[CERPEN] Aku Bisa Menjaga Kepercayaanmu Padaku, Tetapi Aku Belum Bisa Mempercayaimu

Menunggu, nggak capek nengok belakang terus?

Di tengah keramaian, kukeluarkan handphone yang baru kubeli sebulan lalu. Barangkali ada pesan penting. Sedih, hanya ada ejekan dari teman-temanku. "Ciye, baper ya?" ucap salah satu kolega kerja. "Kapan nyusul?" pesan lain dari adik tingkatku. Masih banyak pesan semacam itu, bikin males buka pesan. "Nyesel share foto kondangan" gerutuku dalam hati.

Advertisement

"Awa, pinjem hapemu dong." ucap Mbak Galih sambil menepuk pundakku. "Nyoh" balasku seraya menyodorkan hape baru. Mbak Galih mencari-cari aplikasi instasam di hapeku. "Kamu gak punya instasam?" tanya Mbak Galih. Kujawab dengan gelengan kepala.

Aplikasi instasam tidak baik untuk kesehatan mentalku saat ini. Aku menghindari instasam agar tak melihat foto teman-temanku. T.T Teman-teman seumuranku udah pada nikah. Minimal udah punya calon. Sedangkan aku, haha sudahlah.

Mbak Galih mengembalikan hapeku. Dia kecewa karna gak bisa upload foto di instasam pake hape 48MP-ku. Kumasukkan hapeku ke dalam tas coklat manis yang kubawa-bawa. Bruk tiba-tiba Aji duduk di sebelahku.

Advertisement

"Ciye hapean teros. Dicari gebetan, ya?" tanyanya.

"Hmm" kujawab dengan lirikan tajam menusuk kesal.

Advertisement

"Ampun Bu Guru, jangan sadis-sadis to" ucap Aji.

"Jangan cuma ngejek, kalo bisa cariin kek" balasku asal-asalan.

"Masak kamu belum punya? Gak percaya" ucapnya.

"Rak ngandel yo wis" balasku sambil memasang muka kesal.

Sebelum pulang, aku dan teman-teman mampir ke tempat tongkrongan yang hits di kotaku. Argh aku benci dengan asap rokok. Beberapa temanku merokok termasuk Aji. Ingin kumenjauh, tapi nggak ada tempat kosong. Kurasakan hapeku bergetar. Ternyata Mas Radit yang menelponku.

"Kok nggak diangkat?" Tanya Aji.

"Kok nggak dilanjutin aja ngerokoknya? Sana syuh syuh" balasku sambil mengusirnya.

"Aku nggak mau ngerokok karna kamu ga suka rokok" rayunya.

"Tetep aja bau" balasku sambil sedikit mengejeknya.

"Halah, kamu ngakunya jomblo. Tau-tau ada yang vidcall. Hayo, Mas Radit siapa itu?" tanyanya

"Ohhh Mas Radit yang polisi itu, ya?" tanya Mbak Galih

"Embaaaaaak" timpalku dengan ekspresi kesal

"Kenopo to cah ayu? Jelas-jelas dah mapan gitu. Kurang opo? Kowe luru jodo se koyo opo?" Tanya Mbak Galih

"Belum sreg aku, Mbak. Gimana ya? yang namanya hati gak bisa dipaksa" jawabku

"Pret"  sahut temanku yang lain.

Aku membuang muka kesal. Tak sengaja kudapati Aji sedang menatapku dengan tatapan tak biasa. Segala macam pertanyaan darinya hanyalah untuk memastikan statusku. Seketika itu, aku menyadari. Aji menaruh rasa padaku.

Waktu silih berganti, namun cinta tak kunjung hadir. T.T Aku sudah mencoba membuka hatiku pada Aji. Namun, tetap saja aku tak bisa. Apakah kriteriaku terlalu tinggi? Apakah aku terlalu pilih-pilih? Atau, aku yang belum bisa move on? T.T

Aku sudah bekerja walaupun karir masih otw mapan. Umurku sudah cukup untuk menikah. Aku sudah sangat ingin menikah. (Tapi masih sendiri aja T.T) Sebenarnya kriteriaku tidak terlalu tinggi. Aku tidak terlalu pilih-pilih. Buktinya aku sudah mau mencoba membuka diri pada orang-orang baru yang datang. Hanya saja, hatiku masih menunggu seseorang di masa laluku. Orang yang hadir di masa-masa terpurukku. Seseorang yang kehadirannya berkesan. Seseorang yang tak pernah kusangka kehadirannya. Seseorang yang hadir setelah aku berdoa sambil menangis. Seseorang yang bagiku adalah jawaban doaku.

Kamu tidak mempercayaiku? Lalu, apa gunanya kita berkomitmen tanpa rasa saling percaya?

* My Moe Man*

Dulu, aku pernah dikhianati. Rasanya sakit banget. Sakiiittt. Entah aku yang terlalu bucin atau memang rasanya sangat sakit. Begitu putus dari mantanku, ada beberapa laki-laki yang mendekat. Mereka berusaha mendapatkan hatiku. Awalnya aku tergoda untuk menjadikan mereka sebagai pelarianku. T.T Namun, sisi peri baikku menepis niatan buruk tersebut. Aku selalu menjaga jarak agar mereka paham bahwa aku memang masih ingin sendiri.

Perasaan tak bisa berbohong. Sakit tetap terasa sakit. Mau kualihkan dengan cara apapun, rasa sakit dikhianati itu tetap terasa. Rasa sakit ini terasa tanpa melihat sikon. Pernah aku menangis di depan murid-muridku. T.T Untungnya mereka salah paham. Mereka kira, aku menangis karna mereka terlalu nakal. Padahal aku menangis karna teringat perlakuan mantanku yang argh. Apakah aku sehina itu? Apakah aku tak ada harganya di mata dia? Kenapa dia tega mengkhianati kesetiaanku?

Aku tak ingin orang lain tahu aku sedang bersedih. Aku selalu memaksakan senyum untuk menutupi kesedihanku. Di depan teman-temanku, aku bisa tersenyum lebar bahagia tanpa beban. Tapi saat sendiri di kamar kos, tangisku meledak.

Di malam itu, tanggal 2 April 2019, aku menangis tertahan hingga sesenggukan. Di sela-sela tangisanku, aku berdoa. "Ya Allah, hadirkanlah lelaki baik yang bisa membuatku menjadi perempuan yang lebih baik" rintihku dalam tangis.

Keesokan harinya, mataku bengkak. Pasti teman-temanku menyadari bengkaknya mataku ini. Mereka berpura-pura tak menyadari hal ini. Mereka tau penyebab tangisanku. Mereka tak ingin mengungkit kesedihanku. Mereka mencoba menghiburku dengan mengalihkan perhatianku pada hal-hal lain. Aku sangat bersyukur memiliki teman seperti mereka. T.T

"Guys, ada kabar baru ni. Bu Ami yang nyebelin itu mau nikah, lho!" ucap Mbak Rahma

"Oh iya, katanya Bu Ami kenal sama calonnya lewat aplikasi instasam" timpal Mbak Tiwi

Teman-temanku sibuk meneruskan obrolan tersebut. Sedangkan aku hanya diam terheran-heran. "Kenal sebulan lewat instasam lalu langsung menikah. Kok bisa ya? Kayak ga punya kenalan laki-laki aja." batinku. Lalu, kukeluarkan hape bulukku (saat itu belum ganti hape). Aku membuka aplikasi Hoga. Aku memainkan sebuah permainan. "Argh kesal, kalah mulu main sama orang ini. Kabur ah, cari partner main lain" batinku. Aku mulai terbiasa menyibukkan diri dengan hape. Begitu terus kegiatanku. Selalu mengisi waktu senggang dengan bermain game.

Di malam itu, tanggal 3 April 2019, aku mendapat sebuah pesan di game Hoga. Sebuah akun dengan nama Axel mengundangku bermain sebuah permainan. "Duh, ini kan akun yang bikin aku kalah ngegame terus -_-" batinku. Karena penasaran, aku melihat profil si Axel ini. "Hmmmm ada beberapa foto di Jepang" pikirku. Aku scroll lagi percakapan paling awal. "Duh, ini kan akun yang kemarin aku swipe kanan itu." ucapku lagi.

Beberapa saat setelah kami berjodoh di aplikasi itu, Axel menyukai profilku. Karena dari awal niatku main Hoga untuk mencari pelampiasan T.T, aku langsung membalas "Thank you" untuk memancing percakapan. "Gapapa kan kalo aku baperin orang di Aplikasi Hoga? Toh ga kenal, gak mungkin dia baper beneran. Gak dosa akunya" pikirku.

Entah mengapa, justru aku menikmati obrolanku dengan Axel. Aku ngobrol dengan Axel seakan-akan kami sudah saling kenal lama. Aku merasa nyaman ngobrol dengan Axel. Hatiku bergetar begitu saja. seakan-akan hatiku sedang beresonansi dengan hati yang lain. Apakah dengan hati si Axel? Ataukah, Axel ini jawaban dari doaku kala itu?

Obrolan kami berlanjut di aplikasi sosmed apakabar. Kulihat foto asli si Axel. Mungkin aku yang terlalu bucin, tetapi kurasakan tatapan mata Axel ini tampak menyejukkan hatiku.

"Hai, Awa. Kenalin, nama asliku Arif. Kelahiran 95. Kamu?" ucapnya

"Wah, udah dewasa ya :p. Aku kelahiran 96, Mas." sahutku

Foto pake topeng Iron-Man nya unyu, Mas. 😀 But, you're not My Iron Man, you're My Moe Man <3

*Awa*

Sejak saat itu, hadirnya mengubah segalanya menjadi lebih indah. Kami intens berhubungan lewat sosmed. Aku merasa sangat bahagia bisa mengenal Mas Arif. Tak butuh waktu lama, kami saling mengakui rasa saling ketertarikan kami. Padahal saat itu kami belum pernah bertemu. Kami sering berbicara lewat telepon. Kami juga pernah vidcall meskipun malu-malu kucing. :p Kami sepakat membuat rencana untuk bertemu.

Mendekati hari pertemuan, kami sama-sama gugup. Kami sama-sama khawatir. Kami sama-sama bingung bagaimana caranya menjelaskan hubungan kami ke orang tua masing-masing. Apa iya, harus jujur kalau kami berkenalan lewat dunia maya?

"Dek, maaf. Sepertinya aku belum siap ketemu kamu." ucap Mas Arif. 

"Iya, Mas. Aku paham. Mas belum siap jelasin ke orang tua Mas, kan?" balasku sambil menahan rasa kecewa.

"Iya, Dek, Untuk menemuimu, Mas harus izin dulu ke orang tua Mas. Tapi, Mas masih bingung cara jelasinnya bagaimana." Ucapnya

"Iya, Mas gapapa. Jangan sampai kita mengawali suatu kebaikan dengan kebohongan" ucapku mencoba melegakan hati Mas Arif

Kami melalui hari-hari kami seperti biasa. Kami menjalani kesibukan masing-masing dan masih intens berhubungan lewat medsos. Aku kecanduan oleh kehadirannya. Tidak, pernyataanku kurang tepat. Kita sama-sama menjadi candu bagi satu sama lain. Aku semakin yakin bahwa Mas Arif adalah jawaban doaku. Namun, aku telah melakukan kesalahan sedari awal. Kesalahan yang mungkin akan merubah segalanya.

Aku bisa menjaga kepercayaanmu padaku, tetapi aku belum bisa mempercayaimu. Aku belum siap.*

Awa*

Rasa sakit dikhianati oleh mantanku masih terasa. Bukan karena aku belum bisa move on. Tetapi, karna aku terlalu khawatir jika hal itu akan terulang lagi. Kesalahanku adalah aku belum menyiapkan hati dengan benar. Akibat pengalaman buruk di masa lalu, aku berubah menjadi seorang gadis yang posesif. Aku selalu menuntut Mas Arif untuk bisa menerima sifat posesifku. Aku tak pernah memikirkan perasaan Mas Arif. Aku terlalu egois.

"Aku suka kamu cemburu. Tapi, aku tak tahan kalau kamu cemburu berlebihan, Dek." ucap Mas Arif

"Mas kan udah tahu masa laluku. Aku khawatir hal buruk di masa laluku akan terulang lagi." jelasku berharap Mas Arif akan memaklumi keegoisanku.

"Jadi, kamu gak percaya sama aku, Dek?" tanya Mas Arif

Aku hanya diam. Tak bisa menjawab pertanyaan Mas Arif. Aku baru menyadari, kalau aku sudah menyakiti Mas Arif. Aku terlalu egois. Pasti Mas Arif merasa sangat kecewa. Mas Arif tidak melakukan kesalahan, tetapi aku selalu bersikap seolah-olah Mas Arif macam-macam. "Aku baru sadar, ternyata aku belum siap menjalin hubungan dengamu. Aku belum bisa mempercayaimu." Ucapku.

Setelah itu, aku menghapus kontak Mas Arif. Kulakukan hal itu bukan berarti aku membencinya. Aku takut, kalau saja kebodohanku akan membuat Mas Arif merasa terganggu.

Waktu cepat berlalu. Dua bulan kulalui tanpa kehadiran Mas Arif. Rasanya sudah sangat lama kita tak saling komunikasi. Terasa ada yang hilang. Kehilangan ini terasa menyesakkan dada. Aku memang sudah menyadari kesalahanku di hari itu. Tetapi butuh waktu lama bagiku untuk bisa menata hati kembali. Untuk bisa mempercayai seseorang tanpa posesif berlebih.

Hatiku masih saja merindukan Mas Arif. Terkadang aku memimpikannya. Masih agak sering, aku menangis sendiri karena merindukan Mas Arif. Tetapi, aku bingung bagaimana cara menghubungi Mas Arif lagi. Aku sudah menghapus kontak sosmednya.

Penyesalan memang datang di akhir. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menunggu. Menunggu sang waktu menjawab penantian ini. Akankah Mas Arif datang lagi ke dalam kehidupanku? Ataukah akan datang hati lain yang akan mampu buatku beralih?

Aku merasa bersyukur karna telah dipertemukan dengan laki-laki baik sepertimu. Menjadi temanmu saja aku merasa bahagia, apalagi menjadi teman hidupmu.

*Awa*

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE