5 Keuntungan yang Aku Rasakan Saat Jadi Istri yang Lebih Bodo Amat. Capek ah Sakit Hati!

agar ibu lebih bahagia

“Udah isi belum?”

“Masih tinggal sama mertua?”

“Kamu kerja, terus anakmu dititip ke siapa? Nggak kasihan si kecil ya, ikut orang…”

“Di rumah aja nggak kerja kah? Nggak sayang sekolahnya dulu?”

“Anakmu minumnya ASI apa SUFOR?”

Advertisement

Lelah nggak sih, setelah menikah ternyata masih harus mendengar omongan orang yang ternyata belum kelar nyinyirnya? Habis lulus dari pertanyaan ‘kapan nikah’ eh ternyata masih berlanjut ke kapan punya anak, kapan nambah anak, kenapa titip anak dan sebagainya. Belum lagi drama dengan suami yang kebiasaan-kebiasaan buruknya baru terkuak habis nikah, salah paham dengan mertua atau ipar dan lain-lainnya. Rasanya kalau semua dimasukkan ke hati, mengutip kalimat anak kekinian, lelah hati Hayati ini, Bang!

Sebenarnya, ada satu kunci bahagia para ibu yang mungkin masih sering lupa dilakukan. Simpel kok sebenarnya, tapi sayang masih suka lupa dipraktikkan. Kuncinya, bersikap lebih BODO AMAT alias masa bodoh sama pendapat orang yang sebenarnya nggak tahu apa-apa soal hidupmu. Tulisan kali ini Hipwee Wedding dedikasikan untuk para istri yang lagi sedih hatinya gara-gara komentar sok tahu. Seandainya kamu bisa sedikit lebih bodo amat, bisa jadi kamu akan mengalami 5 hal seperti yang aku rasakan ini.

1. Tidurku jadi lebih nyenyak, karena aku sudah nggak lagi memikirkan terlalu dalam apa kata orang yang kuanggap nggak penting-penting amat

Credit: Pexels via www.pexels.com

Ingat banget dulu, kalau baper sama satu atau dua orang yang ngeluarin komentar nggak enak, aku bisa jadi kepikiran berhari-hari. Setelah aku pikir-pikir, kok aku yang rugi? Waktu aku cerita ke salah seorang teman pun, doi bilang aku yang terlalu baperan, soalnya yang ngomentari pun cuma orang-orang luar yang sama sekali nggak ada pengaruhnya di hidupku. Mereka bahkan nggak peduli, kalau aku gagal atau berhasil jadi istri dan ibu.

Advertisement

Ada yang ngomentarin rumah berantakan setelah punya anak? Aku ucapkan mantra ‘Bodo amat’ saja, biar waras. Hehe.

Pun kalau yang ngomentari keluarga dekat, aku mulai lebih selektif lagi daripada dulu. Kalau memberikan keuntungan buat aku, aku terima. Tapi kalau nggak berfaedah, nggak ada dasar ilmiah atau diucapkan sepintas lalu…hmm, aku hempas manja saja lah!

2. Hubunganku dengan suami, mertua dan ipar jadi lebih baik (versi aku ya). Karena aku jadi bisa mengungkapkan ide dan perasaanku lebih baik. Nggak ditahan-tahan dan meledak emosional, seperti pas masih baperan dulu

Advertisement

Credit: Pexels via www.pexels.com

Kalau sebal sama komentar orang terdekat, biasanya aku jadi moody dan uring-uringan seharian. Tapi aku juga nggak berani memberikan pembelaan, karena kadung sakit hati. Tapi setelah mendapat masukan dari teman-teman seperjuangan, aku mulai berusaha bodo amat dengan komentar atau kritik orang terdekat, yang kuanggap nggak penting atau sejalan dengan prinsipku. Aku juga tentu harus punya dasar kuat, untuk menepis komentar mereka yang kuanggap keliru. Karena agak bodo amat, jawabanku jadi lebih santai, nggak ngegas sama sekali. I’m win!

Karena aku lebih percaya diri dan punya dasar oke, saat mereka komentar aku jadi nggak langsung bete. Hubungan dengan mereka pun jadi lebih baik dan nyaman daripada aku yang sedikit-sedikit mutungan (patah hati, red).

3. Aku jadi lebih nyaman mengasuh anakku. Nggak takut-takut menerapkan aturan yang kuyakini benar (dan tentu saja ada dasar ilmiahnya) karena aku cukup informasi. Aku nggak ambil pusing kata kanan kiri

Credit: Pexels via www.pexels.com

Aku jadi rajin cari tahu, apa informasi yang tepat dan benar dari sumber yang kompeten. Jadi kalau ada yang coba-coba ngasih petuah yang berbau mitos atau nggak penting buat anakku, aku bisa dengan tenang menerimanya, tanpa ngegas. Percaya atau nggak, saat aku punya argumen yang kuat dan pas, yang sok tahu juga jadi nggak berkutik. Nggak jadi bete deh~

Tapi ingat, saat dikritik, bodo amat -nya cukup pada menampung kalimat yang menyakitkan saja. Kadang, kritikan membangun juga perlu didengarkan. Tapi nggak semua harus ditelan mentah-mentah juga.

Kalau sarannya kurang ilmiah, kayak “Anakmu demam, kasih rendaman daun nganu aja, jangan dikasih obat dokter terus”, aku sih kibas poni dan senyumin aja. Nggak usah diajak ribut orang begini.

4. Aku lebih bahagia, nggak lagi terkungkung sama batasan dari kata-kata orang yang bisa jadi cuma basa-basi dan sekadar komentar lewat doang. Mereka ngomong selintas doang, aku yang sakit hati berhari-hari. Ya rugi!

Credit: Pexels via www.pexels.com

Jelas bahagia itu sudah pasti. Kan aku nggak harus memendam sakit hati dari kata-kata orang yang sebenarnya nggak paham-paham banget sama apa yang aku alami?

Dulu mungkin aku bakal tersinggung kalau dibilang, “Badannya masih gede aja nih habis lahiran. Nggak diet kah?”. Sekarang, aku anggap angin lalu dan aku tangkap sisi positifnya saja. Bisa jadi doi berharap aku makan sehat dan berolahraga lebih teratur, untuk kesehatanku juga. Kalau semua omongan body shaming ditanggapi, lelah jiwa, Shay!

5. Terakhir, aku jadi bisa fokus menetapkan target dan mencapainya dengan lebih percaya diri. Aku nggak mudah disetir kata-kata orang. Kalau negatif mah, bodo amat!

Credit: Pexels via www.pexels.com

Saat aku harus bekerja, aku akan bekerja dengan berkompromi dengan suami. Saat aku harus menitipkan anak, aku akan berjuang memberikan tempat penitipan yang terbaik dengan standar finansial yang aku punya. Saat hatiku ringan dan tak terbebani kata-kata orang, aku jadi lebih fokus dengan gol hidupku.

Aku nggak bilang bersikap bodo amat itu gampang. Butuh komitmen, perjuangan dan dorongan dari orang-orang terpercaya untuk melakukannya. Pasalnya, kadang maunya sih cuek tapi suka nggak sadar jadi kepikiran gitu sama kata-kata orang, apalagi yang ngomong suami, mertua, orang tua atau saudara ipar sendiri. Tapi, kalau hal-hal kecil aja bikin kita baper akut melulu, kapan bisa majunya? Kalau butuh encourage, nggak ada salahnya cari teman yang bisa mendukungmu.

Kalau nggak punya teman yang bisa dukungan, cari terapis seperti psikolog pun bisa membantu. Intinya, jangan biarkan hatimu kian rapuh tiap harinya, tanpa pertolongan dan penanganan. Rugi lo, setiap hari jatah kebahagiaan kita dikonsumsi sakit hati. Semangat!

Dan tolong, kamu yang masih suka usil komentarin hidup orang di luar sana, kurang-kurangin ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An avid reader and bookshop lover.

Editor

An avid reader and bookshop lover.

CLOSE