Dilema Jadi Perempuan. Selalu Dipaksa Memilih Ketika Bisa Melakukan Keduanya

Dilema jadi perempuan

Sebagai perempuan di Indonesia, tampaknya peran perempuan sering dibatasi dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga. First of all adalah dalam mengerjakan aktivitas rumah tangga seperti menyapu, memasak, maupun mencuci baju. Peran-peran tersebut selalu diberikan kepada perempuan. Padahal, seharusnya aktivitas tersebut menjadi survive skill yang harus dimiliki setiap orang untuk bertahan hidup tanpa memandang kelamin.

Advertisement

Selanjutnya dalam sisi edukasi, jika keluarga menganut sistem patriarki sudah dapat dilihat bahwa perempuan akan mendapatkan akses pendidikan yang lebih sedikit. Sebab dalam lingkungan patriarki, lelaki memiliki anggapan lebih kuat secara fisik dan harus menjadi seorang pemimpin di masa depan. Mirisnya, sistem patriarki masih terjadi di lingkungan kita. Tanpa melihat dari sisi kelamin dan gender, harusnya setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk setara dengan yang lain tanpa dibeda-bedakan.

Bagaimana perempuan harus bersikap mandiri jika banyak sekali faktor yang menjadikan kemandirian perempuan break down. Perempuan pun sering menjadi objek diskriminasi. Adapun timbulnya faktor diskriminasi tersebut yaitu laki-laki dianggap lebih tinggi daripada perempuan, budaya patriarki dan matriarki, dan adanya sikap saling menjatuhkan antar peempuan yang menyebabkan tidak confident.

Memang saat ini gerakan feminisme sudah mulai aktif digalakkan oleh kaum perempuan. Sebab ketidakadilan perempuan kerap terjadi dengan kill women’s dream. Adapun problem yang sering terjadi pada perempuan adalah siksaan fisik maupun psikis, perkawinan dini dan paksa, serta minimnya partisipasi perempuan. Mengulas dari film Kim Jiyoung Born, 1982, patriarki mampu merusak mental seorang perempuan. Bagaimana tidak, didalam keluarga pun terjadi ketidakadilan ketika pembagian lauk saat makan padahal sudah mendapatkan diskriminasi dari lingkungan luar. Karena kedudukan laki-laki yang dianggap lebih tinggi derajatnya maka, laki-laki pun mendapatkan makanan yang lebih baik dan terjamin kualitasnya. Hal-hal seperti ini yang memicu perempuan merasa uselees dan hanya dianggap memiliki skill dalam berumah tangga.

Advertisement

Equality before the law telah diatur dalam UU Pasal 27 ayat 1 terkait kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, inilah yang seharusnya diterapkan. Banyak perempuan diberikan pilihan untuk menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga. Padahal, jika dapat mengerjakan dua hal tersebut secara adil mengapa harus memilih? Perempuan memiliki kesempatan 30% untuk bisa bergerak di ranah publik. Jumlah tersebut cukup proposional agar perempuan juga tidak melewati jalur untuk mengatur kehidupan berumah tangga dan ranah publik.

A wish for girl all around the world, semoga perempuan dapat meraih mimpi-mimpinya, tidak ada lagi diskriminasi bagi perempuan, perempuan tidak lagi takut untuk show up about their passion. Meskipun gerak perempuan sering dibatasi, perempuan tetap harus mandiri dan mampu setara dengan laki-laki. Perempuan menjadi lebih confident dan tidak dibatasi oleh aturan-aturan yang hanya menguntungkan laki-laki.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

an ordinary girl who like writing and try new things. Daydreamer and socially awkward.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE