Caraku Memahami Pernikahan, Aku Pasrahkan Semua pada Tuhan

memahami pernikahan

Usiaku kini telah melewati angka minimal seorang wanita untuk menikah. Bukan aku tidak bersyukur atas kehidupan dan usia yang telah diberikan Tuhan untukku sampai saat ini. Tentu aku sangat bersyukur karena masih dapat menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Aku sangat ingin memiliki kehidupan seperti wanita lain, setelah menyelesaikan pendidikannya baik itu Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi, lalu bekerja di tempat yang diimpikan dengan masa depan cerah, menikah dengan laki-laki yang dicintai dan mempunyai keturunan yang sholeh atau sholeha. Ini impian setiap wanita.

Advertisement

Tapi ini semua tidak terjadi padaku. Setelah menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi, aku tidak mendapatkan pekerjaan yang aku impikan bahkan hubungan percintaanku kandas begitu saja tanpa sebab yang sampai detik ini tidak aku ketahui alasannya. Sejak saat itu, aku tidak lagi menjalin hubungan dengan laki-laki. Bukan aku yang tidak bisa move on atau terlalu fokus pada pekerjaan yang aku tekuni saat ini. Aku merasa tidak ada laki-laki yang mendekatiku dengan serius, kalau pun ada dia tidak bisa membuatku jatuh cinta padanya seperti laki-laki yang sudah meninggalkan aku tanpa sebab itu.

Cinta, memang bukan perkara yang mudah bagiku. Aku termasuk wanita yang tidak mudah menjatuhkan hati pada laki-laki. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Usia kami berbeda tiga tahun saja. Adikku seorang laki-laki. Saat ini dia tercatat sebagai karyawan di salah satu perusahaan ternama dengan karir yang terus meningkat dan masa depan cerah tentunya.

Saat ini dia sedang menjalin hubungan dengan beberapa wanita, entah itu hanya sekedar teman dekat saja atau pacaran. Hal yang wajar bagi seorang laki-laki. Dari beberapa wanita tersebut ternyata ada satu yang benar-benar ingin membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Dan perlahan, satu persatu dari mereka mundur secara teratur.

Advertisement

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin serius dan memutuskan untuk menikah. Betapa terkejutnya aku mendengar berita ini. Sebenarnya ini berita bahagia untuk keluarga tapi tidak untukku. Bagaimana mereka bisa memutuskan untuk menikah sedangkan aku sebagai kakak belum menikah. Aku sedih, marah, resah, gelisah, kesal bahkan benci pada diriku sendiri. Mengapa semua ini bisa terjadi padaku. Aku tidak mau kalau harus didahului dalam hal pernikahan.

Dan kalau sampai ini terjadi, aku malu Tuhan. Terlebih dengan banyak mitos yang beredar mengenai didahui dalam pernikahan. Salah satu mitos yang beredar akan kesulitan dalam hal menumukan pasangan. Aku takut kalau mitos itu benar-benar terjadi padaku. Sejak saat itu hariku semakin gelap, hanya warna hitam dan putih yang menghiasi hariku.

Advertisement

Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Tolong bantu aku…

Salah satu jalannya aku harus menikah. Tapi dengan siapa aku harus menikah jika sampai detik ini kekasih pun aku tidak punya. Hal yang mustahil bagiku untuk mendapatkan calon suami dalam waktu singkat, sedangkan aku sendiri tidak mudah untuk menjatuhkan hati pada laki-laki. Hari berganti bulan, belum juga aku menemukan laki-laki sebagai kekasih hati yang siap menikahiku dalam waktu dekat.

Malam tiba, datang pertanyaan padaku. Sudah setuju kan sama rencana pernikahan adik? Mau minta apa sebagai tanda mata dari adik? Sedikit pun aku tidak menjawab pertanyaan itu, hanya diam lalu masuk kamar. Lagi-lagi air mata ini jatuh. Kenapa tidak ada yang mengerti dengan perasaanku.

Dosakah aku Tuhan jika menghalangi seseorang untuk menikah?

Bukankah menikah tidak boleh ditunda-tunda? Terlebih jika memang dia sudah mampu untuk menikah.

Bagaimana jika nanti mereka melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, karena aku menghalangi niat mereka?

Aku tidak bisa berpikir jernih, bagaimana ini Tuhan…

Beberapa hari kemudian, aku berikan jawabanku kepada mereka. "Ya silahkan menikah".

Aku tidak berharap apapun dari pernikahan ini, aku pasrahkan semuanya kepada-Nya. Aku ikhlas Tuhan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Belajar menulis, karena lewat tulisan aku bisa ungkapkan rasa.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE