[CERPEN] Janjimu adalah Sebuah Penantian Panjang

Menunggumu 6 tahun lamanya

Tidak terasa hari semakin berlanjut, awan terus bergerak, nafas terus terhembus dan kenangan masih tersimpan didalam tempatnya. Tidak ada yang berani membuang ataupun melupa.

Advertisement

Bagi dirinya, semua orang yang datang dalam kehidupannya memiliki tempat masing-masing. Tidak untuk datang kemudian duduk manis lalu memilih pergi kemudian dilupakan, dan tidak juga untuk hanya sekedar menggatikan. Tidak ada yang perlu diganti ataupun melupakan.

Mereka semuanya, memiliki tempatnya masing-masing.

Thania menghembuskan nafasnya, menggabungkan diri dengan udara yang perlahan mulai menyapa dirinya. Entah berapa lama lagi, semua ini akan berakhir, pikirnya.

Advertisement

Otaknya kembali memutar sebuah kaset yang tanpa sadar telah berputar dengan sendirinya, mengingatkan tentang hal manis, pahit, bahkan suka maupun duka. Gadis itu tersenyum getir, menahan sesak yang kembali hadir.

‘’Jangan terlalu memaksakan diri.’’ Ucapan barusan, berhasil menarik pandangan Thania kearah sampingnya. Menatap wanita yang kulitnya sudah mulai berkeriput. Apalah daya dirinya, toh iya akan berteriak atau meraung pun juga tidak ada gunanya.

Advertisement

‘’Dia, telah janji sama aku, Ibu.’’ Wanita disamping Thania tersenyum tulus, tanganya dengan lembut membelai rambut panjang gadis itu.

‘’Ibu tau, tapi, kalau kamu sudah tidak kuat lepaskan saja. Tapi, jika kamu yakin dengan hatimu, maka perbanyak sabar lebih banyak lagi.’’ Thania tersenyum. Kemudian wanita tersebut, beranjak pergi. Kembali meninggalkan gadis itu dalam sepi.

Untuk kesekian kalinya, hanya ada helaan nafas. Berharap semua pepohonan dapat mengerti dari tatapan mata kelabu itu. Gadis itu mulai terombang-ambing akan semua penantian yang tak berpenghujung.

Terkadang juga, ia ingin berhenti. Namun, logika dan hati adalah satu tubuh namun berbeda kepengertian. Kadang mereka berdua sejalan, atau kadang juga saling menjatuhkan agar satu diantaranya mendapat kemenangan.

Sudah puas seolah bercerita dengan pepohonan di depannya dalam diam, gadis itu beranjak sembari perlahan membenarkan kerudung hitamnya. Sebentar lagi, ia akan ada kelas, dan kelas akan dimulai jam 8 pagi.

Perkenalkan, Thania Aisyah Fatimah umur 20 tahun, seorang mahasiswi disalah satu Universitas Islam yang ada di Indonesia. Gadis yang selalu memancarkan tatapan kelabunya.

*********

Apakah jika kalian disuruh untuk menunggu, akan dengan segera mengiyakan? Walaupun untuk waktu yang lama? Atau mungkin, waktu yang tidak tahu sampai kapan akan menanti? Jika, iya. Maka itulah yang sedang Thania lakukan.

Gadis itu berjalan pelan keluar dari kelasnya, niatnya hanya ingin pulang karena setelah ini ia tidak ada jadwal lagi.

‘’Udah, sabar. Jangan dipikirin mulu. Nanti jadinya kamu stress.’’ Ucap Karin, sahabat gadis itu. lebih tua satu tahun dari Thania. Gadis itu hanya mengangguk, sembari melemparkan senyum tipisnya.

‘’Aku duluan,’’ Thania berjalan terlebih dahulu didepan.

‘’Eeh,, mau kemana? Kan hari ini ngak ada jadwal lagi. Temenin aku ke kantin deh, ya?’’ belum selesai Thania menjawab, tubuhnya telah ditarik paksa menuju kantin.

‘’Sekali-kali otak sama pikiran kamu itu dibawa refresing. Jangan pikirin itu dulu. kalo dia baik, pasti akan balik. Ya, kalau sebaliknya, aku yakin kok, Allah ganti dengan yang lebih baik lagi.’’ Karin, mengakhiri ucapannya dengan senyuman. Dan Thania hanya tertunduk, seolah objek yang paling menarik dari pada makanan lezat adalah Cuma tanah yang sedang ia pijak sekarang.

‘’Hampir, empat tahun dia ngak ada kabar, Rin.’’ Thania berbicara, membuat sahabatnya semakin menggeserkan tubuhnya agar lebih mendekat dengan Thania.

‘’Yaudah, dibawa santai aja. Terus aja perbaikin diri, Insyaa Allah. Kalau memang jodoh, ya pasti dianya balik.’’

‘’Iya. Aku tau. Insyaa Allah.’’ Setelah mengucapkan itu, thania memilih bungkam. Bahkan untuk menyedot minuman saja ia seolah tidak ada tenaga lagi.

*********

Pada bait kesekian, rindu yang berkepanjangan. Akhirnya, penantian itupun mulai terbalaskan. Tepat diulang tahunnya Thania. Seseorang yang selama ini ia pengang erat janjinya. Berkata bahwa akan kembali. Dan akhirnya, seseorang itu memang kembali. Enam tahun menunggu, bukan sesuatu yang sedikit.

Tak ada kata lagi yang mampu gadis itu ucapkan, selain mata yang tanpa henti terus menurunkan air derasnya. Tidak ada pelukan, ataupun berpegangan tangan. Karena mereka tau, ada batasan didalam agama mereka.

Maka, di bawah tamaram lampu, di depan teman-teman orang yang ia perjuangkan dengan terus berusaha, dan didepan Ayah dan Ibunya. Agam, bertekuk lutut. Membuka sebuah kotak transparan dan memperlihatkan isinya, membuat deraian air mata itu semakin turun.

‘’Maaf, jika hanya ini yang aku bawa untuk kamu, dari Turki.’’ Agam menundukkan pandangannya, takut akan Tuhannya karena terdapat zina disana, takut karena jantungnya telah berdegup kencang dan mungkin bisa saja salah dalam menyampaikan pesan.

‘’Malam ini, didepan Ayah dan Ibu kamu. Bismillah. Aku membuktikan janjiku enam tahun yang lalu. Mau kah?’’ Mendengar itu, apalah daya Thania. Ia hanya menutup mulutnya dan sesekali menghapus air mata disana.

‘’Insyaa Allah. Iya, Agam.’’ Agam tersenyum, kemudian ia mengucapkan syukur atas Allah swt. Dan kembali menundukkan pandangannya. Bukan maksud untuk tidak sopan, namun jika belum adanya Ijab Qobul, maka gadis didepannya ini belum sepenuhnya miliknya.

‘’Aku bangga sama kamu, Thania.’’ Ucap Karin, lalu ia beranjak memeluk Ibu sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai Ibunya juga.

Dan inilah, akhir dari sebuah penantian. Ada yang berakhir menyenangkan, bahkan ada juga yang menyedihkan. Itu semua telah diatur oleh pemilik semesta. Allah swt.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE