Belum Saatnya New Normal di Pondok Pesantren

Akhirnya muncul kebijakan berdamai dengan virus

Sejak kasus pertama yang ditemukan pada awal bulan Maret lalu, berbagai macam upaya telah dilakukan untuk memutus mata rantai COVID-19, mulai dari beribadah dari rumah, belajar dari rumah, bekerja dari rumah, bahkan sampai menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah. Sampai saat ini, data yang terkonfirmasi di Indonesia sebanyak 25.216 positif, sembuh 6.492, dan meninggal mencapai 1.520 jiwa. Upaya semua itu pun dianggap belum cukup berhasil untuk meredam penyebarannya, hingga akhirnya muncul kebijakan untuk berdamai dan hidup berdampingan dengan virus tersebut melalui tatanan kehidupan baru atau yang biasa disebut dengan New Normal.

Satu hal yang paling mendasari munculnya kebijakan itu adalah untuk membangkitkan kembali perekenomian negeri ini yang mulai menurun sejak munculnya virus tersebut, ditambah lagi dengan vaksin yang sampai saat ini belum juga ditemukan dan pembuatannya yang memakan waktu berbulan-bulan. Segala sektor mulai dipersiapkan protokol kesehatannya untuk menata kehidupan yang baru ini, mulai dari perusahaan, perkantoran, pusat perbelanjaan, rumah ibadah dan tempat-tempat lainnya yang berpotensi adanya perkumpulan dan interaksi dalam skala besar, tak terkecuali sektor pendidikan berbasis agama Islam yaitu pondok pesantren.

Sulit rasanya membayangkan jika New Normal itu sampai diterapkan di dunia pondok pesantren, mengingat fasilitas yang kurang memadai, kebersihan yang kurang terjaga, dan makanan yang ala kadarnya. Alih-alih ingin memutus penyebaran COVID-19, justru malah menyambung dan memperluas penyebarannya. Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum pola hidup baru itu diterapkan kepada para santri, terlebih lagi belakangan ini santri lebih didominasi oleh anak-anak yang baru lulus SD atau MI, butuh perjuangan dan kerja keras untuk memberikan edukasi terkait virus ini agar betul-betul sampai kepada mereka.

Tidak kurang dari 28.961 pondok pesantren mengaji dan modern yang ada di Indonesia, dimana provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi yang paling banyak masing-masing memiliki 9.167 dan 6.044 pondok pesantren, ini berarti sekitar ada 18 juta santri di Indonesia yang sedang menempuh pendidikannya. Plt. Direktur PD Pontren, Imam Safe’I, mengatakan bahwa fasilitas pesantren yang kurang memadai dibanding jumlah santri yang tinggal di pesantren sangat rentan dengan persebaran virus. (KEMENTRIAN AGAMA RI, 2020) 

Masih sangat banyak fasilitas-fasilitas yang kurang memadai seperti kamar yang diisi melebihi kapasitasnya, tidak sedikit tempat tidur yang jauh dari kata layak, bahkan untuk pesantren yang santrinya mencapai ribuan harus rela mengisi kelasnya sampai berjumlah 60 orang dengan kapasitas hanya 30 orang, belum lagi yang sampai menggunakan waktu malam sebagai waktu belajar wajibnya karena keterbatasan gedung sekolah untuk menjadikan kegiatan belajar secara serentak.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, harus ada penanganan khusus bagi pondok pesantren, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut dalam menghadapi era kenormalan baru. Menurut dia, perlu ada kebijakan dan penyediaan fasilitas dari pemerintah untuk menyediakan perangkat-perangkat yang mendukung pembelajaran dari jarak jauh tanpa harus berada di pesantren. Dalam menghadapi Covid-19 ini, akan ada pemberian penyuluhan pola hidup bersih sehat pada santri, para ustaz dan ustazah, dan masyarakat pesantren. Serta perlu ada penyediaan fasilitas-fasilitas kesehatan untuk menyokong kebutuhan di pesantren. (KEMENKO PMK, 2020)

Meski kementrian kesehatan meluncurkan program Peningkatan Kualitas Kesehatan Lingkungan di Pesantren yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku hidup sehat termasuk pencegahan penularan Covid-19 di pesantren, rasanya belum cukup berhasil untuk memutus penyebaran virus itu di pesantren karena yang ditetapkan hanya 40 Pontren di 21 provinsi 38 kabupaten/kota untuk mengaplikasikan program Peningkatan Kualitas Kesehatan Lingkungan tersebut. Penetapan 40 Pontren tersebut telah disahkan melalui Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kemenkes nomor HK.02.03/5/2223/2020 tentang Penetapan Pondok Pesantren dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Lingkungan Pondok Pesantren Tahun 2020. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Sudah sangat akrab di telinga mereka bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman namun dalam pelaksanaannya butuh kesadaran yang tinggi untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan indah itu, tidak hanya dialami oleh santri putra, santri putri pun juga mengalami hal yang sama kendati mereka sedikit lebih baik daripada santri putra. Oleh karenanya sangat diperlukan kesadaran dan rasa tanggung jawab bersama untuk menjaga kebersihan lingkungan di sekitar pondok pesantren. 

Pada dasarnya yang melatarbelakangi pembuatan program Peningkatan Kualitas Kesehatan Lingkungan di Pesantren adalah hasil inspeksi sanitasi di pondok pesantren pada 2006-2013. Hasil inspeksi tersebut menunjukkan 50% pondok pesantren tergolong ke dalam kategori ''medium'' yang berarti 40%-95% faktor berisiko menimbulkan gangguan kesehatan. Penyakit yang biasa ditemukan di pondok pesantren berupa penyakit kulit, Diare, DBD, Malaria, ISPA, TBC. Yang menjadi faktor risiko di pesantren adalah masalah sanitasi, ruangan dan bangunan, serta perilaku masyarakat di pesantren. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Pola makan yang tidak beraturan bisa memicu ketahanan tubuh para santri menjadi lemah dan rentan terkena virus, hal itu bukan karena pihak pondok pesantren tidak memberikan makan melainkan disebabkan oleh lauk pauk yang monoton dan kurang bergizi. Status ekonomi tiap santri memang berbeda-beda, hal itu juga mempengaruhi selera makan mereka, ada yang terbiasa dengan lauk pauk ala kadarnya dan ada pula yang tidak terbiasa dengan lauk pauk yang sederhana. 

Menurut Direktur Promosi Kesehatan Masyarakat Kemenkes, dr. Riskiyana Sukandi Putra, pesantren perlu melakukan pencegahan sejak dini karena sampai hari ini vaksinnya belum ditemukan. Oleh karena itu maka yang harus dibuat adalah vaksin alamiah, yaitu dengan cara memperkuat imunitas tubuh dengan cara mengonsumsi makanan bergizi karena hal itu bisa memunculkan imunitas dalam tubuh yang berfungsi melawan virus. (KEMENTRIAN AGAMA RI, 2020)

Tak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini belum bisa diketahui secara pasti kapan berakhirnya virus ini, berdasarkan hal itulah beberapa negara di dunia termasuk Indonesia mulai berdamai dan hidup berdampingan dengan COVID-19 melalui tatanan pola hidup yang baru. Dari uraian ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa penerapan pola hidup baru di pondok pesantren ini tidak boleh tergesa-gesa, perlu ditinjau ulang, dan dikaji lebih dalam lagi dengan mempertimbangkan banyak hal, karena dunia pendidikan tidak sama dengan dunia pekerjaan yang sedikit lebih mudah dalam menerapkan protokol kesehatan. Terlebih lagi dunia pendidikan berbasis agama Islam didominasi oleh anak-anak yang baru lulus SD atau MI, maka bukan tidak mungkin dalam mengimplementasikannya akan menemui banyak kendala.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini