Dear Calon Orangtua, Jangan Ucap 7 Kalimat Ini pada Anak! Ya Kalau Ingin Mereka Nggak Kasar Sih

Memiliki anak seringkali dinilai bagai sebuah berkah. Namun nyatanya, mendidik dan merawat mereka sama sekali bukan hal mudah. Tak jarang anak melakukan hal yang sebenarnya tak sesuai dengan keinginan orangtua, sehingga hal ini pun tak pelak mampu memicu kemarahan.

Advertisement

Nah, ketika marah inilah, kadang orangtua lupa untuk tidak mengucapkan kata-kata yang nggak seharusnya disampaikan pada si kecil. Ingat lho ya, saat balita anak lebih gampang menyerap apa yang disampaikan orangtua dan lingkungan sekitar. Kalau mau anakmu jadi sopan dan nggak kasar saat dewasa, jangan pernah katakan 7 hal ini pada mereka ya.

1. “Kalau kamu nakal, Ibu akan meninggalkanmu di sini!” Kalau tak mau si kecil punya trauma, jangan katakan hal ini

mengancam bukan jalan keluar

mengancam bukan jalan keluar via nbcnews.com

Disadari atau tidak, orangtua seringkali mengancam dan menakuti si kecil dengan harapan mereka akan patuh. Dan tak banyak pula orangtua yang paham, bahwa ketakutan terbesar anak-anak kecil adalah tersesat sendirian dan merasa tidak aman. Karena itulah, perkataan ini bisa saja menimbulkan trauma pada anak hingga dewasa. Alangkah baiknya, kalau orangtua mampu meluangkan waktu untuk menerangkan pada anak dengan cara yang cerdas atau menggunakan alasan masuk akal. Jangan mengambil jalan pintas dengan ancaman, karena malas menjelaskan ya.

2. “Jangan ganggu ibu, ibu sedang sibuk!” Walau kelihatan wajar untuk dikatakan, tapi perkataan ini bisa menimbulkan dampak psikologis pada anak

anak akan merasa kehadirannya tak diharapkan

anak akan merasa kehadirannya tak diharapkan via www.activefamilymag.com

Ketika ibu memasak atau ayah sedang sibuk membaca koran misalnya, tiba-tiba si kecil datang mengajak bermain atau meminta bantuan. Dalam situasi seperti inilah, biasanya orangtua akan berteriak agar tak diganggu karena dirinya sedang sibuk. Satu hal yang mungkin tida kamu sadari, ketika hal ini terjadi maka anak-anak akan merasa kehadiran mereka tidak berarti, karena pada akhirnya mereka disuruh pergi. Kalau memang tengah berkutat dengan kesibukan, coba alihkan saja perhatian anakmu melalui kegiatan lainnya. Baru ketika sudah senggang, datangi dan bantu mereka.

Advertisement

3. “Dulu saat kakakmu kecil dia bisa begini, kenapa kamu tidak bisa?” Tolong jangan pernah membandingkan si kecil, apa kamu mau dia tumbuh tanpa rasa percaya diri?

jangan kaget kalau dia malah akan jadi pemberontak saat dewasa

jangan kaget kalau dia malah akan jadi pemberontak saat dewasa via www.tvrdjava.edu.rs

Membandingkan anak hanya akan membuat dia merasa bingung dan akhirnya jadi kurang percaya diri. Seringkali anak bahkan membenci orangtuanya, karena mereka selalu mendapat perlakuan buruk dari perbandingan tersebut. Entah membandingkan dengan saudara kandung, sepupu, atau teman dapat merusak ego anak. Jangan heran kalau saat dewasa kelak, anak malah punya perasaan rendah diri. Orangtua harus paham, tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri. Membandingkan seorang anak dengan anak yang lain, berarti kamu menginginkan anakmu menjadi anak yang berbeda. Biarkan mereka tumbuh menjadi dirinya sendiri.

4. “Jangan cengeng. Kenapa kamu menangis terus?” atau kata-kata serupa. Bukankah kamu juga masih menangis saat dewasa? Apa yang salah dengan emosi ini?

bukankah kamu juga masih menangis hingga kini?

bukankah kamu juga masih menangis hingga kini? via 3.everyday-families.com

Anak-anak masih belum mampu mengekspresikan emosi lewat kaka, mereka hanya dapat menyalurkannya dengan cara menangis. Adalah sebuah hal wajar kalau seorang anak merasa sedih atau ketakutan. Dan dengan mengatakan kata “jangan,” bukan berarti anakmu nantinya akan jadi lebih baik juga. Mengucapkan kata ini justru akan mengajarkan anak kalau perasaan sedih dan menangis adalah sesuatu yang tidak wajar. Padahal, menangis sendiri merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang dimiliki setiap manusia. Menghadapi anak menangis akan lebih baik dengan meminta mereka menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Dengan begini, orang tua malah mengajarkan cara berempati.

5. “Kamu selalu membuat rumah berantakan,” atau “kamu tak pernah mau membereskan mainanmu.” Walau seringkali terucap secara refleks, belajarlah menghindari mengatakannya lagi dan lagi

Kalimat “Kamu selalu …” atau “Kamu tidak pernah …” menyiratkan banyak makna negatif. Para psikolog menyebutkan bahwa dengan seringnya terlontar kata-kata macam ini, maka hal itu pulalah yang akan kerap dilakukan anak. Anak yang tak pernah membereskan mainan misalnya. Sebaiknya orangtua mempertanyakan saja, jangan main menghakimi dengan kata selalu atau tidak pernah. Bertanyalah tentang apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu si kecil mengubah kebiasaannya. Misalnya, “Ibu perhatikan kamu sering tidak membereskan mainanmu setelah selesai bermain. Apa mau ibu bantu? Ayo kita bereskan bersama.” Pernyataan macam ini akan membuat si kecil nyaman dan merasa terbantu.

Advertisement

6. “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja yang melakukannya!” kamu mau anakmu terus-terusan tidak bisa karena tidak belajar bagaimana caranya?

biarkan mereka belajar dan berkembang

biarkan mereka belajar dan berkembang via s3-us-west-2.amazonaws.com

Kalimat ini sering terlontar saat orangtua tidak sabar melihat sistem kerja anak. Ketika ibu menyuruh anak menggunting atau melipat sesuatu misalnya, tetapi ternyata anak tidak melakukan seperti apa yang kamu inginkan. Akhirnya kalimat ini pun terucap, dan menjadi kesalahan besar. Setelahnya, anak jadi tak tahu bagaimana cara melakukan dan menyelesaikan sesuatu hal dengan benar. Kamu tidak mengizinkan anakmu berkembang. Alangkah baiknya, kalau ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil dijelaskan bagaimana cara melakukannya.

7. “Kamu nakal!” dan segala macam label negatif tentang diri anak akan menyakiti perasaan mereka. Karena bukan masalah sepele, kamu harus mulai menghentikan kebiasaan ini

jangan labeli anak dengan kata-kata buruk

jangan labeli anak dengan kata-kata buruk via images.parenting.mdpcdn.com

Anak bisa saja diibaratkan bagai sebuah spons. Mereka akan menyerap apa yang ada di sekitar mereka, terutama label yang diberikan oleh orangtua mereka sendiri. Kalau kamu mengatakan bahwa si kecil gemuk, nakal, jelek, atau bodoh, jangan kaget kalau cepat atau lambat mereka akan menjadi seseorang dengan label yang kamu berikan. Ubahlah kata-katamu jadi penuh dengan energi positif. Dibanding, “kamu bodoh!” akan lebih baik kalau kamu mengatakan “Kalau kamu belajar dengan rajin, kamu bisa dapat nilai yang lebih baik dari ini lho. Toh kamu sebenarnya juga pintar.” Bukankah yang begini justru lebih enak didengar dan terkesan lebih menenangkan?

Walau mendidik dan merawat anak tak pernah gampang, tapi percayalah kalau ini bisa juga jadi hal yang menyenangkan. Sejak balita, orang tua harus ekstra waspada membuat perlindungan pergaulan mereka, termasuk apa yang pantas dan tidak pantas mereka dengar. Biar bagaimanapun, orangtua ialah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Pikir ulang sebelum berkata ya, cepat atau lambat apa yang mereka dengar akan berpengaruh pada mental.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Rajin menggalau dan (seolah) terluka. Sebab galau dapat menelurkan karya.

CLOSE