Kisah Sederhana Tentang Anak Manusia yang Mencari Keadilan Hidup

Doni

Selama ini Doni hidup dengan mata tertutup, tapi dia tidak menyadarinya. Dia tidak pernah peduli pada hidupnya, yang penting dia hidup dengan bahagia. Doni tahu cara bersenang-senang, tapi untuk mencapai kesenangan itu, dia beberapa kali mengeringkan isi dompetnya. Tapi Doni tidak peduli. Hidup manusia tidak ada yang tahu, sayang sekali bila saat kita mati, masih ada sisa beberapa juta di bank yang harusnya bisa kita nikmati selagi hidup.

Orangtuanya tidak tahu, namun mampu merasakannya. Kasih yang mereka miliki membuat mereka masih bersedia mendanai biaya hidup dan kuliah anak mereka di kota besar. Walau merasa curiga terhadap kebohongan Doni, namun mereka masih mencoba untuk percaya pada anak kesayangan mereka itu. Kelak, Doni akan pulang sebagai seorang sarjana. Dia tidak perlu kaya raya, hanya perlu menjadi orang yang masa depannya terjamin.

Mungkin karena usianya masih muda, Doni tidak menghadapi masa depan dengan serius. Esok hari adalah ujian semester, tapi malamnya dia masih sempat ajojing dengan teman-teman. Pagi harinya, Doni bangun dengan kepala tersengat, dan dia harus berpacu dengan waktu agar tidak terlambat untuk ujian. Doni tidak mandi, saking terburu-buru, dia mengeluarkan motor dan memacunya dengan kencang.

Pada sebuah perempatan, sesuatu menabraknya. Menghantam dia dengan keras. Seperti seorang petinju yang mendadak mendaratkan pukulannya di wajah Doni. Dia tidak ingat rasa sakitnya, namun dia sadar bahwa dia telah terpisahkan dengan motornya. Saat Doni melihat langit dan bumi jungkir balik, dia melihat motornya mendarat tak jauh dari tubuhnya, kemudian hancur.

Kejadian itu begitu cepat, Doni tidak lagi bisa berpikir atau melakukan sesuatu. Dia hanya mampu melihat, menyaksikan keributan di sekitarnya tanpa mampu merasa penasaran tentang apa yang terjadi. Dia hanya mampu mendengar orang-orang berteriak-teriak panik, setelah suara kaca pecah di atas aspal. Beberapa kendaraan lain saling bertabrakan hingga hancur, ada klakson yang berbunyi panjang sekali, menandakan pengemudinya sedang terkena masalah.

Ketika sadar dari shocknya, Doni mampu menggerakkan tangannya dan mengangkat tubuhnya. Dia kini bisa melihat dengan jelas apa yang telah terjadi.

Aspal telah bermandikan darah. Darah bergenangan di jalan raya seperti genangan air sehabis hujan. Doni menghitung setidaknya ada enam orang yang tergeletak tak bergerak lagi di atas aspal, sebagian besar tertimpa kaca yang terjatuh dari bak truk angkut yang terguling. Pengemudi truk itu masih di dalam truk, kepalanya menindih klakson, menciptakan suasana bising di perempatan tersebut.

"Apa yang telah terjadi …?" pikir Doni.

Seseorang menghampirinya, "kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak tahu," jawab Doni, pastinya dia merasakan tangannya lecet, tapi selebihnya, dia baik-baik saja. Mereka membantunya duduk di tepi aspal untuk duduk dan menenangkan diri. Sambil minum teh manis yang hangat pemberian seorang PKL, Doni mendengar orang di sekitarnya bercakap-cakap.

"Gara-gara motor itu ya?"

"Hu-um. Nyelonong begitu saja keluar dari gang. Truk yang mengangkut kaca itu berusaha menyelamatkan pengemudi motor itu agar tidak terlindas, tapi malah terguling jatuh sehingga muatannya berjatuhan menimpa pengemudi lainnya."

Wajah Doni serasa tersengat. Mata dan hidungnya panas, kemudian tergenang air mata. Hatinya terasa begitu berat sekarang, menyadari bahwa untuk menyelamatkan nyawanya seorang, tujuh orang lainnya harus mati. Untuk menyelamatkan pemabuk tak berguna yang membohongi orangtuanya, berakting sebagai mahasiswa alim padahal tukang dugem dan membuang-buang hidupnya.

Doni melihat ambulans datang dan mengangkut para korban dalam kecelakaan itu. Ada seorang lelaki dengan pakaian seragam sebuah bengkel terkenal. Lelaki itu pasti punya anak dan istri yang hidupnya bergantung padanya. Doni telah merenggut itu dari keluarganya. Kemudian ada seorang wanita muda berpakaian perawat, dia pasti punya beberapa pasien yang membutuhkan dirinya. Doni telah merenggutnya dari pasien-pasien itu.

Namun ketika seorang ibu muda diangkut bersama anaknya yang masih bayi, Doni tidak mampu lagi membendung air matanya. Dia menangis tersedu-sedu di tepi jalan. Siapa tahu 20 tahun lagi, anak itu bisa menjadi dokter yang menyelamatkan ratusan nyawa bila Doni tidak ngebut. Bila Doni tidak terlambat. Bila Doni bersungguh-sungguh dalam hidupnya. Itu yang dia ambil dari dunia.

Mereka semua mati demi pemuda tidak berguna seperti dirinya.

Seseorang menepuk bahu Doni dan bertanya, "ya, aku tahu, memang tragis sekali kecelakaan ini."

Doni takut bicara, takut mengakui kalau dialah penyebab kecelakaan ini. Takut orang-orang itu tidak bersimpati lagi dengannya dan malah menyalahkan dirinya.

"Kamu tadi buru-buru sekali, ya?" pertanyaan orang itu mengejutkan Doni. "Aku melihatmu menyelonong memotong jalan sehingga truk itu terguling jatuh untuk menyelamatkan nyawamu."

"A-aku …"

"Kamu mahasiswa kan? Anakku juga mahasiswa, dia lagi ujian hari ini. Kamu pasti belajar semalaman suntuk agar bisa mengerjakan ujian hari ini dengan baik kan? Anakku juga begitu. Biaya kuliah mahal sekali, kita tidak ingin menyia-nyiakan uang berjuta-juta itu. Tidak apa-apa. Hidup mati di tangan Tuhan, kejadian ini sekalipun tragis, pasti ada pelajaran yang bisa dipetik," kata orang itu.

Doni terbungkam. Malam itu teman-teman dugemnya menelepon, tapi Doni tidak mengangkatnya. Mereka terus menelepon Doni sampai baterainya habis dan akhirnya suasana bisa tenang. Sendirian dalam gelap, Doni kembali menangis.

"Kenapa bukan aku saja yang kau ambil, Tuhan?" tanyanya dalam hati.

Namun setiap kali dia bertanya demikian, ucapan orang asing di sebelahnya tadi pagi kembali terngiang. Semuanya.

Malam itu Doni memutuskan bahwa dia sudah mati. Hidupnya mulai kini adalah untuk orang lain. Kepada orangtuanya, dia mengatakan bahwa dia ingin berhenti kuliah. Dia ingin menjadi seorang dokter. Pada saat dia telah menjadi seorang dokter nanti, dia tidak akan memungut biaya sepeserpun dari pasien-pasiennya. Orang-orang miskin bisa datang kepadanya, dan dia akan menyembuhkan mereka semua.

Hidup Doni berubah 180 derajat, dia menjadi mahasiswa kedokteran yang luar biasa. Dia mempelajari cara operasi dan bersikeras harus bisa menjadi dokter operasi yang mahir, untuk menyelamatkan mereka yang membutuhkan dirinya tapi tidak punya uang kelak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bagi seorang penulis, pikirannya adalah aset.