Patah Hati Parah Harus Kamu Rasakan. Sekali Saja

Patah hati tak pernah menjadi frasa yang menyenangkan. Mendengarnya saja membuat hati terasa pegal. Ada perjuangan yang pernah mati-matian kamu lakukan, namun kini semua terasa sia-sia. Pernah ada masanya, kamu mendamba dia yang kini entah kemana. Tapi sayangnya segala ke-aku-an mengacaukan segalanya.

Advertisement

“Aku memang seperti ini. Kalau tak suka, kamu boleh pergi,”

Dulu itu ancaman yang sering dia berikan kepadamu. Dia terlalu yakin dan besar kepala dengan memberikan ancaman itu. Yakin sekali kamu tak akan pergi meninggalkannya. Karena waktu telah memberi banyak bukti. Sepayah apapun sakit hatimu padanya, kamu selalu menemukan cara untuk jatuh cinta kembali padanya.

Tapi sepertinya kali ini, rasa toleransimu sudah habis. Kamu membuat ancaman darinya menjadi sebuah kenyataan. Kamu akhirnya berani mengayunkan langkah, meski harus dengan patah hati parah.

Advertisement

Mimpi terus mendampinginya harus kamu akhiri sampai disini. Sampai kapanpun dia tak akan pernah mengerti

Kamu pernah menjadi orang yang muluk sekali. Tahu dia tak sedalam itu mencintaimu, tapi kamu tetap keras kepala bertahan di sampingnya. Dengan harapan kosong, kamu yakin dia mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Kamu berjuang segigih ini, namun tak sekalipun dia mengerti berapa banyak air matamu yang sudah mengalir. Berapa banyak luka yang kamu terima. Dan dia sekalipun tak peduli.

Advertisement

Dulu setiap kali kamu tersakiti, kamu memilih diam. Memaklumi dan menghibur diri dengan berpikir, dia hanya khilaf sementara.

Namun kini akhirnya kamu memiliki keberanian itu. Dan memiliki kesadaran bahwa dia tak akan berubah

Kamu ditempa jadi pejuang, selepas semua perlakuan yang pernah kamu terima

Dengannya kamu pernah mencoba mendefinisikan cinta ke dalam banyak frasa. Mulai dari cinta berarti menurunkan gengsi, cinta adalah soal mengalah, bersabar, hingga bertahan meski sakit hati datang bertubi-tubi. Kamu pernah menjadi seseorang yang lebih mirip asisten pribadi, ketimbang seorang kekasih.

Kamu pernah mau repot datang ke tempatnya pagi-pagi sekali. Membuatkan dia sarapan dan membersihkan kamarnya yang berantakan bak kapal pecah. Sementara dia masih tidur, akibat begadang semalaman untuk menyelesaikan game online yang sedang ia gandrungi.

Sekali waktu, kamu juga pernah repot mencarikan dia lowongan pekerjaan. Pontang panting membuatkan pria ini sebuah CV agar ia bisa segera melamar pekerjaan. Dan sementara itu, dia memilih asyik nongkrong bersama teman-temannya yang juga tak membuatnya berkembang sama sekali.

Kamu pernah menjadi orang yang mau repot demi dia. Sampai kamu tak sadar, orang lain melihatmu lebih cocok disebut pesuruh dibandingkan pasangan hidup. Penghargaan untukmu bahkan tak pernah ada. Kamu lebih cocok disebut asisten pribadi yang tak pernah dibayar.

Namun siapa sangka kini jiwa juangmu jauh lebih tinggi setelah memutuskan pergi darinya. Kamu jelas merasa limbung ketika harus kehilangan. Tapi keinginanmu untuk menunjukkan padanya bahwa kamu baik-baik saja jauh lebih tinggi. Pada dirimu sendiri kamu bersumpah, tak akan terpuruk meski sosoknya tak lagi ada dalam hidupmu.

Keputusanmu untuk pergi akhirnya membuatmu paham: berkorban jelas ada batasnya

Cemoohan yang pernah kamu dapatkan, yakni lebih mirip asisten pribadinya daripada seorang pasangan membuat matamu terbuka. Semua pengorbanan dalam hubungan memang dibutuhkan. Namun kadar yang wajar tetap harus ada.

Pengorbanan jelas harus ada batasnya!

Pergi membuat zona kenyamananmu kembali hadir. Kamu tak lagi diliputi rasa khawatir. Hanya karena dia marah saat kamu mengingatkannya untuk mulai mengurangi begadang dan memikirkan soal karir apa yang harus dia kejar.

“Jangan kebanyakan menceramahiku. Kamu nggak boleh mengatur-aturku seperti ini. Kamu itu baru juga pacar, belum istri,”

Kata-katanya ini masih selalu terngiang di telingamu. Satu titik yang membuatmu tersadar bahwa tidak ada lagi pengorbanan yang harus diperjuangkan. Karena di matanya, semua sia-sia.

Ternyata menjalani hari-hari sendiri tak seberat yang kamu pikir. Setidaknya kini kamu tahu jalan mana yang harus kamu lalui

Kamu pernah merasa sangat takut kehilangan dia. Ketakutan akan menggigil seorang diri saat udara dingin datang, satu-satunya cara kamu hanya bisa memeluk diri sendiri dan menangis dalam sepi. Bayanganmu soal perpisahan pernah sekelam itu.

Tapi nyatanya, hari-hari yang kamu lalui setelah memilih sendiri tak pernah menyeramkan sama sekali. Sepi memang sesekali. Namun ada kehangatan yang kembali kamu rasakan dalam dada, yang dulu sempat memar dan remuk tak karuan. Biarkan dia mencari hati baru untuk disakiti. Kamu hanya bisa bersyukur sudah menyelamatkan diri.

Setelah bertahun-tahun tak bersamanya lagi, ada senyum keikhlasan yang sudah dengan mudah mampu kamu sunggingkan. Dan melihatnya sekarang, entahlah ini jahat atau tidak, kamu tertawa keras saat melihat dia yang sekarang lebih terpuruk. Pernah dia menyesali perlakuannya padamu, meminta maaf karena pernah jadi orang yang tak punya hati, lalu memohon agar kamu mau kembali.

Ah, ayolah! Kini kamu sudah jauh lebih pintar dari akal bulusnya. Dia meminta kembali hanya karena dia tak lagi memiliki seseorang yang bisa merawatnya saat dia luntang-lantung, menjadi pengangguran karena semua perusahaan yang ia lamar menolak mempekerjakannya.

Kunci hatimu saat bersama dia dulu telah kamu buang ke lautan, ditelan dengan cepat oleh ombak ganas. Bersamanya kamu tak mau kembali. Tak akan pernah. Melihatnya memohon padamu, kamu hanya bisa bergumam, Rasakan!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang istri yang menanti kelahiran buah hati ❤

CLOSE