Dear Kamu, Maafkan Aku Yang Terlalu Yakin Terlahir sebagai Tulang Rusukmu

Bukan tulang rusukmu

Pertama kali mengenalmu hatiku sudah jatuh sejatuh-jatuhnya. Kau, lelaki terhebat yang pernah aku temukan. Dan aku, wanita terlemah yang pernah ada, karena mencintaimu dengan sepenuh jiwa, tanpa syarat dan tanpa karena. Hingga aku lupa, hebat tidak selalu kuat, buktinya kau tidak bisa bertahan saat kita sedang dilanda cobaan.

Advertisement

Biar aku perkenalkan terlebih dahulu, siapa tahu kamu sudah lupa tentang siapa aku. Iya, aku adalah wanita yang pernah merepotkanmu selama beberapa tahun. Aku yang kamu beri gelar sebagai wanita dengan tingkat cemburu dan curiga nomor 1 di dunia. Tidak aku salahkan, karena memang sifatku seperti itu. Atas dasar apa aku melakukan itu, kamu tidak pernah peduli, jadi sepertinya tidak perlu aku jelaskan.

Awalnya, kamu yang begitu mengejarku. Membuat aku merasa bahwa dicintai itu adalah fase terindah dalam hidup. Apapun inginku, selalu terpenuhi oleh inginmu. Kemanapun tujuanku, selalu ada kamu di setiap langkahku. Sekali lagi, kamu benar-benar memberiku definisi bahagia tentang cinta. Maka, salahkah jika aku menganggapmu sebagai duniaku?

Kamu membuatku terbiasa akan hadirmu, membuatku begitu yakin jika diri ini terlahir sebagai tulang rusukmu. Tanpa sadar jika segala kemungkinan buruk kapan saja siap mengahampiri. Jangan tanya tentang lelaki lain, tidak ada lagi tempat untuk mereka sejak kehadiranmu. Hanya kamu, satu. Dan aku sangat yakin, kita akan terus bersama sampai ikatan ini nyata.

Advertisement

Hingga suatu hari, hubungan kita tidak selamanya baik-baik saja. Kamu bilang kamu lelah atas sikapku, yang pencemburu dan drama berlebihan. Padahal, aku hanya tidak suka jika duniaku ditinggali oleh penghuni lain. Padahal, aku hanya takut jika hatimu berbagi. Bukan aku tidak percaya padamu, tapi aku tidak percaya pada mereka, orang-orang baru di sekitarmu. Padahal aku hanya perlu diyakinkan, bukan ditinggalkan atas dasar penghakiman. Kamu tidak perlu menjelaskan tentang perasaanmu padanya, cukup yakinkan aku dengan perasaanmu padaku. Satu hal yang perlu kamu tahu, wanita itu mudah luluh, sayang.

Kamu yang membuatku terbiasa dan terlalu cinta, namun kamu tidak mau tahu tentang aku yang terlalu takut kehilangan. Semua sifat egoisku, cemburu, moody, manja, dan kamu bilang drama, sudah lelah untuk kamu hadapi. Katamu, aku membebanimu dengan semua ini, lalu apa yang kamu mau? Memintaku untuk secuek yang kamu lakukan? Maaf aku tidak bisa. Karena duniaku hanya tentang kamu, jadi wajar jika tidak ada hal yang patut untuk kamu curigai, lain halnya dengan aku. Padahal, aku hanya ingin di kenalkan dengan mereka, aku hanya ingin diyakinkan dengan perasaanmu, aku hanya ingin dibuat mengerti atas kesibukanmu itu, tapi kamu memilih pergi, sayang. Mengapa? Tak bisakah kamu membimbingku untuk menjadi dewasa seperti yang kamu mau? Padahal aku ingin belajar, tapi kamu tidak memberiku kesempatan itu, sayang.

Advertisement

Melepasmu adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan, namun ikhlas adalah suatu pilihan. Jika genggamanku membuatmu tidak nyaman, maka silakan, aku biarkan kamu terbang bebas, meraih mimpimu yang selama ini terhalang oleh cerewetku, kan?  Aku harap, alasanmu pergi memang benar karena lelah, bukan urusan hati yang memiliki dua penghuni. Disini, aku akan terus memperbaiki diri, mendewasakan hati agar tidak terbiasa akrab dengan sikap berlebihan yang kamu katakan.

Jika memang ditakdirkan bersama, aku sangat menyambutmu dengan bahagia. Namun, jika tuhan berkata cukup tentang kisah kita, aku hanya ingin mengucapkan kata maaf. Maaf karena pernah terlalu yakin terlahir sebagai tulang rusukmu. Kelak, kamu akan menemukan cerewetku di dalam diri wanita lain, yang akhirnya kamu pun sadar, jika semua ini memang sifat alami wanita. Semoga bahagia, dari aku yang teramat mencintaimu, dulu. Doakan aku, agar bisa kembali terbiasa menjalani hari seperti sebelumnya, tanpa kamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menulis dengan hati, semoga mewakili, meskipun tidak semua pengalaman pribadi.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE