Selain Memiliki Suara yang Unik Saat Membuatnya, Kue Putu Ternyata Punya Sejarah Panjang di Indonesia

Sejarah kue putu

Kue Putu atau Puthu adalah sebuah kue klasik dan jajanan yang cukup ternkenal di Indonesia. Kue ini disukai karena rasanya yang gurih. Tepung beras dan kelapa serta gula merah yang lumer dari dalam menambah nikmat makanan yang bisa SoHip kenali dengan mudah karena ciri khas bunyi penjualnya.

Advertisement

Meskipun bahannya kelihatan Indonesia banget, tetapi sebenarnya kue Putu bukanlah sebuah kue yang asli berasal dari Indonesia. Dari bukti-bukti sejarah yang ada, kue ini adalah datang bersama dengan para imigran yang mancapai Nusantara di abad pertengahan. Tetapi Putu yang kita kenal sekarang dan Putu asli dari negara asalnya sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang terlalui signifikan lho! Penasaran gimana sejarah kue putu di Indonesia? Cus simak artikelnya~

Kue yang menggunakan kelapa dan tepung beras ini memiliki sejarah yang panjang

Kue putu ini nikmat banget kalau disantap hangat-hangat | Credit: Midori via commons.wikimedia.org

Terbuat dari tepung beras, kelapa parut dan isian gula merah, Putu memang disukai banyak orang karena rasa dan teksturnya. Ketika kamu menggigit kue Putu yang baru matang, maka kamu akan disambut dengan aliran gula merah yang mencair dari dalam kue Putu. Gula merah yang menjadi isian dan mencair ini juga menerobos hingga ke dinding kue sehingga penyebaran rasa manisnya bisa merata.

Kue yang identik dengan warna hijau ini mendapatkan warnanya melalui pewarna hijau alami dari daun suji atau daun pandan, jadi jangan heran kalau kamu bisa mencium aroma pandan dari kue yang dijajakan oleh pedagang dengan gerobak atau pikulan ini. Meskipun sangat Indonesia, tetapi kue ini ternyata berasal dari Cina dan sudah ada sejak ratusan tahun silam.

Advertisement

Kue Putu original sudah dikenal oleh penduduk Cina sejak abad ke 16

Adonan kue putu dimasukkan ke dalam selongsomg bambu sebelum dimasak | Credit: Midori via commons.wikimedia.org

Sejarah kue Putu sendiri sebenarnya bisa kamu temukan di ‘China Silk Museum’. Dari data yang ada di sana, diketahui bahwa masyarakat Dinasti Ming (sekitar abad 13) sudah mengenal makanan sejenis Putu yang biasa disajikan dengan teh longjin. Kue ini awalnya dikenal dengan Xian Roe Xiao Long, jika diterjemahkan kira-kira artinya adalah kue dari tepung beras yang berisi kacang hijau.

Kudapan yang berisikan kacang hijau yang digiling halus ini sangat digemari, bahkan kue ini juga kerap dijadikan kudapan oleh penguasa Dinasti Ming kala itu karena teksturnya yang lembut. Selain isinya yang menggunakan kacang hijau, kue Putu Dinasti Ming ini tidak terlalu berbeda dengan kue Putu yang kita kenal sekarang, cara memasaknya pun tidak jauh berbeda menggunakan selongsong bambu untuk megukus kue Putu.

Sejarah mencatat kue Putu masuk ke Indonesia sekitar tahun 1600-an

Advertisement

Kue putu hangat yang baru selesai dimasak | Credit: Midori via commons.wikimedia.org

Jejak kue _utu di Nusantara sendiri ternyata terekam dalam sebuah naskah klasik bernama Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814. Dalam naskah tersebut, penyebutan “kue puthu” ini terjadi sekitar tahun 1630 di sebuah desa bernama Wanamarta, yang diperkirakan berlokasi di Probolinggo, Jawa Timur. Kata puthu sendiri muncul saat Ki Bayi Panurta meminta santrinya menyediakan hidangan pagi.

Selain menyebutkan berbagai macam kopi, nasi goreng, nasi rames dan ikan betutu, dalam hidangan pagi tersebut juga terselip nama serabi dan puthu sebagai salah satu menu yang dihidangkan. Sedangkan kedatangan kue Putu dari negeri Cina diperkirakan terjadi antara tahun 1368 sampai tahun 1600-an

Datang bersama imigran dari negeri Cina dan sejaman dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho serta armadanya di Tanah Jawa

Gula merah yang lumer dari dalam menjadi salah satu keunikan kue putu | Credit: RahmadHimawan Photography via commons.wikimedia.org

Pada masa tersebut, Majapahit yang tengah mundur kedatangan orang-orang dari negeri Cina untuk menetap dan berdagang, salah satunya adalah Laksamana Cheng Ho yang terkenal beserta anak buahnya yang singgah untuk beberapa waktu di Nusantara.

Seiring dengan akulturasi yang terjadi dengan budaya masyarakat, kue dari negeri Cina ini akhirnya diserap oleh masyarakat dan dimodifikasi, salah satu hasil modifikasi ini adalah isian kue Putu itu sendiri. Jika di Cina kue Putu menggunakan isi kacang hijau, masyarakat Nusantara saat itu menggantinya dengan gula merah, karena gula merah lebih mudah didapatkan dan melimpah ruah pada saat itu.

Suara lengkingan khas kue bukan hanya sebuah penanda tetapi berkaitan dengan cara memasak kue Putu

Kue putu dimasak dengan uap panas dari tungku di bawahnya | Credit: Midori via commons.wikimedia.org

Salah satu keunikan kue Putu terletak pada cara memasaknya, dikukus atau diuapi. Adonan kue Putu dimasukkan pada sebuah selongsong kayu/bambu/besi yang diletakkan pada sebuah lubang yang di bawahnya berisi air. Air yang mendidih akan berubah menjadi uap panas, uap panas tersebut akan memanaskan adonan kue Putu dalam selongsong.

Nah jika sedang tidak memasak kue Putu, tukang Putu biasanya akan memasangkan alat semacam peluit yang akan tertiup oleh uap air dan mengeluarkan bunyi peluit, cara ini sebenarnya memiliki prinsip yang sama dengan panci presto ketika mengeluarkan bunyi. Selain menjadi sebuah pertanda akan kehadirannya, bunyi ini terkadang juga digunakan sebagai alarm untuk memberitahu pelanggan bahwa kue Putu pesanannya sudah matang.

Jadi begitulah sejarah kue Putu, selain memiliki bunyi yang khas, ternyata kue Putu memiliki cerita yang panjang sebelum akhirnya kita mengenal kue ini sebagai salah satu makanan khas Indonesia. Jika SoHip ingin menikmati kue ini, paling pas sih sambil ditemani dengan teh hangat atau kopi hangat yang gulanya sedikit, apalagi sambil memandang senja, ahahahaha. Jadi siapa yang mau kue Putu?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

What is bravery, without a dash of recklessness?

Editor

Penikmat jatuh cinta, penyuka anime dan fans Liverpool asal Jombang yang terkadang menulis karena hobi.

CLOSE