Bittersweet – Chapter 3

Bittersweet chapter 3

Setelah anak-anak yang pada hari ini memiliki jadwal les Bahasa Inggris dengan Joana menghilang dari pandangan, Joana langsung menyandarkan punggungnya di sofa sambil menarik napas panjang. Entah mengapa Joana merasa kalau dua jam waktu mengajar tadi berjalan sangat lambat dan menguras energinya.

Gadis itu masih bersikeras melancarkan aksinya mengabaikan pesan dan telepon dari sang kekasih. Karena terus-menerus diabaikan, hari ini intensitas pesan dan telepon masuk dari Miko pun berkurang.

Lelaki itu pasti sedang sibuk dengan kegiatannya. Joana berdecak. Mendadak dirinya kembali merasa kesal.

Sekarang, Joana hanya punya waktu dua jam untuk beristirahat sejenak sebelum kembali bersiap-siap untuk pergi ke kampus dan menghadiri kelas sebagaimana seharusnya.

Meski sebenarnya ada malas yang menggelayuti, Joana tetap memaksakan tubuhnya untuk terus bergerak. Di mata kuliah ini jatah absen Joana sudah habis. Kalau dia bersikeras mengikuti rasa malasnya, dijamin dia tidak bisa mengikuti UTS dan nilainya akan kosong sehingga dia berpotensi mengulang mata kuliah tersebut di semester berikutnya. Maka dari itu, buru-buru Joana menegakkan tubuh, setelah menyingkirkan semua rasa malasnya, dia berdiri dan bergerak secepat yang ia bisa untuk mempersiapkan diri.

Lima belas menit kemudian Joana keluar dari rumah sambil membawa dua botol berukuran sedang berisi makanan kucing yang diletakkan di dalam kresek hitam.

“Jo, nanti pulangnya beliin boba, ya!”

Joana menghunus tatapan tajamnya pada sang Kakak. “Gofood aja kenapa, sih? Gue nggak langsung pulang.”

Tanpa menunggu sang Kakak membalas perkataannya, Joana sudah lebih dulu mengendarai motornya meninggalkan pekarangan rumah.

***

Kelas Ilmu Filsafat sudah selesai sejak lima menit yang lalu, tetapi tidak ada satu pun mahasiswa yang keluar dari kelas dengan wajah cerah. Semuanya berwajah keruh tertekuk. Tak terkecuali Joana, dan Nanda.

Joana keluar dari kelas sambil memijat pangkal hidung, sedangkan Nanda tak berhenti menggerutu. Mereka baru selesai melaksanakan kuis dadakan oleh Bu Mega. Kuis tersebut benar-benar dadakan. Spontan. Hanya karena Owi, salah satu teman sekelas Joana itu bertanya tentang salah satu materi yang tidak ia pahami.

Tak disangka-sangka pertanyaan itu menjadi malapetaka untuk Owi dan seisi kelas.

Owi bahkan sampai meminta maaf pada teman-teman sekelasnya, baik lewat group chat, maupun secara langsung sesaat setelah Bu Mega beranjak meninggalkan kelas.

“Kantin, yuk?” Ajakan Nanda memecah lamunan Joana. “Bensin gue habis terkuras kuis, butuh diisi segera.”

Joana menyetujui ajakan Nanda dengan anggukan lesu. Sama seperti Nanda, tenaga Joana pun sudah terkuras habis oleh kuis tadi.

Bagaimana tidak? Dia bahkan belum sepenuhnya menyerap materi yang diajarkan oleh sang dosen, tetapi tiba-tiba diminta untuk mengerjakan kuis berdasarkan materi hari ini.

Sebelum sampai kantin, Joana sudah membayangkan bakso, mie ayam atau setidaknya soto sebagai menu makan siangnya. Namun, begitu kakinya menginjak lantai kantin, mendadak saja bayang-bayang makanan lezat tadi buyar tak bersisa. Nafsu makannya pun menguap karena terbayang-bayang akan permasalahannya dengan Miko. Itu merusak nafsu makannya. Oleh karena itu, alih-alih membeli salah satu daripada ketiga makanan yang tadi muncul di bayangannya, Joana malah hanya memesan roti bakar cokelat dan es teh.

“Lo beneran nggak mau makan, Jo?” tanya Nanda sambil menatap ragu pada roti bakar di tangan Joana.

Makan siang Joana | ilustrasi: Hipwee via www.hipwee.com

“Ini gue makan roti.” Joana menjawab acuh tak acuh.

Nanda mendelikkan matanya lebar-lebar. “Itu ngemil, Jo … Roti is not your style. Lo mau gue pesenin apa? Siomay?”

“Nggak, deh. Gue—”

“Okey, siomay ya. Bentar, gue pesenin.”

“Nanda …”

“Iya, sama-sama.” Nanda mengibaskan tangannya di hadapan Joana sambil menyengir lebar. Reaksi Nanda tentu saja membuat Joana langsung menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus kesal atau justru berterima kasih pada sahabatnya itu.

Beberapa menit setelahnya, Nanda kembali ke meja dengan membawa sepiring siomay untuk Joana. Bertepatan dengan habisnya roti bakar yang tadi dia pesan.

Thanks, Nda.” Joana tersenyum hambar.

Sami-sami.”

Tangan Joana bergerak perlahan mengaduk siomay tersebut beberapa kali sebelum menyuapnya ke dalam mulut. Mengunyah pun dia lakukan dengan perlahan. Seolah tak ada gairah.

“Lo kenapa sih? Perasaan tadi baik-baik aja, deh …” Nanda memicingkan matanya pada Joana, membuat Joana merotasikan kedua bola matanya malas.

“Gue nggak kenapa-kenapa. Gue lagi kehabisan energi aja. Masuk kantin jadi makin habis energi gue.” Joana berkilah sambil terus melanjutkan makan.

“Lo lagi berantem kan sama Miko?”

Sepersekian detik setelah pertanyaan Nanda itu sampai ke indera pendengarannya, Joana spontan berhenti mengunyah. Ditatapnya Nanda dengan tatapan kaget.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penyendiri yang nggak suka sendirian. Sukanya bulan, tapi nggak suka jadi bulan-bulanan.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi