Mari Sudahi Perilaku Diskriminasi dan Stereotip Atas Dasar Usia!

Stop Ageisme

Perilaku diskriminasi sering terjadi diseluruh dunia, bahkan menurut KBBI, diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya, atau dengan kata lain bahwa diskriminasi merupakan pembedaan prilaku berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Bentuk diskriminasi yang sering terjadi di kehidupan masyarakat adalah rasisme dan seksisme. Rasisme adalah paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Ras lain diluar ras sendiri dipandang sebagai ras yang rendah.

Advertisement

Contoh diskriminasi ini adalah menutup peluang kerja bagi ras tertentu sehingga tidak ada kesetaraan dalam jenis pekerjaan tersebut. Seksisme adalah tindakan deskriminasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Dalam hal ini, kekuatan dan kecerdasan fisik laki-laki dianggap lebih tinggi dari pada perempuan. Contohnya anggapan bahwa perempuan tidak memerlukan pendidikan tinggi karena peran perempuan dibatasi hanya pada ranah domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak, dll.

Selain rasisme dan seksisme tersebut, terdapat ageisme atau diskriminasi usia. Pembahasan terkait diskriminasi usia atau ageisme sangat menarik untuk dibahas, karena masih banyak orang yang belum memahami topik ini sehingga dikehidupan sehari-haripun masih sering kita temukan.

Tahukah kalian istilah Ageisme?

Jadi ageisme merupakan salah satu deskriminasi sosial yang mengacu pada perlakuan istimewa yang di dasarkan pada umur seseorang. Istilah ini sendiri diciptakan untuk melawan istilah senioritas.  Stereotipe tentang orang yang lebih tua akan lebih berpengalaman dalam segala pekerjaan, hal inilah yang menjadi dasar istilah ageisme. Ageisme sendiri diperkenalkan pada tahun 1969 oleh pakar gerontologi AS Robert N. Butler untuk menggambarkan diskriminasi kepada warga senior. Ageisme tidak hanya kepada anak muda namun juga terjadi kepada lansia. 

Advertisement

Jika kita masih suka melihat ataupun menilai seseorang hanya dari segi usia sebagai tolak ukur, maka kita sedang menjadi pelaku ageisme. Banyak sekali contoh-contoh ageisme yang terjadi dikehidupan sosial kita, seperti contoh:  Kita kebanyakan dapat menerima saran atau masukan orang yang umurnya lebih tua dari kita dari pada menerima saran atau masukan dari orang yang umurnya dibawah kita, karena kita beranggapan bahwa mereka lebih tahu dan berpengalaman. Selain itu, ungkapan-ungkapan masih muda tapi udah punya banyak uang, dan ungkapan lainnya juga sekilas terdengar ucapan lumrah namun itu merupakan ageisme. 

Kita terkadang berpikir bahwa anak muda sulit mendapatkan atau menghasilkan uang sendiri, kita juga berfikir bahwa anak muda banyak bergantung kepada keuangan orang tua, dan cenderung berfikir bahwa tolak ukur orang yang menghasilkan uang adalah orang dewasa.

Advertisement

Dalam dunia pekerjaanpun sikap ageisme ini sering terjadi, seperti terdapat maksimal usia untuk dapat diterima bekerja. Terdapat stereotip juga bahwa orang yang berusia lanjut memiliki fisik lemah, kolot, bahkan sering dikatakan sudah habis masanya. Sehingga usia muda yang dapat bekerja dengan anggapan fisik kuat, dan saatnya yang muda berkarya.

Ketika lansia menantang stereotip yang diberikan tersebut, media menggambarkannya sebagai sesuatu yang sensasional, aneh, dan menyedihkan. Misalnya seperti tanyangan Hitam Putih yang mengundang sastrawan senior Soesilo Ananta Toer. Perbincangannya hanya seputar aspek sensasional bahwa Soesilo adalah dokter yang bekerja sebagai pemulung. Tanyakan tersebut membuat kita merasa bahwa lansia yang sehat dan ceria adalah orang tua langka. 

Kasus ageime di Indonesia sendiri cukup tinggi terutama pada orang tua.  Padahal, Indonesia memiliki UU yang melarang diskriminasi seperti salah satunya pada Pasal 1 (Nomor 3) UU NO 39 yang berbunyi bahwa Deskriminasi adalah setiapn pembatasan, pelecehan, dan pengucilan langsung maupun tidak langsung didasarkan atas pembedaan manusia terhadap agama, golongan, status sosial, status ekonomi, bahasa, jenis kelamin, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

Ageisme dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental seperti stres, turunnya kepercayaan diri seseorang, bahkan berdampak buruk bagi kesehatan fisik seseorang. Sikap ageisme yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari harus bisa kita lawan dan hentikan. Salah satu cara yang harus kita lakukan adalah dengan berani untuk mengutarakan rasa ketidaknyamanan yang dirasakan ketika mendapatkan perlakukan diskriminasi usia.

Selain itu, perlu keterlibatan kita sebagai anak muda dengan mengkontribusikan tulisan-tulisan ataupun karya untuk dapat memberikan kesadaran diri kepada masyarakat akan bahaya ageisme sehingga masyarakat tahu dan mengerti apa itu ageisme tersebut.

Akhir kata, penulis mengungkapkan kembali bahwa segala macam bentuk diskriminasi termasuk ageisme tidaklah dibenarkan. Banyak dampak buruk yang dirasakan korban dari diskriminasi ini. Jangan sekali-kali mendiskriminasikan orang lain hanya karena usianya tidak muda lagi ataupun karena usianya lebih muda dari kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sosiologi Universitas Mataram

CLOSE