Tentang Sebuah Nama yang Kusebut dengan Lembut dan Penuh Cinta

Nama yang kusebut dengan penuh cinta


Namamu terdengar indah, ketika bibirku menyentuh bibirmu. Kelihatannya kau punya aroma madu tanpa getir.


Nama adalah sebuah tanda bagi insan manusia yang terlahir ke dunia. Berkat nama yang diberikan di setiap insan, akan menjadi doa bagi pemiliknya. Apalagi ketika sedang mengingat namamu dan juga kenangan bersamamu. Seperti halnya air hujan yang jatuh ke tanah membasahi semua kenangan yang dulu sudah mengering kini kembali basah dan beraroma khas.

Ketika berkenalan lalu berjabat tangan kau sebut namamu, suaramu kecil sampai telingaku tak mendengar dan mulutku meminta agar kau sebut ulang namamu lebih kencang agar masuk ke dalam telinga kemudian masuk dalam otak dan dicerna oleh hati.

Bermula dari nama dan cinta, membuat ancaman yang ada padamu tampak aman. Seketika kamu merasa aman bahkan ketika kamu terlalu jauh main dari tempat tinggalmu. Ah aku merasa sangat licik telah memperdayaimu dengan satu, dua dan tiga sentuhan tak lama kamu sangat nyaman sehingga bercerita segalanya tentangmu. Kuajak kamu mengitari Kota Hujan dengan sepeda motor, sengaja atau tidak sengaja pegang-an tangan mu mulai erat ke perut separuh buncit.

Cuaca kala itu sangat mendukung dengan gerimis tipis, ku arahkan sepeda motor ke arah Caffe paling romantis di Kota Hujan. Otak dan tubuh saat itu sangat baik bekerjasama sehingga kupilih tempat yang paling indah di kafe dengan ada pohon rindang di antara meja kami. Memang warna sore senja memainkan peran yang sangat apik memberikan suasana yang tenang dan nyaman, kupesankan menu yang tak berat jika kami makan tapi saat datang menu tersebut sangat cocok ketika datang dan di taruh di atas meja kami.

Sekali lagi namamu kusebut dengan lembut sambil memegang ringkihnya jarimu, kumainkan peran layaknya sales kartu kredit berbicara manis namun menjerat. Kamu menyodorkan identitas diri beserta kelemahanmu saat itu, tidak lama minuman kamu datang. Warna minumanmu sangat kontras dengan pakaian mu saat itu, kamu berkemeja putih tipis agak berbayang tanktop dalamanmu. Minumanmu berwarna merah dengan aksen pink sparkle, bibirmu mulai menyentuh sedotan transparan aliran air dari gelas menuju mulutmu membuat mataku tak mau kehilangan moment.

Terlalu indah untuk dilupakan moment ketika kamu menaruh sedotan dijepitkan oleh bibir pink pucat kamu, kamu tak menyadarinya adegan itu membuatku semakin peka akan kondisi psikologi kamu. Telepon genggamku dan kamu sengaja kutumpuk lalu kuletakkan di dalam tas agar tak mengganggu tapi kamu meminta agar untuk di foto di meja yang telah kupilih beberapa foto telah tersimpan di telephone genggammu. Tanpa basa-basi kutaruh lagi telephone genggammu kedalam tas setelah memfoto kamu.

Hari makin gelap dan sorot lampu kafe makin temaram obrolanpun makin tak terarah tujuannya tapi makin jelas menjurus, seketika waktu seakan-akan membeku sorotan mata di antara kami makin lurus tak bersekat. Bola mataku mulai melucuti dagu sampai bibir, matamu mulai meredup dan perlahan kelopak mata menutup secara slow motion seakan kamu pasrah. 

Bersentuhan untuk pertama kalinya, sangat lembut seperti permen kapas terasa hambar namun ada sensasi yang meletup.


Inilah cinta, ia merendam mulutku hingga satu-satunya kata yang mulutku ingat adalah namamu.


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mengenal di saat yang tepat akan lebih dekat.

Editor

Not that millennial in digital era.