7 Hal yang Bikin Hidupmu Waras, di Tengah Tuntutan Kerja dan Menikah

Revisi proposal saya tunggu di meja sebelum makan siang!

Kamu kapan mau ngasih cucu buat mama papa?

Advertisement

Lain usia lain lagi tuntutan hidup yang dihadapi. Kalau usiamu baru menginjak belasan, urusan sekolah dan cinta-cintaan pasti menjadi penguji kesabaran terbesar. Sementara memasuki kepala dua puluhan hingga awal tiga puluhan. Tuntutan pekerjaan dan deadline menikah pasti jadi dua hal yang bikin kepalamu hampir pecah. Usia yang harusnya jadi masa produktif pun sedikit terganggu. Kamu terbebani untuk menjalani hari-hari ke depannya.

Saat dua hal paling menyebalkan itu datang bersamaan, ingin rasanya kamu berlari sejenak dari kenyataan. Namun berlari dari kenyataan jelas bukan sebuah pilihan yang bijak. Mau tak mau kamu harus kamu jalani, karena memang hanya pilihan itu yang bisa kamu ambil saat ini. Buatmu yang terbebani dengan ‘revisi’, ‘kapan nikah?’ dan sederet tuntutan menjadi dewasa lainnya , masih ada hal-hal di bawah ini, yang bisa buat hidupmu sedikit lebih waras.

1. Meskipun tak seberapa, tapi dengan penghasilan sendiri kamu bisa sejenak melupakan tuntutan kerja yang semakin berat saja

Akhirnya gajian! via www.unsplash.com

Akhir bulan, sekitar tanggal 27 hingga 30-an adalah masa-masa di mana kamu bisa sedikit melepas penat. Apalagi ketika di surat elektronik sudah ada pemberitahuan bahwa ada transferan dari perusahaan. Meskipun jumlahnya masih kalah jauh dibandingkan kebanyakan orang, namun rasanya tetap saja bangga dan senang tak terkira. Revisi dari atasan yang nggak ada habisnya atau bahkan tuntutan menikah dari orangtua bisa sedikit tersingkirkan dari pikiran.

Advertisement

2. Rencana jalan-jalan dengan sahabat, meskipun masih beberapa bulan ke depan. Paling tidak kamu punya kesempatan buat senang-senang

Yang penting senang-senang via www.unsplash.com

Kamu bekerja dari Senin sampai Jumat. Meskipun di aturan kantor tertulis 9 jam bekerja, tapi jika ditotal secara keseluruhan, mungkin lebih dari 12 jam tubuhmu memikirkan pekerjaan kantor itu. Lelah dan penat rasanya. Ditambah lagi pikiran akan masa depan yang tak kunjung mau pergi dari pikiran. Kepenatan tersebut buatmu tak sabar untuk segera liburan begitu pengajuan cuti dikabulkan. Nggak muluk-muluk, sekadar merencanakan liburan di tengah pengerjaan revisi pun bisa membuat stresmu lepas perlahan.

3. Obrolan random dengan pacar sampai tengah malam. Sederhana namun bisa membuat pikiran tegang jadi lebih tenang

Obrolan random bareng pacar via www.unsplash.com

Berangkat pagi, pulang menjelang malam. Di kantor dipenuhi revisi, di rumah ditanyain kapan menikah. Hidupmu sungguh tak tenang berhari-hari. Namun hari-hari melelahkan itu bisa sedikit terobati saat kamu dan pacar mengobrol sampai tengah malam. Hal-hal yang kalian bicarakan kadang tak tentu atau malah random nggak jelas. Meskipun kadang hanya berupa obrolan random, dengan hal itu sukses membuat pikiranmu yang tegang menjadi tenang.

Terima kasih Mas, kamu telah buat hidupku sedikit lebih waras.

Advertisement

4. Waktu untuk melakukan kegiatan kesukaan. Meskipun hanya tidur seharian, paling tidak hal itu bisa meredakan beban pikiran

Tidur seharian~ via www.unsplash.com

Senin sampai Jumat, atau bahkan Sabtu, kamu gunakan untuk bekerja demi tegaknya pilar ekonomi pribadi. Hari Minggu adalah waktumu untuk balas dendam dengan melakukan kegiatan yang kamu sukai agar pikiranmu tak habis dengan memikirkan pekerjaan. Berolahraga sampai tidur seharian di rumah adalah salah satu caramu menjawa keseimbangan pikiran dan emosi diri. Meskipun besoknya kamu sudah harus kembali berjibaku dengan pekerjaan dan tuntutan hidup lainnya, paling tidak kamu bisa istirahat sejenak biar hidup sedikit lebih waras.

5. Melepas penat dengan nyanyi di karaoke atau kamar mandi, nikmat lain yang harus disyukuri karena membuatmu santai sejenak

Bebaskan pikiran dengan karaokean via www.tumblr.com

Suara pas-pasan tak buatmu patah arang untuk tetap menjadi penyanyi sehari. Itu semua bisa kamu lakukan untuk penghilang stres agar besok kamu nggak benar-benar gila. Baik menyanyi di karaoke dengan teman-teman senasib sepenanggungan di kantor atau sekadar jadi penyanyi dadakan di kamar mandi.

6. Daripada memikirkan kerjaan dan pernikahan yang bikin lelah ada baiknya kamu wisata kulineran biar perut kenyang dan hati senang

Perut kenyang, pikiran bisa tenang via www.unsplash.com

Ada sebuah ungkapan tentang perut yang kenyang bisa membuat pikiran seseorang tenang. Ungkapan tersebut bisa kamu gunakan untuk menyelamatkan hidup dari kegilaan rutinitas dan tuntutan. Setelah pikiranmu dihajar dengan pekerjaan dan masa depan, coba sedikit menepi ke warung makan kesukaan. Pesan makanan yang sudah lama ingin kamu cicipi, tapi selalu gagal karena minimnya waktu luang.

Sebuah jurnal dari American Public Health Assosiation menyebutkan bahwa makanan yang kamu konsumsi turut menyumbang kebahagiaan diri. Apalagi jika makanan tersebut mengandung cukup serat dan gizi. Tingkat stres akan tuntutan sehari-hari bisa terkurangi.

7. Biarkan diri sendiri berceloteh tentang deadline nikah dan kerjaan. Terdengar gila tapi ampuh mengurangi rasa geregetan di dada

Self reminder via www.unsplash.com

Jika penat dan lelah dengan tuntutan hidup yang ada, kadang melakukan self talk atau berceloteh sendiri bisa buatmu nggak tertekan lagi. Dengan membiarkan dirimu mengeluarkan keluh kesahnya, sedikit demi sedikit beban pikiran dan rasa geregetan di dada akan terkurangi. Berceloteh sendiri bukan berarti gila. Kamu hanya memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk menyampaikan apa yang tidak bisa dikeluarkan saat berbicara dengan orang lain.

Pekerjaan, nikah dan tuntutan hidup yang lainnya memang kadang buatmu hampir gila. Otak sekecil ini dipaksa untuk memikirkan banyak hal dalam sau waktu. Agar masa produktifmu bisa lebih waras lagi, sesekali lakukanlah hal-hal di atas sebagai penyelamat diri. Tentu saja setiap orang memiliki cara untuk waras yang berbeda-beda. Namun nggak ada salahnya ‘kan dengan mencobanya?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE