Anoreksia Nervosa: antara Perempuan, Citra diri, dan Perasaan Cemas

Oleh: Jihan Nur Annissa

Dalam beraktivitas sehari-hari individu memerlukan adanya energi yang ia dapatkan dari makanan. Dalam sehari, individu dianjurkan untuk makan minimal 2 kali dan disarankan untuk memperhatikan kandungan gizi pada makanan. Kebutuhan akan makanan, antara satu individu dengan individu lainnya berbeda. Hal ini berkaitan dengan kondisi tubuh individu. Dilansir dari Heart Foundation, memperhatikan ukuran porsi makan merupakan salah satu cara untuk menjaga tubuh tetap sehat. Beberapa penyakit yang sudah parah bahkan bisa disembuhkan dan dihindari jika seseorang mampu menerapkan pola makan yang baik. Mengatur pola makan dapat membantu seseorang untuk mencapai tubuh yang sehat dan ideal.

Advertisement

Namun, tidak semua orang menerapkan pola makan yang benar. Dilansir dari Jurnal Gizi Klinik Indonesia, remaja perempuan rentan menerapkan pola makan yang tidak sehat, karena remaja mulai memperhatikan kondisi tubuh mereka dan berharap memiliki badan yang ideal. Mereka beranggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang kurus menjadi lebih menarik dan diterima oleh masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan adanya media sosial yang mempengaruhi bagaimana perempuan mempersepsikan tubuh mereka (Kumar, dkk. 2017). Foto di media sosial cenderung menampilkan foto perempuan yang memiliki tubuh yang langsing. Secara tidak langsung hal tersebut juga berkaitan dengan rendahnya penerimaan terhadap tubuh mereka sehingga timbulah raca cemas yang berlebihan, seperti kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation scale).

Berbagai macam cara mereka lakukan untuk mendapatkan tubuh yang kurus, salah satunya adalah dengan mengganti kebiasaan makan menjadi tidak benar yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan makan atau eating disosder. Eating Dirsoders (ED) merupakan gangguan psikologis yang berhubungan dengan pola makan dan berat badan. Gangguan tersebut bukan hanya mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. Salah satu gangguan makan yang sering ditemukan adalah Anoreksia Nervosa (AN).

Anoreksia nervosa (AN) adalah gangguan makan yang ditandai dengan menolak untuk makan secara ekstrem dan penurunan berat badan yang berlebihan yang dapat menyebabkan kematian (Woznaik, dkk. 2012). Penderita anoreksia umumnya membiarkan dirinya tetap merasa lapar (self-starvation). Hal ini bertujuan agar memiliki tubuh yang ideal. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, penderita anoreksia memiliki 4 kriteria diagnotik, sebagai berikut.

Advertisement

Memiliki kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation scale) yang berlebihan, meskipun sebenarnya berat badan sudah berada di bawah ukuran normal dan serta persepsi diri juga ikut menilai berdasarkan bentuk tubuh yang dimiliki. (Wood,dkk. 2015). Memiliki kecenderungan akan ketidakpuasan terhadap tubuh (body dissatisfaction) yang akhirnya mempengaruhi persepsi terhadap bentuk dan berat badannya. Tidak ingin memiliki berat barat sesuai dengan usia dan tinggi badannya. Memiliki gangguan saat menstruasi, yaitu hilangnya periode menstruasi pada remaja pasca-pubertas (National Institute for Health and Care Excellence (NICE), 2017).

Beberapa gejala penderita anoreksia adalah memiliki obsesi untuk menjadi kurus dan melakukan berbagai macam upaya untuk memiliki tubuh ideal. Mereka terus berupaya untuk menurunkan berat badan dengan cara mengontrol asupan kalori mereka secara ketat (Zipfel, dkk. 2015). Selain itu, beberapa macam upaya yang dilakukan untuk mengurangi berat tubuh adalah dengan meminum obat pencahar atau obat diet, memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan, membatasi makan atau bahkan tidak makan dan melakukan olahraga yang berlebihan. Mereka melakukan diet mati-matian untuk mendapatkan tubuh yang kurus.

Advertisement

Padahal hal ini dapat berakibat fatal seperti kematian. Penyakit ini mengakibatkan kematian sebanyak 10% pada penderitanya. Berdasarkan laporan, gangguan makan dalam berbagai bentuk menyerang remaja sebanyak 4%. Sekitar 95% penderita adalah wanita. Penderita anoreksia biasanya berasal dari masyarakat ekonomi menengah ke atas dan lebih sering ditemukan pada negara maju atau negara barat seperti, Amerika Serikat, Inggris dan Australia (Bell, dkk. 2011). Lebih dari 90% perempuan pada jenjang perguruan tinggi di Amerika Serikat tidak puas akan bentuk tubuh dan berat badan mereka (Pritchard, dkk. 2014).

Beberapa faktor yang mendasari seseorang menjadi menderita anoreksia, yang pertama adalah media sosial. Dengan melihat media sosial dan mereka membandingkan tubuh yang dilihat dengan tubuhnya sendiri. (Kumar, dkk. 2017). Hal ini berakibat pada rendahnya penerimaan terhadap diri sendiri. Kedua, adanya tuntutan pada pekerjaan yang memerlukan bentuk tubuh yang kurus, seperti model dan penari balet. Ketiga, faktor keluarga, penderita anoreksia biasanya tumbuh di bawah tekanan orang tua. Adanya konflik dengan orang tua, serta kurangnya kedekatan dengan orang tua sehingga kelaparan yang ia ciptakan sebagai ajang menarik perhatian orang tuanya. Keempat adalah hormon dalam tubuh yang tidak teratur. Kelima dan terakhir, dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau genetik.          

Anoreksia dapat berakibat secara fisik maupun psikologis, seperti depresi, gangguan siklus menstruasi, dehidrasi, rambut tipis dan rontok, kulit kering, irama jantung yang tidak beraturan dan osteoporosis (National Institute for Health and Care Excellence (NICE), 2017). Puncaknya Anorexia juga dapat berkibat fatal seperti kematian. Penyakit ini mengakibatkan kematian hingga rasio 10% pada penderitanya.

Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari anoreksia nervosa yaitu meningkatkan rasa percaya diri, dengan menerima bentuk tubuh apa adanya. Kedua adalah bersikap realistis, tidak mudah percaya dan apa yang ditampilkan di media sosial karena bisa saja semua hanya editan belaka. Ketiga, memperhatikan pola makan dan kandungan gizi yang baik. Keempat, meningkatkan komunikasi di dalam keluarga, khususnya dengan orang tua. Kelima adalah berolahraga secara teratur dan tidak berlebihan.

—————–

Referensi


  • Krisnani, H., Santoso, M. and Putri, D., 2018. GANGGUAN MAKAN ANOREXIA NERVOSA DAN BULIMIA NERVOSA PADA REMAJA. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat,   4(3), pp.10-17.

  • Syarafina, A., Probosari, E. 2014. HUBUNGAN EATING DISORDER DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI DI MODELING AGENCY SEMARANG. Journal of Nutrition College. 3(2). pp. 48-53.

  • Hilman, N. 2019. Pengaruh Media Sosial dan Anorexia Pada Wanita Effects of Social Media and Anorexia on Women. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 10(2). pp. 183-186.

  • Kurniawan, M., Briawan, D., dan Caraka, R. 2015. Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja Body image perception and eating disorders in adolescents. Jurnal Gizi Klinik Indoneisa. 11(03). pp.   105-114.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE