Menikah itu tidak segampang yang dibayangkan. Punya uang melimpah juga belum cukup, kalau kesiapan mental belum sepenuhnya diasah. Kamu harus tahu, menikah itu penyatuan dua insan dengan sifat dan karakter berbeda, tapi sebisa mungkin harus memiliki visi yang sama. Tidak berniat mendua dan saling menjaga satu sama lain juga bagian terpenting sebelum kamu memutuskan menikah, dengan pasangan yang selama ini diharap-harapkan.
Menikah itu momentum sakral, yang sama sekali jangan kamu anggap main-main.
Sebelum semuanya terlambat dan kamu menyesal setelah melepas masa lajang, ada baiknya kamu tanyakan 6 hal ini pada hati kecilmu. Yuk, izinkan Hipwee Wedding ikut membantu!
ADVERTISEMENTS
Jauh berbeda dengan masa pacaran, setelah menikah aku harus bersiap lahir batin. Melayani dan menjaga pasangan halalku dari pagi hingga petang. Siapkah aku?
Sebagai manusia normal, kamu tentu banyak melewati fase hidup yang berubah-ubah. Dari masa berpacaran yang lagi senang-senangnya, sampai mendekati usia menikah yang tepat di depan mata. Siap atau tidak, kamu memang harus melewati fase ini, agar kehidupanmu lebih berarti.
Pertanyaannya, apakah kamu siap? Jika tiba-tiba peranmu berubah menjadi sosok penjaga, yang tak boleh lengah sedikitpun untuk menjaga pasanganmu? Jangankan pagi buta, menahan kantuk di tengah malam pun akan kamu hadapi kelak jika sudah menikah nanti. Bukannya apa-apa, tapi demi keutuhan biduk rumah tangga yang terlanjut telah dibangun.
ADVERTISEMENTS
Kalau di tengah jalan aku merasa tak nyaman, tentu kata putus bukan solusi terbaiknya. Cerai? Oh, tidak semudah itu. Bagaimana ya jika begini?
Ngomong-ngomong soal kenyamanan, tentu tak jauh dari frasa kesiapan. Perkenalan yang telah berlangsung lama pun bukan jaminan, kalau rasa nyaman bakal didapatkan. Sama halnya ketika sudah menikah, rasa nyaman itu bisa datang dan pergi kapan saja, tanpa meminta izin padamu sebelumnya.
Kamu siap? Kalau tiba-tiba rasa nyaman itu hilang dan kalian berdua sudah tak sejalan?
Menyiapkan semuanya dari awal itu lebih baik, dari sekadar mengumbar janji yang belum tentu bisa ditepati. Beda kasusnya dengan masa pacaran, yang bisa putus kapan saja jika dirasa sudah tak sejalan. Perlu kamu tahu, kalau putus hubungan itu berbeda jauh dengan perceraian, di mana janji suci pernikahan yang dipertaruhkan.
ADVERTISEMENTS
Perihal membagi waktu, apakah aku bersedia untuk tidak bertemu berhari-hari? Dia bekerja, aku di rumah atau sebaliknya. Ah, rasanya aku butuh pertimbangan lagi.
Kamu yang dulu terbiasa berdua dan meluangkan waktu bersama, apakah siap kalau tahu-tahu harus berpisah meski hanya sementara waktu? Entah untuk alasan bekerja atau berkunjung ke rumah mertua, pembagian waktu bertemu haruslah lebih selektif untuk diperbincangkan bersama. Tidak semudah membalik telapak tangan, menyiasati waktu bertemu dengan suami atau istri itu sulit, karena situasi yang sama sekali tak sama dengan status saat berpacaran.
ADVERTISEMENTS
Jika suatu hari aku berkonflik dengan Bapak atau Ibu mertua, bagaimana caraku mengatasinya? Sedangkan aku adalah pribadi yang tak mau mengalah dan urusan rumah tanggaku dicampuri.
Nasib rumah tangga orang, siapa yang tahu. Manusia hanya bisa merencakan, tapi Tuhan jualah yang menentukan. Istilah ini sama artinya dengan nasib rumah tanggamu kelak yang tak ada seorang pun bisa mengetahuinya. Apakah langgeng sampai tutup usia, atau hanya berjalan beberapa tahun saja.
Sudahlah, cukup bermain teka-tekinya. Sekarang, coba dipikirkan matang-matang, jika kelak secara tak sengaja kamu berkonflik dengan mertua, sedangkan pasanganmu tentu sulit untuk membela siapa.
ADVERTISEMENTS
Setiap orang yang menikah, punya anak adalah cita-cita mulianya. Kira-kira, dengan segala resikonya siapkah aku untuk menjadi Bapak? Siapkah aku menjadi Ibu?
Setelah menikah, memiliki buah hati adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan. Tak cukup sampai di situ, berarti Tuhan juga telah menitipkan amanah yang sudah sepatutnya dijaga dan dibesarkan secara baik-baik. Mencukupi kebutuhan, memberikannya bekal pengetahuan serta mencurahkan kasih sayang adalah pekerjaan rumahmu selanjutnya, setelah euforia pernikahan yang menjemukkan.
ADVERTISEMENTS
Sekarang saja, kebutuhanku banyak dan aku boros. Bagaimana jika aku berumah tangga dan masih gagap mengatur laju keuangan? Ya Tuhan, benarkah aku siap untuk melepas masa lajang?
Sudah menjadi hal yang lumrah, kalau kebutuhan orang berumah tangga itu jauh lebih besar dibanding saat masih sendiri. Dari kebutuhan primer hingga tersier, hampir semuanya butuh perhitungan matang dan tepat demi terhindar dari kepayahan.
Tidak lucu juga, kalau di tengah jalan kamu dan pasangan merasa kesulitan, sedangkan foya-foya masih menjadi hobi favorit yang hampir setiap hari dilakukan. Pertimbangkan baik-baik, bahwa komunikasi yang baik tentang laju keuangan itu perlu dibangun sejak dini dengan pasangan, karena itu berlaku selamanya bahkan sampai kalian tutup usia.
Tentang siap atau tidaknya dirimu, hanya hati kecilmu yang bisa menjawab. Tidak ada salahnya mempersiapkan segalanya dengan matang, sebelum semua cerita ini berkahir dengan penyesalan.