nggak menghilang begitu saja. Katakan bahwa kamu butuh waktu untuk menenangkan diri dan kembali lagi jika merasa sudah membaik. Nantinya, kamu bisa ngobrol dengan lebih jernih kepada lawan bicara karena raw emotion sudah dikelola.
Praktik lain yang lebih mudah dan sangat sering disarankan oleh para psikolog adalah dengan berlatih menyadari dan mengatur napas. Nggak perlu menunggu ketika sedang emosi, lakukanlah latihan pernapasan dalam sehari-hari. Tarik napas…rasakan…hembuskan…juga sambil merasakannya. Praktik yang disebut mindfulness ini akan melatih kita untuk lebih menahan diri karena sadar mana adu argumen yang nggak memberikan manfaat~
4. Mengakui kesalahan itu nggak apa-apa, justru kamu bisa satu langkah lebih dewasa
Saat beradu argumen dengan orang lain, kita mungkin sudah mempercayai bahwa pendapat kita benar menurut pengetahuan yang selama ini kita punya. Namun, bisa jadi itu hanya kepercayaan kita aja, lo. Nggak ada salahnya untuk mengakui bahwa pengetahuan kita terbatas sehingga ketika diberikan data atau fakta oleh orang lain, kita punya sikap yang lebih terbuka.
Banyak orang yang kukuh dengan pendapatnya hanya karena egonya terluka jika orang lain yang benar, padahal menerima fakta yang baru diketahui bukanlah sebuah kesalahan. Kamu malah bisa menjadi seseorang dengan hati yang besar. Adu argumen yang tadinya ajang jago-jagoan, kini justru jadi tempat pendewasaan.
Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang sangat wajar terjadi karena isi kepala seseorang, apa yang diserapnya, serta apa saja yang sudah dilalui tentu berbeda-beda. Dengan menyadari hal tersebut pula, kita akan lebih berbesar hati dalam menerima karena mampu melihat dari berbagai sisi. Nggak perlu deh, adu argumen sampai beneran jadi adu jotos-jotosan~