Pandemi COVID-19 Ditelaah dari Sudut Pandang Kerentanan Sosial

Analisis yang dilakukan Mas Ulan Dyva dan Syawalul Aga

Saat ini dunia sedang diguncang oleh pandemi COVID-19 (coronavirus desease 2019). COVID-19 ini memiliki potensi mengancam segala aspek kehidupan masyarakat seperti aspek sosial, ekonomi, psikologis, dan aspek kesehatan tentunya. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia tentu tidak berbeda jauh dengan yang dialami oleh masyarakat negara lain yang juga sama menghadapi pandemi ini. Kondisi kerentanan sosial menjadi realitas nyata yang terjadi dalam masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19. Kerentanan sosial menjadikan posisi ketahanan masyarakat mengalami guncangan.

Ketahanan masyarakat berkaitan dengan kemampuan dari masyarakat itu sendiri untuk dapat menggunakan sumber daya yang tersedia seperti teknologi, makanan, rasa aman-nyaman, dan pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan menjalankan fungsi sosialnya. Namun kondisi sekarang ini malah menjadikan ketahanan masyarakat mengalami kerentanan sosial. Kerentanan sosial yang terjadi dapat menyebabkan produktivitas menurun, mata pencarian terganggu, dan munculnya gangguan kecemasan sosial seperti kepanikan di masyarakat.

Permasalahan inilah yang bisa kita jadikan acuan mengapa instruksi physical distancing tidak berjalan dengan efektif. Sebab instruksi physical distancing dianggap menciptakan kerentanan sosial pada mayarakat, khususnya masyarakat yang memiliki status pekerjaan informal yang sumber pendapatan ekonominya didapat dengan bekerja sehari-hari dan tidak memiliki gaji pokok tetap seperti pegawai negeri dan ojek online. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional Pusat Badan Statistik 2019, jumlah masyarakat yang berstatus pekerja formal sebanyak 55.272.986 orang dan masyarakat yang berstatus pekerja informal sejumlah 74.093.224 orang. Data ini menunjukkan bahwa lebih banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal, dan inilah yang membuat mengapa masih banyak masyarakat tidak taat terhadap dalam melaksanakan kebijakan physical distancing, karena untuk mempertahankan ketahanan ekonomi keluarganya.

Selain masalah pekerjaan, faktor lain yang membuat instruksi physical distancing tidak efektif karena faktor karakteristik budaya kebiasaan masyarakat dan kebijakan pemerintah yang tidak tegas bahkan cenderung mempertonttonkan ego sektoral antar lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah.


Dampak Kerentanan Sosial


Dampak kerentanan sosial dapat membuat masyarakat melakukan tiga tindakan yang saling berkaitan, yaitu tindakan apatis, tindakan irasional, dan tindakan kriminal. Hal ini bisa kita lihat pada fenomena masyarakat yang sedang terjadi saat ini. Sehingga apa yang terjadi pada masyarakat merupakan kulminasi dari kerentanan sosial yang kini sedang dihadapi oleh masyarakat.

Dampak yang pertama adalah tindakan apatis. 

Pada tindakan apatis bisa kita lihat pada tindakan masyarakat yang tidak peduli dengan instruksi pemerintah untuk physical distancing dan tidak pulang ke kampung halaman alias mudik. Faktanya, physical distancing tidak berjalan dengan efektif karena masih banyak masyarakat yang bisa kita lihat melakukan kegiatan kumpul-kumpul dan kegiatan kerumunan lainnya. Selain itu saat ini banyak masyarakat yang memilih ke kampung halamannya. Tindakan pulang kampung masyarakat ini rupanya justru meningkatkan jumlah kasus COVID-19 dan sebaran wilayahnya, baik yang berstatus ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), dan Suspect COVID-19.

Apakah sikap apatis yang dilakukan oleh masyarakat ini salah? Secara sosiologis tidak dapat dikatakan salah. Jadi jika ada individu atau kelompok masyarakat yang menyalahkan dan marah-marah di media sosial mengenai tindakan apatis masyarakat ini, menurut penulis kurang bijak. Sebab apa yang dilakukan masyarakat merupakan respon naluri dari kerentanan sosial yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, ini menjadi pekerjaan pemerintah untuk isa membuat masyarakat tetap memiliki ketahanan sosial agar tidak melakukan tindakan apatis saat bangsa dan negara ini dihadapkan dengan pandemi COVID-19.

Dampak yang kedua adalah tindakan irasional.

Pada tindakan irasional ini tidak sedikit masyarakat meyakini berbagai bahan obat dan metode pencegahan agar tidak terkena COVID-19 sekalipun belum ada bukti penelitian ilmiahnya. Misalnya saja ada masyarakat yang meyakini bahwa metode  berbaring untuk berjemur di atas rel kereta api dapat membantu mencegah penularan COVID-19. Apa yang dilakukan masyarakat dalam penggunaan bahan obat dan metode tertentu untuk mencegah tertularnya dari COVID-19 sekalipun belum ada bukti penelitian ilmiahnya ini tidak lepas dari keterikatan masyarakat atas cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom) yang berlaku pada lingkungan kehidupannya. Secara sosiologis, tindakan sosial ini disebut dengan tindakan tradisional. Tindakan irasional lainnya, yaitu panic buying. Panic buying menjadi respon masyarakat untuk tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. dan ini justru malah membuat berbagai harga kebutuhan melonjak tinggi dan menjadi langka karena adanya penimbunan ilegal.

Dampak yang ketiga adalah tindakan kriminal.

Hal yang paling dikhawatirkan dari kerentanan sosial atas pandemi COVID-19 adalah tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum masyarakat. Secara sosiologis, tindakan kriminal merupakan perbuaan yang melanggar hukum serta merugikan dirinya sendiri dan orang lain yang menjadi korban, hal ini mengganggu keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban di masyarakat. Bentuk tindakan kriminal yang terjadi misanya saja pencurian, penjambretan, pembegalan, pemerkosaan, penjarahan, bahkan pembunuhan.


Upaya Pencegahan


Pemerintah dan masyarakat sama-sama mempunyai peran yang penting dalam proses mencegah agar kerentanan sosial yang terjadi sekarang tidak berlarut-larut dan sampai ke tahap yang tidak bisa dibendung, oleh karena itu dari pihak pemerintah sendiri sebaiknya lebih memikirkan dapak dari kebijakan yang dibuat agar masyarakat tidak apatis lagi dalam menyikapi kebijakan yang telah dibuat. Masyarakat juga sebaiknya jangan melakukan berbagai tindakan irasional yang malah menambah masalah, baik masalah kesehatan maupun masalah ekonomi agar kerentanan sosial tidak semakin menjadi-jadi, misalnya penggunaan bahan kimia untuk disinfektan, sebaiknya digunakan seperlunya saja dan jangan sampai berlebihan dalam penggunaannya karena dapat menyebabkan masalah kesehatan yang buruk.

Untuk mencegah agar tindakan kriminal tidak terjadi maka pihak pemerintah dan masyarakat sebaiknya saling bahu-membahu menjaga keamanan dan kenyamanan selama masa pandemi ini, dari pihak pemerintah sendiri bisa dengan cara mengerahkan aparat keamanan untuk mengawasi dan menjaga tempat-tempat yang berpotensi terjadinya tindakan kriminal, sedangkan dari pihak masyarakat bisa melakukan ronda secara rutin agar tindakan kriminal  bisa diminimalisir bahkan bisa dihentikan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang saat ini sedang berkuliah di salah satu universitas di Indonesia, yakni Universitas Syiah Kuala. Saat ini saya sedang menempuh jenjang pendidikan S1 di Prodi Psikologi.