Sore-sore di Tempat Bapak Nongkrong
Rumahku tidak jauh dari tongkrongan Bapak.
Hanya melewati satu rumah dari sebelah kiri.
Dan satu lahan kosong di sebelah rumah itu.
Maka, sampailah di sebeuah lapangan.
Lapangan tenis yang dipagari jaring-jaring kawat.
Aku pikir, pagar itu terlalu tinggi.
Membuatku spontan mendongak
Untuk memperhatikan ujung kawat.
Yang terlihat seolah menghujam langit.
Ya..ini menjadi kebiasaanku.
Sebelum aku memasuki lapangan.
Aku suka mengamati Bapak
Ketika Bapak menggandeng tas raket di pundaknya
Dan saat ia mengayunkan raketnya.
Aku suka memperhatikan Bapak
Ketika kepalanya ditutupi topi.
Dan saat kakinya dilindungi sepatu berwarna putih.
Aku suka mendengarkan Bapak.
Ketika sepatunya beradu di lantai lapangan.
Juga, suka mendengarkan.
Soraknya ketika bola berhasil mengelabui lawan.
"Hoaah", begitu kira-kira sorakkannya.
Bergema di setiap sudut lapangan.
Bunyi berpantulan.
Menghasilkan irama yang berayun.
Bapak begitu keren.
Kataku kepadaku.
Aku di waktu kecil.
Meminta Bapak bermain bersamaku.
Bapak memberikan ijinnya.
Untukku memegang raketnya.
Dan mengambil bolanya.
Katanya
Aku latihan dulu bersama tembok.
Tembok yang besar dan tinggi di sudut lapangan.
Lambat laun.
Aku mengerti.
Aku tidak ma(mp)u bersahabat dengan raket.
Seperti Bapak yang lengket dengan raketnya.
Aku hanya menikmati.
Ketika Bapak berlari kesana-kemari.
Mengejar-ngejar bola kecil berwarna hijau.
Raket gagal menjadi sahabatku.
Tapi, bola kecil berkawan denganku.
Aku suka berlari mengambil bola.
Bola yang terlepas dari tangkapan raket.
Menggelinding ke luar garis.
Layaknya seperti penjaga bola.
Kalau boleh dinamakan.
Ball girl, bahasa kerennya.
Ball girl cilik?
Aku di masa lalu.
Menikmati sore bersama Bapak, temannya dan temanku.
Pulang ke rumah bersama Es Mony di tangan.
Jajanan jadul, begitu ia dikenang sekarang.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”