#JarakMengajarkanku tentang Arti Sebuah Keluarga dan Rumah

Dari jarak aku memahami aku bukan siapa-siapa jika tanpa keluarga di sisiku.

Semua orang ingin berpenghasilan; memenuhi kebutuhan keluarga, cita-cita serta perlengkapan pribadi. Namun dalam menghasilkan sesuatu untuk membiayai atau memenuhi semua yang kita inginkan, kita harus mempunyai usaha; di dalam usaha untuk mendapatkan uang.

Advertisement

Kita bisa berniaga, berbisnis atau bekerja di perusahaan negeri atau swasta. Dalam memilih bagian pekerjaan. Jika kita bekerja di suatu perusahaan baik swasta maupun negeri sangatlah relatif tergantung keinginan kita, jika ingin mengambil di bagian apa. Atau mungkin sesuai dengan keahlian masing-masing.



Dalam perusahaan yang bergerak di bidang retail, manufaktur maupun jasa ada yang namanya bagian kantor atau lapangan. Yang biasanya bagian kantor ini mengurus adminitrasi dan sebagainya: perihal surat menyurat atau pembukuan dan bagian lapangan identik yang berkenaan dengan kerja secara teknis: biasanya pekerjaan dilakukan di luar kantor.



Pengalamanku bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi. Pada saat itu aku di bagian lapangan karena ijazahku yang lulusan SMK teknik listrik. Aku menjadi teknisi antena signal. Aku ditugaskan untuk proyek ke luar kota Jakarta.



Pikirku saat mendapat jobdesk tersebut tidak masalah; karena aku ingin mencari pengalaman yang berarti setelah lulus. Orangtuaku serta keluarga yang lain mengijinkanku untuk mengemban tugas tersebut.

Awal mula aku mendarat di Jawa Barat tepatnya di kota Sukabumi. Sangat menyenangkan memang menginjakan kaki di kota para janda ini, istilah itu aku dengar dari warga lokal: dikarenakan banyak janda muda di kota Sukabumi.



Tugasku di hari pertama sangat menegangkan pasalnya aku harus memanjat tower dengan ketinggian 99.2 meter, yang membuat kaki gemetar nggak karuan. Rasa ingin menelpon Ibu dan meminta pulang, namun sangatlah gengsi jika aku mengabari keluarga seperti itu. Lamban laun aku terbiasa dengan tugasku, rasa ingin pulangku tidak terlintas lagi sudah terhapus dengan kesenangan karena mendapatkan gaji pertama.

Awal pertama gajian memang tepat waktu para pekerja pun sangat bahagia. Di bulan kedua, gajian mulai ngaret. Aku terpaksa menelpon kakaku untuk meminjam duit, pasalnya aku sudah tidak memegang duit sepersen pun dan sudah menahan lapar dua hari satu malam. Syukurlah kakaku mengirimkan duit.



Masalah yang datang bukan hanya perihal gaji yang suka telat, melainkan datang dari patner kita sendiri.

Aku dan pekerja lainnya yang berasal dari berbagai kota di tempatkan dalam satu mash yang sama. Jadi wajar aja jika ada percecokan atau perkelahian. Aku pun pernah berkelahi dengan salah satu pekerja yang  berasal dari kota Bogor.



Perusahaan kami sangatlah kompetitif. Terbukti dengan perpanjangn proyek serta perluasan wilayah sampai ke Bandung hingga Garut dan Cianjur. Kami tidak mengerjakan di pusat kota saja, di pelosok pun kami kerjakan jika itu terdapat sebuah tower signal. Dan kami kerjakan per regu,  jadwalnya dibagikan oleh orang kantor setiap per wilayahnya

Advertisement

Di daerah pelosok kami sangat miris, terkadang tidak ada rumah warga, yang mengharuskan kami tidur di gardu tower yang beralaskan safety bell, makan pun harus menempuh jarak tiga jam jika menggunakan mobil  dan melalui jalan berbukit serta berbatu  untuk menuju ke pusat kota, di atas tower tak jarang kami kehujanan atau kepanasan. Jika dalam situasi tersebut aku pun sangat merindukan keadaan rumah.

Di mana aku  tidak harus bersusah payah mencari makan dan tempat tidur. Tidak susah payah menunggu gaji datang, berkelahi dengan teman. Selalu berpikir mungkin jika ada Ibu aku akan dimarahi jika berkelahi, akan dimasakin jika aku kelaparan. Akan diselimuti jika aku kedinginan.

Advertisement

Aku bekerja di perusahaan tersebut kurang lebih selama satu tahun sembilan bulan. Tidak hanya di Jawa Barat saja, ke Jawa Timur, serta Kalimantan pernah aku jajaki. Ceritanya tidak jauh beda dengan kota-kota yang lain. Yang paling berkesan di antaranya adalah saat aku pertama kali datang ke Pontianak aku hanya memegang duit dua puluh ribu, aku menahan lapar selama dua hari-dua malam.  Aku hanya minum air putih saja agar bisa tidur. Pikirku aku pasti bisa karena sudah sejauh ini.

Memang tidak bisa tergantikan peran keluarga. Jarak mengajariku betapa hebatnya mereka menahan rindu, selalu mengabariku setiap minggu, walau terkadang aku tidak membalas pesan dari mereka, siap menjadi bank keliling tanpa bunga dan jangka waktu. Dari jarak aku memahami aku bukan siapa-siapa aku tak berdaya dan tak sekuat gatot kaca tanpa keluarga di sisiku.



Dan karena keluarga aku selalu siap memulai hal baru. Meski jarak sebagai rivalku lagi. Aku tidak peduli.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Aku adalah mimpi yang patah. Raut wajahku tersimpan di dalam doa

CLOSE