[CERPEN] Dilema Berharap dan Kepastian

cerpen cinta

Aku terbangun, tiba-tiba pikiranku bicara tentang waktu. Sesuatu yang bisa mengubah banyak hal, sekehendaknya. Memegang kendali dan terus bergerak tak terbendung. Hanya dia yang tidak dapat dihentikan atas nama apapun. Begitulah semesta menakdirkan bagaimana waktu bekerja, menjadi dirinya.

Advertisement

Waktu tidak dapat diputar ulang. Ia merenggut segalanya. Menyisakan kenangan. Untuk diratapi atau bahan untuk hidup lebih bijak. Bahkan juga untuk ditertawakan. Ia bersikap adil atas bahagia atau duka dalam hidup manusia. Ia tidak membuat bahagia menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Meski duka terasa kadang lebih lama. Seperti pergerakan roller coaster bagi yang melihat dan duduk di atasnya, waktunya menjadi berbeda. Meski jeda antar detiknya sama saja. Begitulah waktu jika sudah berada dalam ruang rasa. Ia mengalami pemuluran dan percepatan tergantung pemilik rasa itu menjalaninya. Namun, waktu sama sekali tidak kehilangan eksistensi.

Apakah menunggu dan berharap, adalah hal yang dapat menyianyiakan waktu? Sesuatu yang sangat berharga. Mengingat hidup manusia dibatasi olehnya. Sementara  berharap dan menunggu sama saja dengan membiarkan waktu begitu saja berjalan. Tidak menghasilkan apa-apa, bahkan untuk sebuah kenangan sekalipun. Selain kenangan menunggu itu sendiri.

Aku hanya berpikir, seandainya kala itu aku bisa mengisinya dengan sesuatu yang lain. Mungkin aku bisa lebih bahagia. Dan hari ini menikmati kebahagiaan itu, meski hanya duduk diam dan sebatas mengenangnya. Karena ada yang bilang, mengenang kebahagiaan jauh lebih membahagiakan daripada ketika menikmati kebahagiaan itu.

Advertisement

Tetapi sepertinya cinta sulit dikompromikan dengan hitung-hitungan ekonomis begitu. Cinta punya jalannya sendiri, mengabaikan waktu. Cinta tidak peduli, meski segalanya serba terbatas. Ruang yang tersedia menjadi sangat sempit. Karena  cinta tidak bicara lamanya ia bisa dinikmati, tetapi bagaimana ia dinikmati Ketika hadir dan menempati singgasana hati. Itu poinnnya.


Untuk apa semua ini jika pada akhirnya kamu hanya terluka? Kamu hanya membuang-buang waktumu. Buka hatimu untuk yang lain.


Advertisement

Bijak. Kalimat itu masih saja mengiang. Bukan hanya sekali dan dari seseorang secara spesifik. Banyak diantara mereka yang perhatian padaku menggunakannya ketika menasehatiku. Mungkin mereka tidak punya referensi lain untuk mengomentari kasusku. Bisa saja ini efek budaya malas baca. Padahal menurutku ada begitu banyak alternatif nasihat yang bisa mereka berikan. Tetapi seringkali, nyaris semua malah, menggunakan kalimat itu.

Cinta itu soal rasa, sesuatu yang sangat personal dan misterius. Kehadirannya bukan karena grand design, tetapi natural, sekehendaknya. Inilah keajaiban semesta yang membuatku ingat untuk menengadah. Karena faktanya ada begitu banyak bagian dari hidupku yang tidak dapat kukendalikan. Terutama untuk hal yang satu ini: cinta.

Malam ini, aku berpikir apakah aku benar membuang-buang waktuku dengan cinta yang pernah kurasakan itu? Aku pernah berharap dan menunggu, apakah karena aku benar-benar mencintainya, atau sebenarnya hanya ingin memehuhi egoku? Aku bisa membuatnya jatuh cinta kepadaku.

Untuk tahu, sepertinya aku harus kembali menelusuri ruang waktu. Tidak dengan mesin waktu, bukan berarti aku tidak dapat membangkitkan semua yang pernah kujalani. Meski bukan dengan cerita yang menghasilkan kenangan manis. Namun aku yakin benar apa yang membuatku jatuh hati kepadanya.

Aku tidak memiliki banyak data otentik tentang dirinya, barangkali ini adalah caranya, menutup ruang untukku agar aku mampu membuka hati untuk yang lain. Begitukah caranya mencintaiku? Ia tidak memberi ruang sedikitpun untukku terus berharap. Tetapi bukan begitu caranya cinta bekerja. Ia justru terus merebak ketika ruang geraknya dipersempit. Ia justru gesit mencari celah dan membuatku bahagia kala terus bertahan. Sama sekali ini bukan luka dan aku tidak merasakan perihnya seandainya pun ini luka.

Senyum sinisnya terus membayangiku. Hatiku selalu punya tafsir beda atas senyum itu. Memberikan aku kekuatan bahwa keputusanku berharap itu tepat. Jangan tanya mengapa aku mencintainya, aku juga tidak tahu. Sebab memang cinta  tidak membutuhkan alasan. Kehadirannya  bukan keputusan logika dengan hitung-hitungan science. Ini semua murni kehendak hati. Pengetahuan belum menemukan dasar teorinya, barangkali nanti 1000 tahun lagi.

Malam ini aku sadar, pernah berharap cinta menghampiriku bukanlah membuang waktu percuma. Karena berharap itu juga adalah isi pada ruang dan waktu itu. Meski dihadang oleh ketidakpastian, tetapi itu memberiku pengalaman. Bahwa berharap dan menunggu kepastian meski akhirnya aku tahu itu tidak menghampiriku, namun ceritanya tetap layak untuk menjadi cerita kebahagiaan. Ia menuntunku menemukan cinta yang hari ini memenuhi ruang hatiku. Cinta yang sepenuhnya menerimaku.

Ternyata aku butuh jalan panjang dan berliku untuk menemukannya. Terima kasih kenangan, kehadiranmu tetap selalu berarti bagiku. Terima kasih cinta masa laluku, darimu aku belajar bahwa cinta itu tidak mudah sehingga kini aku punya banyak alasan untuk mempertahankannya. Aku pernah mengalami hal yang teramat sulit diwujudkan, maka itu akan membuatku terus menjaganya agar ia tetap sempurna sebagai cinta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis lepas bisa ditemui di : juliusdeliawan@gmail.com

CLOSE