15 Tanda Bahwa Kamu Adalah Traveler Muda yang Cerdas

Apakah kamu suka traveling? Ya, traveling adalah salah satu cara untuk membuka mata kita terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita. Bukan cuma sekadar menjamah destinasi wisata yang cantiknya luar biasa, tapi juga menangkap makna kehidupan di balik perjalanan itu sendiri.

Advertisement

Nah, kita semua menikmati traveling dengan caranya masing-masing—ada yang backpacker maupun flashpacker. Tapi terlepas dari itu, sudahkah kamu menjadi traveler muda yang cerdas? Cek dulu tanda-tandanya, yuk!

1. Ketika sudah menentukan tujuan perjalanan, persiapanmu gak bisa cuma semalam. Kamu akan mempersiapkan perjalananmu dari jauh-jauh hari.

Melakukan persiapan yang matang

Melakukan persiapan yang matang via www.bambislifetravels.com

Kecuali diajak kawanmu untuk one-day trip yang spontan, kamu gak seimpulsif itu dalam merencanakan sebuah perjalanan, apalagi yang lokasinya jauh dan makan waktu berhari-hari. Sejak jauh-jauh hari, kamu udah punya visi ke mana kamu akan pergi dan berusaha mempersiapkannya sebaik mungkin.

Mulai dari memesan tiket pesawat atau kereta api, akomodasi, melakukan riset dan seleksi tempat-tempat yang akan kamu kunjungi nanti, sampai menyiapkan itinerary dan bujet perjalanan, semua udah kamu lakukan sebelum hari keberangkatanmu. Kamu hampir gak pernah melakukan perjalanan yang “buta”, di mana kamu gak punya gambaran sama sekali tentang tempat yang kamu tuju.

Advertisement

2. Segala benda yang kamu kemas di tasmu hanyalah barang-barang yang memang kamu butuhkan.

Menghindari bawa barang berlebih

Menghindari bawa barang berlebih via splatter.com

Ya, kamu mengepak tasmu seringkas mungkin dan meninggalkan benda-benda yang gak kamu butuhkan. Bahkan, benda-benda kecil seperti tabir surya atau pasta gigi pun kamu tempatkan di wadah yang kecil biar gak makan tempat. Kamu belajar untuk menerapkan seni light-packing alias packing ringan dan ringkas.

Sekalipun kamu seorang flashpacker yang mengutamakan gaya, kamu cukup cerdas untuk gak merepotkan dirimu sendiri dengan bawaan yang berlebihan. Kamu memilih untuk memadupadankan fashion item yang sedikit alih-alih membawa hal-hal yang belum tentu digunakan.

3. Smartphone-mu gak hanya dimanfaatkan buat mengunggah foto dan update status, tapi juga untuk mempermudah perjalananmu.

Makasih, Doraemon

Makasih, Doraemon via www.idownloadblog.com

Smartphone-mu gak cuma berisi aplikasi-aplikasi media sosial dan game; di dalamnya juga berjejal berbagai aplikasi untuk mempermudah perjalananmu. Menyimpan kode booking tiket pesawat maupun penginapan, mencari tempat makan yang khas dan murah, sampai mengecek perkiraan cuaca bisa kamu lakukan dengan sentuhan jari di layar ponselmu.

Advertisement

4. Kamu mampu menavigasi diri sendiri saat menjelajahi destinasi wisata yang kamu tuju.

Mampu menavigasi dirimu

Mampu menavigasi dirimu via 2.bp.blogspot.com

Ya, kemampuan navigasi itu penting banget buat menghindari nyasar yang gak diinginkan. Selain memanfaatkan peta dan GPS lewat smartphone-mu, kamu juga bisa membaca peta analog—peta-peta wisata ‘kan biasanya analog tuh— serta mampu memetakan suatu wilayah secara mental alias mental mapping.

Dengan mental mapping, kamu bisa membayangkan sebuah peta jika kamu diberi suatu petunjuk arah. Jadi, kamu gak malah bengong kemudian lupa ketika seorang warga lokal menjelaskan arah yang hendak kamu tuju.

5. Tapi, tersesat pun akan membawamu pada pengalaman-pengalaman yang baru dan menambah kekayaanmu

Kamu memang punya keahlian navigasi yang tinggi. Tapi kadang, justru karena kamu tahu ke mana harus melangkah kamu akan memilih untuk tersesat—dengan tujuan yang baik tentunya: menemukan keindahan tersembunyi yang belum tercantum di peta dan belum banyak dijamahi manusia. Terkadang kamu mesti sedikit keluar jalur untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda. Toh, kamu tahu jalan kembalinya.

Sedikit catatannya: ini tentu tak berlaku saat kamu mendaki gunung. Ya, kamu cukup cerdas untuk tidak keluar jalur selama pendakian karena risiko besar yang ada di baliknya.

6. Saat traveling, kamu menyadari bahwa kamu hanyalah tamu yang harus menjaga perilaku. Ya, tamu adalah raja hanya jika ia membayar mahal tuan rumahnya.

Coret-coret di Gunung Lawu

Sudah tiket masuknya murah, masih aja Gunung Lawu dicorat-coret via swetadwipa.blogspot.com

Di setiap destinasi yang kamu tuju, kamu adalah tamu yang asing. Tapi, di dalam hati kamu juga punya rasa memiliki terhadap tempat-tempat itu. Kamu memegang teguh prinsip traveling yang lestari:

  • Jangan mengambil apapun kecuali foto,
  • Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, dan
  • Jangan membunuh apapun kecuali waktu.

Makanya, kamu gak mau meninggalkan sampah atau coret-coretan, atau mengambil sesuatu yang sekiranya lebih berharga jika tetap di tempatnya. Sebab kamu sadar, pastinya gak enak banget kalau rumah sendiri dikotori atau diacak-acak orang lain yang notabene cuma bertamu. Iya, tamu adalah raja — tapi itu cuma berlaku di hotel-hotel atau restoran mahal karena si tamu sendiri sudah membayar mahal “tuan rumahnya”.

7. Mempelajari aturan dan budaya lokal adalah bentuk penghargaanmu kepada tuan rumah.

Berbanggalah ketika kamu bisa menghormati warga lokal

Berbanggalah ketika kamu bisa menghormati warga lokal via kakisewu.wordpress.com

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Kamu gak ragu untuk mencari tahu tentang aturan-aturan gak tertulis tentang suatu tempat, dan berusaha untuk menaatinya sebaik mungkin. Budaya lokalnya juga gak luput dari perhatianmu. Selain bisa menjauhkanmu dari masalah, itu juga adalah bentuk penghargaan atas keramahan mereka.

Misalnya dengan cara sesederhana seperti mempelajari bagaimana mengucapkan salam atau terima kasih dalam bahasa lokal. Gak usah jauh-jauh deh, mungkin dalam bahasa Sunda, Jawa, atau Bali. Kamu juga gak ragu-ragu berinteraksi langsung dengan mereka.

8. Kamu pun cukup cerdas untuk gak menjadi penyelundup di suatu tempat wisata. Apalagi untuk obyek-obyek wisata yang tiket masuknya tak seberapa.

Bayar tiket masuk

Bayar tiket masuk via wisata.kompasiana.com

Harga tiket atau retribusi untuk masuk ke suatu tempat wisata memang bervariasi. Yang domestik berkisar dari beberapa ribu sampai puluhan ribu rupiah. Nah, kadang ada sebagian dari kita yang memilih untuk menyelundup alias masuk tanpa membayar. Biar murah, katanya.

Ini jelas bukan gaya traveler cerdas, tapi traveler yang egois. Mungkin kamu bisa menghemat uangmu, tapi kamu gak berkontribusi untuk menjaga dan memajukan tempat wisata yang kamu kunjungi. Bahkan, kelakukan ini bisa membahayakan dirimu sendiri, misalnya saat naik gunung. Kamu gak akan didata dan jika terjadi apa-apa bakal sulit untuk melakukan penanganan. Jadi, biasakan membayar retribusi deh.

9. Kebiasaan ngaret udah kamu tinggal jauh-jauh. Lebih baik tiba lebih awal daripada ketinggalan kereta.

Lebih baik datang awal

Lebih baik datang awal via www.jawapos.com

Saat menjalani sebuah trip, kamu akan selalu berhadapan dengan yang namanya jadwal, terutama jika kamu bepergian dengan transportasi umum. Baik itu jadwal keberangkatan pesawat, kereta, atau bus kota, kamu gak membiarkan dirimu dalam masalah gara-gara telat datang.

Alih-alih datang mepet, terburu-buru, dan akhirnya nyela antrean. kamu yang cerdas justru udah mempersiapkan diri dan datang lebih awal. Jadinya, kamu gak perlu kuatir ketinggalan kereta yang bisa membuyarkan seluruh itinerary-mu.

10. Gagal menjalankan suatu rencana tak akan membuat keceriaanmu padam. Soalnya, kamu juga selalu punya sejumlah rencana cadangan.

Gak ada bus, nebeng truk pun jadi

Gak ada bus, nebeng truk pun jadi via estuwaskitaaji.blogspot.com

Kadang rencanamu gak selalu berjalan mulus. Tiba-tiba hujan, ada demo, tempat wisata ditutup, maupun keberangkatan pesawat yang ditunda bisa aja mengacaukan jadwal yang udah kamu susun. Tapi, itu gak terlalu menjadi masalah buat traveler yang cerdas, karena kamu punya rencana cadangan yang gak kalah menarik untuk dilakukan, bahkan sekalipun kamu lagi gak bisa ke mana-mana.

Bagimu, traveling gak melulu soal destinasi, tapi juga gimana caranya menikmati hal-hal yang terjadi.

11. Kamu paham bahwa uang yang kamu bawa sangat berharga dalam perjalanan. Karena itu, mengantisipasi kemungkinan terburuk juga menjadi kebiasaanmu.

Hidden money belt

Hidden money belt via shop.eaglecreek.com

Sebelum hal-hal yang kurang mengenakkan terjadi padamu, kamu udah terbiasa untuk mengantisipasi hal itu. Misalnya, menyimpan uang dan kartu ATM di beberapa tempat berbeda, biar kamu tetap survive sekalipun kecopetan. Atau, membawa gembok sendiri buat mengantisipasi kalau gak ada gembok yang berfungsi di loker hostel. Pokoknya, kamu selalu berusaha untuk meminimalkan risiko selama traveling.

12. Hostel memang tempat asik buat bercengkerama dengan sesama traveler. Tapi, kamu juga sadar kalau itu pada intinya adalah tempat beristirahat.

Hindari ribut di dorm hostel

Hindari ribut di dorm hostel via www.surfsidebackpackers.com.au

Ya, kadang kita tertarik buat berbagi cerita pengalaman traveling dengan sesama traveler yang satu dorm denfgan kita. Tentunya banyak hal yang bisa kita pelajari sembari bersenda gurau dengan mereka. Tapi, kamu juga paham bahwa hostel adalah tempat untuk beristirahat. Kamu yang cerdas akan menjaga ketenangan dan ketertiban, tidak akan ribut-ribut malam hari dan mengganggu tidur sesama traveler. Kamu pun tak akan mabuk-mabukan di hostel karena itu sangat mengganggu traveler yang lainnya.

Memang sih, meski kita udah tenang, pasti tetap aja aja rekan sekamar yang ribut. Tapi semua harus dimulai dari diri sendiri, ‘kan?

13. Perjalanan akan percuma jika kamu tak bisa merekam maknanya. Karena itu, jurnal perjalanan selalu siap sedia di dalam sakumu.

Travel journal

Travel journal via dapfniedesign.wordpress.com

Jangan anggap remeh sebuah jurnal perjalanan. Jurnal itu bisa bermanfaat buat membandingkan anggaran dan pengeluaranmu yang sebenarnya saat traveling. Tapi, gak hanya itu, kamu juga bisa menggunakannya untuk menyegarkan ingatanmu tentang detil perjalanan yang kamu lakukan.

Penting banget nih, apalagi kalau kamu berniat menuliskannya di blogmu. Kalau cuma mengandalkan kemampuan mengingat aja, terkadang detil-detil yang ada justru sulit terekam. Padahal. seringkali detil-detil itulah yang menjadikan ceritamu menarik.

14. Sebagai traveler yang peduli dengan sekitarnya, kamu cukup peka dengan isu-isu di tempat-tempat yang kamu datangi.

Sampah di Gunung Semeru

Sampah di Gunung Semeru via www.kaskus.co.id

Dalam penjelajahan, kamu gak hanya menikmati bagian senang-senangnya aja, tapi juga memperhatikan isu-isu yang berpapasan dengan langkahmu. Misalnya, keindahan Pulau Sempu dan Gunung Semeru yang ternyata tercemar sampah, sejumlah goa di Pacitan yang mati karena dieksploitasi, sampai luwak-luwak yang dijadikan mesin penggiling kopi termahal di dunia.

Sebagai traveler cerdas, kamu gak membiarkan isu-isu itu cuma berhenti di kamu, tapi berusaha membagikannya ke orang lain agar mata mereka ikut terbuka dan menyadari situasi yang ada.

15. Traveling memang membuat fisikmu terkuras tenaganya. Namun di antara pegal yang mendera, kamu tetap mampu mengambil makna dari tiap perjalanan.

Mengambil hikmah dari perjalanan

Mengambil hikmah dari perjalanan via i.huffpost.com

Apa gunanya traveling kalau itu gak menjadikanmu pribadi yang lebih baik? Sebagai traveler yang cerdas, kamu selalu berusaha mengevaluasi dan mengambil pelajaran dari perjalananmu. Baik itu sekadar mengevaluasi biaya perjalanan, sampai menyesapi kearifan lokal dari warga yang tempatnya kamu singgahi. Kamu mampu menjadikan perjalananmu sebagai pengalaman yang unik dan berharga.

Traveler cerdas gak cuma bisa menjadikan perjalanannya efisien, tapi juga mampu peka dalam menangkap esensi dari petualangannya. Apakah kamu seorang traveler muda yang cerdas? Yuk, belajar sama-sama.

Kredit feature image: Freemagz .

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengagum senja dan penggubah lamunan menjadi kata. Doyan makan pisang goreng di sela-sela waktunya.

CLOSE